Perspective (5)

368 45 45
                                    

!!WARNING!!

•Karakter" Boboiboy hanya milik Monsta.
•Author hanya meminjam karakternya.
•Karakter lain ialah OC author.
•Alur cerita murni karangan author.
•Mohon maaf apabila ada perkataan yang menyinggung.
•Mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan atau kata yang tidak pas ataupun kata yang tidak pantas.

~Selamat Membaca~





Sejak kecil, Halilintar sudah kenyang dipuji atas parasnya yang terbilang tampan. Yang hampir tidak ada bedanya dengan kakaknya yang berselisih 5 tahun itu, Supra.

Tapi, semakin ia beranjak dewasa. Ia semakin merasa muak dengan semua orang yang malah mulai membandingkan kelebihan dan kekurangannya dengan Supra.

Mereka selalu mengejek Halilintar, bahwa dia hanya memiliki modal tampang nya saja tapi tidak sepintar dan se jenius Supra. Kehebatan kakaknya selalu di besar besar kan, yang mampu menutupi 1001 kekurangan yang dimiliki.

Sementara Halilintar sebaliknya, segala kekurangannya selalu menjadi bulan bulanan semua orang, tapi bakat dan kemampuan yang ia miliki itu menjadi padam tak terlihat.

Jika Supra melakukan sebuah kesalahan, maka semua orang akan dengan mudah memaafkan dan melupakannya seolah tak pernah terjadi apa apa.

Kalau Halilintar yang tidak sengaja atau bahkan itu bukan kesalahannya, maka cacian dan hinaan yang akan ia terima, tak luput dengan beberapa pukulan sebagai hukuman tambahan.

Tidak adil memang.

Padahal masing masing dari mereka itu menonjol dalam hal yang berbeda, Supra lebih unggul di bidang akademik, lain halnya dengan Halilintar yang unggul di non akademik.

"Jadi atlet? Kamu bercanda Halilintar?" tanya Altezza dengan nada yang terdengar tak suka

"Iya, Hali ingin jadi atlet yah. Kan, jadi atlet juga bisa jadi suatu kebanggaan? Ikut turnamen yang gitu gitu lah pokoknya, keren kan? Kalau Hali berhasil, gak akan ada lagi tuh orang yang berani ngejek ngejek" jawab Halilintar dengan mantap

Altezza menghembuskan napas gusar "Ayah udah bilang berapa kali Halilintar, kamu gak usah bermimpi ingin jadi yang begitu. Kamu gak liat apa? Mana anggota keluarga kita yang berkeinginan kaya kamu?"

"Gak ada. Keluarga kita ini turun temurun lebih mengutamakan ini" katanya sambil menunjuk dan sedikit mengetuk kepalanya Sendiri

"Ck, tapi ayah. Ayah juga tau kan kalau Hali itu gak pinter kaya kalian semua. Nilai Hali juga gak sebagus kak Supra yang selalunya dapet 100"

"Tapi Hali lebih-"

"Makanya belajar. Usaha dong, kamu belum apa apa udah ngeluh gak bisa. Ya kamu sendiri aja belajarnya setengah hati gitu, sekarang kamu udah 13 tahun loh, udah kelas 1 SMP. kapan mau bisanya hm?" Altezza menyela, kali ini ia mulai tersulut emosi

"Dari dulu kakak kamu juga selalu berusaha tuh belajar setiap waktu, dia mau les bahkan di hari libur sekali pun dari kelas 1 SD sampai sekarang udah mau lulus SMA. Tapi mana, ada gak dia ngeluh kaya kamu? Enggak kan?"

"Gak bisa apa kamu contohin salah satu kebiasaan Supra itu? Tinggalin ekskul yang berbau olahraga gitu, gak penting. Mending kamu masuk yang kaya sains atau english club kan ada"

Halilintar tak menjawab, ia hanya menunduk sambil mengepalkan kedua tangannya sebagai bentuk menahan kekesalannya terhadap sang ayah.

"Ayah udah bersusah payah masukin kamu ke SMP elit kaya gitu. Jangan kamu buang buang usaha sama uang ayah cuma buat mentingin ekskul olahraga doang"

EpiphanyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang