13. At Seungwoo's Apartment

65 4 0
                                    

"Anj-" Lagi-lagi Chacha hampir saja mengumpat melihat penampilan Seungwoo, pria itu memakai celana pendek selutut dan kaus tanpa lengan. Tampaknya pria itu baru menggunakan parfum, aroma tubuhnya sangat enak, membuat Chacha candu, eh?

"Ah gila, otak jangan aneh-aneh deh,"batin Chacha.

"Maaf ya tadi saya ada urusan mendadak," ucap Seungwoo sembari duduk di samping Chacha, ya.

"Ya ampun deket banget, nggak kuat gue," batin Chacha, jantung perempuan itu bahkan berdetak dengan sangat kencang.

"Iya Pak nggak papa Pak," ucap Chacha.

"Kamu nggak papa 'kan?" tanya Seungwoo.

"Ya Tuhan ngapain ditatap sih? Nggak kuat, huaaa ..." Chacha rasanya ingin melarikan diri ditatap Seungwoo seperti itu, bisa-bisanya Seungwoo menatap dirinya dengan sedalam itu, Chacha tak kuat Pak, sangat tidak kuat.

"Iya nggak papa kok Pak," ucap Chacha, ia berusaha tersenyum agar Seungwoo yakin kalau ia memang baik-baik saja.

"Ya sudah mana punya kamu," ucap Seungwoo, Chacha membuka laptop dan mereka pun mulai bimbingan. Tentunya dengan jantung yang berdetak tak jelas dan mata yang liat ke sana kemari, yang penting tidak melihat Seungwoo, bahaya soalnya.




DUARR!!!

Chacha tersentak kaget ketika mendengar bunyi petir yang begitu keras, mereka sontak melihat ke jendela dan cuaca yang tadinya cerah tiba-tiba gelap.

"Perasaan tadi cuacanya panas terik deh," ucap Chacha pelan.
"Fokus dulu," ucap Seungwoo.
"Eh iya Pak, maaf," cicit Chacha, perempuan itu pun kembali melanjutkan proses bimbingannya ditemani dengan bunyi petir yang terus-menerus muncul membuat jantung Chacha terkejut hingga kelelahan.

"Ya Tuhan, ngeri banget petirnya," keluh Chacha, bahu perempuan itu semakin merosot ketika hujan turun dengan begitu lebat. Artinya Chacha tak bisa langsung pulang, untungnya sesi bimbingan sudah selesai, tapi itu artinya ia akan canggung berduaan dengan Seungwoo.

"Saya tinggal sebentar ya."

"Siap Pak," ucap Chacha dan Seungwoo pun pergi ke dapur sedangkan mata Chacha kembali melirik ke seluruh penjuru ruangan.

"Istri sama anaknya mana sih? Apa jangan-jangan apartemen ini buat dia main? Gila? Jangan sampe gue jadi mainan dia, demi apapun gue nggak mau, nggak akan pernah mau," batin Chacha.

"Nih diminum dulu," ucap Seungwoo sembari menyajikan dua gelas coklat panas. Sebenarnya lebih panas Seungwoo nya sih, eh? Sadar Chacha sadar, dosen kamu itu suami anak satu.

"Makasih banyak Pak," ucap Chacha.

"Hujannya deras parah, kayaknya bakal lama," ucap Seungwoo.

"Iya Pak," ucap Chacha seadanya.

"Gimana proses ngerjain skirpsinnya? Ada kendala?" tanya Seungwoo membuka topik, setelah dipikir-pikir ia harus melakukan pendekatan dengan cara yang lembut. Soalnya kalau dilihat-lihat Chacha sangat mudah terintimidasi, yang ada ia berusaha menghindari Seungwoo jika pria itu menggunakan cara dingin dan mendominasi.

"Ahaha, ya ada lah Pak, dan itu kan wajar," ucap Chacha lengkap dengan senyumnya, kalau ditanya soal skirpsi Chacha otomatis mode kuat tahan banting, padahal setiap kali ia mengerjakan tugas akhir tersebut selalu ditemani dengan air mata, terkadang Chacha sendiri penasaran dengan pasokan air matanya yang terasa begitu banyak. Dalam satu hari saja entah berapa kali perempuan itu menangis, intinya setiap kali ia sendirian pasti perempuan itu akan menangis.

"Kalo ada kendala jangan sungkan-sungkan ngomong sama saya, saya kan dosen pembimbing kamu." Eh? Chacha tentu saja kaget mendengar perkataan dosennya tersebut, memang perkataan itu adalah perkataan yang wajar. Namun yang tidak wajar adalah kalimat tersebut keluar dari mulut seorang Han Seungwoo, ada apa gerangan? Apa Seungwoo kena sambet sesuatu? Atau ada udang di balik batu? Begitu banyak pertanyaan muncul di kepala Chacha mendengar Seungwoo berkata seperti itu.

Bapak Dosen II Han Seungwoo Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang