23. Boleh Peluk?

56 3 0
                                    

Aloha aku balik lagiiii
Ayo guys ramein biar aku semangat up terus eheheh
Happy reading

Chacha langsung menoleh pada Seungwoo namun dengan tatapan datar.

"Saya nggak papa Pak," ucap Chacha pelan dan menunduk, ia kesal, tapi ia juga takut menunjukkan rasa kesalnya pada Seungwoo.

"Pak? Kamu kenapa? Saya ada salah apa sama kamu?"

"Nggak ada kok Pak," ucap Chacha masih mode menunduk, kalau boleh jujur sih ia sangat takut sekarang. Ia sangat takut Seungwoo marah dan berdampak pada skripsinya. Ah demi apa pun Chacha tak mau hal itu terjadi, sangat tidak mau.

"Sekali lagi ya kamu manggil saya Pak."

"Ya Tuhan gini amat punya dosen, mau nangis."

"Maaf Kak," ucap Chacha pelan, sangat pelan.

"Lihat saya," ucap Seungwoo, ia memegang dagu Chacha sehingga perempuan itu mau tak mau menatap pria tersebut. Chacha meneguk ludah kasar, ekspresi Seungwoo datar tapi tampak menakutkan.

"Kamu kenapa? Sejak keluar dari toko roti kamu diam terus."

"YA MENURUT LO AJA SIH, MIKIR DIKIT, ITU OTAK DIPAKE, JANGAN DIPAMERIN AJA." Cari mati sih kalau Chacha berani berbicara seperti itu, tapi di satu sisi ia semakin kesal pada Seungwoo. Ia sudah tahu Chacha mulai diam sejak keluar dari toko roti masa iya tak tahu kenapa Chacha tiba-tiba diam? Ah yang benar saja.

"Nggak papa Kak, aku cuman kepikiran aja, apa aku se-nggak punya duit itu ya sampe sesuatu yang aku pengen kasih ke Daren aja mesti dibayarin sama Kakak." Nah, Chacha akhirnya berbicara seperti itu. Seungwoo menghela napas, ia tak ada maksud apa-apa, ia memang hanya ingin membayarnya tapi ternyata Chacha malah menanggapinya dengan cara yang berbeda.

"Padahal aku udah nyediain uang buat itu, memang nggak seberapa sih, tapi aku berusaha buat itu," ucap Chacha, perempuan itu perlahan menangis pelan. Chacha sedih karena usahanya tak terlihat, tapi ia lebih sedih karena tak bisa mengungkapkan apa yang ia rasa. Intinya Chacha frustasi dengan dirinya sendiri, ini salah satu alasan Chacha sulit menerima orang lain di hidupnya apalagi yang namanya pasangan. Menghadapi dirinya sendiri saja Chacha merasa tak sanggup, apalagi menghadapi orang lain.

"Maafin Saya, saya nggak ada maksud apa-apa," ucap Seungwoo, ia menarik Chacha ke pelukannya kemudian mengelus lembut rambut perempuan itu. Chacha sempat terkejut karena Seungwoo memeluknya tapi tubuh perempuan itu seolah membeku dan tak bisa berbuat apa-apa.

Setelah tangisan Chacha mereda Seungwoo melepaskan pelukannya. Ia menangkup wajah Chacha dan mengecup sekilas kening perempuan itu. Entah karena masih belum sepenuhnya fokus atau bagaimana, Chacha sedikit pun tak ada merespon aksi Seungwoo.

"Sekali lagi saya minta maaf ya, jangan diamin saya kayak gini ya. Tolong jangan silent treatment, saya nggak paham, saya nggak bisa baca pikiran," ucap Seungwoo lembut dan Chacha lagi-lagi hanya mengangguk.

***

"Makasih banyak ya Kak," ucap Chacha begitu tiba di kost-an, ia tak mengizinkan Seungwoo turun karena kalau jam-jam segini tongkrongan tempat kost Chacha akan ramai. Ia tak ingin mereka bertanya-tanya siapa Seungwoo karena Chacha terlalu malas menjelaskan hal tersebut.

"Sama-sama, maaf ya yang tadi, lain kali kalo saya buat salah tolong kamu ngomong ya. Saya bukan cenayang, saya nggak bisa segampang itu nebak isi hati kamu." Inilah memang salah satu sifat buruk Chacha, perempuan itu sering memberlakukan silent treatment. Bukannya mau membela diri sih, tapi Chacha memang tipe yang sulit mengungkapkan isi hatinya sehingga ia lebih banyak diam dan menahan apa yang ia rasakan.

"Eum ... iya Kak."

"Good girl, gimana progres?"

"Segera saya siapkan Pak, besok saya kirim." Seungwoo tertawa kecil melihat perubahan Chacha yang langsung memanggilnya Pak dan ekspresinya yang langsung berubah seolah ia tengah menghadapi orang yang berbeda.

"Kan masih berduaan, panggil kakak aja, ok?"

"Iya Pak, eh Kak."

"Lucu banget sih," ucap Seungwoo, ia kemudian mengacak pelan rambut Chacha.

"Kalau begitu aku izin masuk ya Kak."

"Bentar," ucap Seungwoo sembari menahan tangan Chacha.

"Eum?"

"Boleh peluk?" Chacha tak dapat menyembunyikan wajah terkejutnya, ia tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

"Kaca saya gelap kok, tapi kalo nggak boleh nggak papa. Maaf ya kalo saya terlalu lancang," ucap Seungwoo tersenyum, namun sialnya dapat Chacha rasakan kekecewaan dari nada suara pria itu.

"Eum ... peluk aja kan Kak?" tanya Chacha, perempuan itu menggigit bibir saking gugupnya.

"Udah, lupain aja, anggap aja saya nggak ngomong apa-apa. Sana, langsung istirahat ya."

"Siap Kak," ucap Chacha kemudian keluar dari mobil Seungwoo sebelum pria itu berubah pikiran dan kembali meminta pelukan pada Chacha. Setelah mobil pria itu tak terlihat lagi Chacha pun masuk. Benar saja, teman-teman Chacha yang ada di tongkrongan langsung menggoda perempuan itu habis-habisan. Seungwoo tak keluar saja sudah seperti itu, apalagi kalau sampai Seungwoo muncul, sudah bisa dipastikan satu kost-an Chacha heboh menggila.

Chacha langsung beres-beres dan siap-siap untuk mengerjakan revisiannya. Beruntung Yuqi sedang keluar bersama sang pacar sehingga Chacha bisa masuk kamar dengan tenang, kalau ada Yuqi perempuan itu pun akan menggoda Chacha habis-habisan. Di kamar hanya ada Arin satu kamar Chacha, perempuan itu tak tahu banyak dan mereka juga bukan tipe yang begitu banyak berbicara. Mereka hanya akan mengurus urusan masing-masing.

"Oke, sekarang kita lanjut," ucap Chacha sembari membuka laptopnya. Perempuan itu memang terbiasa mengerjakan revisiannya pada malam hari hingga subuh yang tentunya ditemani dengan kopi pekat yang pahitnya mewakili pahit hidup. Ditambah lagi Seungwoo juga menyediakan pilihan bimbingan online dan offline sehingga Chacha tak harus bertemu pria itu. Setelah mengirim revisian Chacha pun bisa tidur sepuasnya. Tak jarang orang-orang sampai mempertanyakan kuliah Chacha karena perempuan itu tampak jarang ke kampus dan bangun pagi. Sangat berbanding terbalik dengan Arin yang hampir tiap hari ke kampus bimbingan.

"Hah ..." Aktivitas Chacha terhenti saat ia mengingat Seungwoo yang meminta izin untuk memeluknya. Chacha auto takut sendiri mengingat permintaan Seungwoo tadi, perempuan itu bahkan auto merinding.

"Aduh Cha, ayo fokus kerjain revisi. Jangan gara-gara dia kamu jadi nggak fokus," batin Chacha.

[Jangan begadang, besok aja kerjain.]

Chacha menoleh sekilas pada ponselnya saat pesan dari Seungwoo masuk, tentu saja itu berbeda dengan nomor yang ia gunakan pada mahasiswa lain. Itu adalah nomor pribadi untuk orang-orang terdekatnya. Chacha memilih untuk mengabaikan pesan tersebut karena apa pun ceritanya ia ingin segera menyelesaikan revisinya. Ia juga ingi cepat-cepat lulus.

***

"Fiuh ... finally siap, sekarang tidur ..." ucap Chacha setelah menyelesaikan revisinya jam sudah menunjukkan pukul empat pagi saat Chacha mengirimkan revisinya pada Seungwoo via e-mail. Ia akan mengabari dosennya itu besok pagi. Tak enak juga mengirimkan pesan via WA jam segini. Perempuan itu lantas bersiap untuk tidur.

Bapak Dosen II Han Seungwoo Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang