Perspective (10) END

386 42 27
                                    

!!WARNING!!

•Karakter" Boboiboy hanya milik Monsta.
•Author hanya meminjam karakternya.
•Karakter lain ialah OC author.
•Alur cerita murni karangan author.
•Mohon maaf apabila ada perkataan yang menyinggung.
•Mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan atau kata yang tidak pas ataupun kata yang tidak pantas.

~Selamat Membaca~





Sifia menangis tersedu sedu setelah mendengar pernyataan Halilintar, manakala Altezza hanya menekuk wajahnya. Sesekali ia berkedip cepat, tak ingin membiarkan air matanya terjatuh.

Bahkan Halilintar pun ikut menangis, menyeka kasar air mata yang mengalir di kedua pipinya, entah kenapa dadanya terasa sesak.

"Kak Supra emang capek sama ayah yang suka neken dia buat belajar, dia emang sakit hati sama ucapan kita berdua. Kak Supra juga nyerah sama penyakitnya. Tapi, kak Supra gak pernah kepikiran buat bunuh diri yah.."

Lenggang. Mereka terdiam untuk beberapa saat, dan menenangkan diri. Altezza menghela napas pelan.

"Sebenernya, maksud ayah maksa kalian buat belajar juga ada alasannya sendiri"

Sifia dan Halilintar mendongak, menatap meminta dirinya untuk kembali melanjutkan kalimatnya,

"Ayah cuma..gak mau, kalian berdua di rendah rendahin sama pihak keluarga ayah itu. Ayah gak mau kalau kalian selalu jadi bahan bulan bulanan mereka semua, sebagai seorang ayah, tentulah ayah sakit hati kalau ngedenger anak sendiri digituin kan?"

"Selain karena penilaian mereka. Ayah juga gak mau, kalau kalian jadi minim pengetahuan kaya ayah dulu. Ayah ingin kalian sukses dan bisa melebihi ayah, itu aja sebenernya"

Altezza menjeda kalimatnya, menatap sendu pada Halilintar

"Tapi...gataunya ayah malah terlalu keras sama kalian. Dan parahnya..ayah gak menyadarinya sama sekali dan nuntut kalian lebih dalam lagi. Maaf.."

"Halilintar..ayah juga minta maaf karena udah nyalahin kamu soal kematian Supra. Tapi, kalau ternyata dia gitu karena ucapan temen kamu juga..kenapa kamu gak pernah bilang sama kita?"

Halilintar terkekeh samar "Gak pernah bilang? Dulu..Hali udah pernah ngejelasin kan sama kalian beberapa kali, tapi apa?"

"Kalian gak percaya! Dan bilang kalau Hali cuma pengen nyari aman aja bukan?! Ayah juga malah mukulin Hali sampe segitunya, sampe sehina itu di depan keluarganya Gentar!"

"Mamah juga malah ikut ikutan ngurung Hali! Kalau diinget inget lagi sakit tau gak?! Pernah gak kalian kepikiran waktu itu?! Enggak kan?!"

Ya. Halilintar kelepasan emosi. Dia memang sudah memaafkan ayahnya yang keras pada dirinya, ia sudah memaafkan ibunya yang pernah mengabaikannya. Dan memaafkan mereka yang sempat menuduhnya atas kematian Supra.

Tapi untuk yang satu itu..Halilintar tidak bisa. karena memang sesakit itu rasanya.

"Hali, ayah-"

"Udah yah cukup. Hali capek, udah bereskan? Udah selesai semuanya?"

"Sekarang kalian tau kan isi hatinya kak Supra? Kalian tau kan gimana perasaan dia dulu? Kalian juga udah ngerti, kenapa Hali bersikap kaya gini?"

"Intinya..kita ini kurang memahami satu sama lain, dan gak pernah nyoba buat liat dari perspective masing masing" sahut Sifia

Sementara Altezza tampak sedang memikirkan sesuatu, dan Halilintar melihat perubahan mimik wajah ayahnya,

"Tenang aja, Hali gak egois kok cuma nuntut kalian buat ngertiin kak Supra atau Hali aja. Tadi ayah juga udah ngejelasin dari sudut pandang ayah, dan Hali udah paham"

"Tapi yah, Hali minta satu hal. Bisa gak mulai sekarang, ayah gak usah terlalu mikirin penilaian orang lain? Itu sama sekali gak ada ngaruhnya buat hidup kita. Malah jadi penyakit hati tau gak?"

Si empu mendengus samar, yang dikatakan Halilintar memang tidak ada salahnya. Jadi, ia pun mengangguk mengiyakan, dan bilang bahwa mulai saat itu juga mereka akan menjalani hidup sesuai dengan kenyamanan mereka.

Tidak lagi pusing dengan penilaian orang lain, tidak lagi ingin merasa lebih unggul daripada siapapun. 

Mereka akan menjalani hidup dengan menjadi diri sendiri.

.

.

.

.

.

.

.

Tahun kedua telah tiba, dikelas sebelas semester satu ini Halilintar kembali aktif di berbagai ekskul yang ia minati dulu.

Dan hari ini, ia tengah mewakili sekolahnya untuk lomba volly antar sekolah. Awalnya semuanya berjalan lancar. Tim Halilintar terus menerus mencetak point dengan sempurna sampai masuk di babak grand final.

Tapi, kejadian yang tidak diinginkan terjadi. Halilintar mengalami cedera di bagian kepala karena ulah licik dari tim lawannya. Yang mengharuskan dirinya dilarikan ke rumah sakit dengan segera.

Butuh waktu dua minggu ia menjalani rawat inap, karena saking fatalnya luka yang ia dapat.

Dan disinilah sekarang ia berada, duduk disebuah kursi roda dan menyusuri koridor rumah sakit bersama ibunya setelah melakukan sebuah pemeriksaan,

"Hali, temen Hali yang waktu smp, gimana kabar mereka sekarang?" Sifia memulai obrolan lebih dulu

"Ice sama Solar? Entahlah, Hali udah gak pernah berhubungan lagi sama mereka semenjak masuk SMA, udah gitu rumah Ice juga pindah. Kalau solar sih kayanya enggak"

"Hali juga udah ganti nomer, lupa yang mereka gak ke masukin. Nanti deh Hali cari lagi di rumah, kalau gak salah..rasanya masih Hali simpen..kalau gak salah sih ya" sahutnya panjang lebar

Sifia hanya manggut manggut saja, dan fokus mendorong kursi rodanya dengan seksama

"Tolong minggir!"

Teriakan dari seorang dokter bersamaan dengan kasur pasien yang di dorong cepat.

Sifia dan Halilintar langsung menepi, memberi jalan pada dokter dan perawat yang tengah membawa pasien. Mereka berdua cukup terkejut saat melihat pasien itu terluka dibagian pergelangan tangan dan lehernya. Sayang sekali wajahnya tidak terlihat.

Tapi bagi Halilintar, entah kenapa rasanya pasien itu terasa tidak asing.

Mendadak perasaanya jadi tidak enak, aneh, padahal beberapa menit yang lalu ia merasa biasa saja. Tapi setelah melihat pasien itu, rasanya mata sedikit berair dan dadanya panas, sesak tidak karuan.

Semakin dibuat terkejutlah dia ketika melihat satu sosok yang sangat ia kenali, tengah berlari kecil dengan wajah yang panik.

"Taufan?" panggil Halilintar

Yang dipanggil menoleh, dan mengernyit melihat teman satu les nya dulu ada disini

"Hali?" Taufan mendekat, sejenak lupa dengan tujuan awalnya tadi

"Lo ngapain disini Fan?"

"Eh? Oh iya..itu, sepupu gue..emm, k-kecelakaan" sahutnya gelagapan

Ekspresi wajahnya seolah sedang menutupi sesuatu,

"Okelah, kalau gitu gue permisi dulu ya. Nanti gue mampir ke ruangan lo. Duluan tante"

Ucapnya yang langsung melenggang pergi, padahal Halilintar masih mau bertanya, tapi ya sudahlah nanti saja, ia juga tidak mau menganggu.



= Perspective =
END



Ya. Bersambung lagi ke seri berikutnya, tunggu ajalah bagi yg mau

19 September 2023
=====
TBC

EpiphanyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang