Awalnya..

475 31 10
                                    

🌤🌤🌤

"Nay, hari ini mau makan apa?"

"Bakso aja, warung depan sana kayak biasa. Emang kamu mau makan apa?"

"Sebenernya aku bosen makan bakso mulu, tapi tempat paling deket dari kantor cuman itu, yaudah lah itu lagi."

Siang hari waktu istirahat makan siang, Rega menggandeng Naya, kekasihnya itu menuju warung bakso langganan mereka. Tak hanya mereka sebenarnya, tapi langganan para pegawai lain juga. Jam istirahat tak banyak, jadi mereka harus pintar memilih tempat makan untuk menghemat waktu.

Dan karena itu, Rega sudah berkali-kali melayangkan protes pada Papanya. Kenapa memberi waktu istirahat pegawainya hanya sebentar, padahal mereka butuhnya itu yang lama. Tapi tak mendapat respon berarti dari sang Papa, hanya dibalas anggukan tanpa pernah terealisasi.

"Ga! Malah ngelamun. Ayo cari tempat duduk dulu," tegur Naya saat Rega tak merespon ucapannya.

"Ah, iya. Ayo duduk sana."

Mereka akhirnya duduk di meja yang tak jauh dari si tukang bakso. Bakso Mang Jaja, yang sudah terkenal di kalangan pegawai kantornya Papa Rega.

"Mang, biasa ya dua."

"Siap Mas Rega, ditunggu ya."

Beberapa menit berlalu, bakso pesanan mereka siap. Mang Jaja membawa nampan berisi dua mangkok bakso, juga dua gelas es teh pesanan Rega.

"Silahkan mas, mbak."

"Makasih mang. Rame seperti biasa ya mang," balas Rega sekalian bertanya.

"Lha iya mas, kan yang jualan disini cuman saya sama mie ayamnya Bu Rita. Pada males nyari yang jauh mas, takut nggak cukup waktu buat balik katanya," balas Mang Jaja.

Rega hanya tertawa menanggapi, iya juga. Paling juga tempat lain ya minimarket di seberang, kalau mau makanan kering atau beli-beli minum dan kebutuhan lain ya disana.

Rega jadi berpikir, kok bisa perusahaan Papanya itu sukses di daerah ini. Banyak lagi yang melamar, padahal tempatnya kurang strategis menurutnya. Rega jadi penasaran, apa motivasi para pegawai untuk bekerja di tempat Papanya bahkan bisa betah.

"Nay, kenapa kamu mau kerja disini?" tanya Rega sebelum mulai memakan baksonya.

Naya menaikkan alisnya heran. Rega suka tiba-tiba random, harusnya Naya tak perlu heran.

"Iseng," balasnya di tengah mengunyah bakso.

"Nay, serius."

"Udah sih, makan buruan."

Rega mendecak kesal, ia kepo. Barangkali Naya punya alasan tertentu kenapa memilih untuk bekerja di tempatnya bekerja juga. Padahal dulu katanya Naya mau jadi perawat, malah banting setir jadi pegawai kantoran.

Rega akhirnya menyudahi rasa penasarannya, ia akan mengisi perut dulu karena lapar. Tadi pagi Papa berangkat pagi-pagi sekali, ia mau tak mau juga ikut berangkat pagi juga, jadi keduanya tak sempat sarapan. Bukan karena harus berangkat bersama, tapi Rega tak enak hati karena sebagai anak bos, gengsi kalau telat.
Papanya mah enak, selalu dikasih bekal oleh calon istrinya. Lha Rega, ya terpaksa harus puasa di pagi hari, sampai waktu istirahat tiba. Naya tak sebaik itu untuk membuatkan bekal untuk dirinya. Yah, Rega tak akan berharap banyak pada pacarnya itu. Katanya, buat apa bikinin bekal orang lain, ia sendiri juga sering tak sempat sarapan. Lagian, baru pacaran belum juga sah. Kalau mau dimasakin, ya dinikahin dulu. Begitu kata Naya.

Rega segera menyeruput kuah baksonya terlebih dahulu, merasakan nikmatnya menu makan siang di hari ini yang sebenarnya selalu sama di setiap harinya. Tapi ketika ingin menyuap baksonya, tiba-tiba dari arah belakang seseorang menubruk punggungnya. Bakso di sendoknya jatuh menggelinding, kuahnya mengenai kemeja biru muda yang ia pakai hari ini. Bahkan mangkok di atas meja juga jatuh pecah karena tersenggol tangannya yang terdorong dari belakang. Rega menatap sedih menu makan siangnya hari ini, juga kemejanya yang kini sudah basah dengan aroma khas bakso.

Accept; Bro!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang