Chapter 8 | Musuh dalam Selimut

31 5 0
                                    

Happy Reading!
Tandain typo yaa guys📸
Jangan lupa vote, comment, dan share juga. Thank u💕

***

Setelah mendapat cukup banyak uang dari hasil menjual tas-tasnya, Marva pergi ke restoran langganannya karena dia sudah membuat janji dengan sahabatnya yang juga seorang penyanyi untuk bertemu dan mengobrol di sana. Dia ingin meminta pendapat dari sang sahabat tentang hal tak terduga yang terjadi padanya tadi siang.

Saat ini, mereka berdua sudah duduk berhadapan dengan banyak makanan yang tersaji di atas meja.

Marva menyantap makanannya dengan sangat lahap karena dia belum memakan apa pun sejak tadi siang, begitu juga dengan sang teman yang bernama Jifanya Aurelia Nasution.

"Jangan makan lagi. Besok lo harus manggung, kan? Lo nggak boleh keliatan gemuk di kamera," ucap Marva.

"Lo udah liat chat gue? Gue bakalan bantu lo buat nyari pengacara yang bisa menyelesaikan skandal ini. Begitu skandal ini selesai dan publik udah nggak ngebahas itu lagi, semuanya bakal berlalu," ucap Aurel.

Marva mengangguk. "Makasih, ya. Emang bener kalo temen gue adalah yang terbaik. Cuma lo yang bisa gue andalin di saat-saat kayak gini."

"Bukannya agensi kita cukup keterlaluan? Sekalipun opini publik negatif banget tentang lo, tetep aja mereka nggak boleh memutus kontrak gitu aja dan melimpahkan semua kerugiannya sama lo. Mau apa sih mereka itu? Lama-lama gue jadi ikutan muak."

Tiba-tiba, Aurel mendapat sebuah pesan dari manajernya yang mengatakan bahwa dia mendapat tawaran menyanyi di salah satu acara televisi menggantikan Marva yang terkena skandal sehingga diboikot dari acara itu.

"Ada apa? Chat dari siapa?" tanya Marva.

Aurel langsung gelagapan mendengar pertanyaan dari Marva. "Hah? I--itu ... dari mama. Nyokap gue kepeleset di kamar mandi. Katanya ada tulang kakinya yang retak," bohongnya.

"Heh, kalo gitu lo harus liat keadaan nyokap lo!" Marva menenggak minumannya hingga ludes, lalu berdiri dari duduknya sambil memakai tas. "Kebetulan gue denger orang-orang di meja sebelah lagi maki-maki gue. Bikin jengkel aja! Gue mau pergi dari sini secepatnya."

"Tapi gue udah janji buat nginap di rumah lo malam ini. Maaf, ya. Lo sendirian nggak apa-apa, kan?" Aurel merasa tidak enak pada Marva.

"Of course! Ayo!" Marva berjalan keluar dari restoran lebih dulu.

***

Keesokan harinya, Marva pergi ke kantor agensinya untuk menandatangani surat pernyataan pemutusan kontrak seperti yang sudah mereka sepakati sebelumnya. Marva merasa bahwa dia tidak bisa bekerja sama lagi dengan agensi yang sama sekali tak membantunya dalam masalah ini. Yang mereka inginkan darinya ternyata hanyalah keuntungan semata.

Setelah menyelesaikan urusannya, Marva berniat untuk pergi dari sana. Namun, dia tak sengaja berpapasan dengan Aurel dan ibunya yang terlihat sudah baik-baik saja.

"Oh Aurel? Lo mau ke kantor?" sapa Marva.

"Iya, kami datang buat ketemu sama direktur. Aurel diminta buat menyanyi di acara musik TV jadi banyak yang harus dipersiapkan. Kamu tau, kan?" ucap Gina; ibu Aurel.

"Acara musik TV?"

"Marva, kamu belum dengar, ya? Berhubung sebentar lagi tayang, agak susah untuk mencari penyanyi baru. Jadi, Aurel diminta untuk menggantikan kamu."

Ekspresi Marva langsung berubah setelah mendengar hal itu. Aurel yang mendengar ibunya berkata seperti itu, menjadi semakin tak enak terhadap Marva.

"Ma, gimana bisa Mama ngomong kayak gitu?" tegur Aurel pada sang ibu. Dia lalu beralih pada Marva. "Marva, jangan salah paham, ya. Mereka emang nawarin gue tapi udah gue tolak," ucapnya dengan matanya yang berkaca-kaca menahan air mata.

Takdir Yang MemilihkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang