ɪɴꜱᴇᴄᴜʀᴇ

121 24 2
                                    


Theo memasukkan buku pelajarannya, pagi ini rasanya berat, dia malas pergi ke sekolah, malas dengan dirinya yang begini-begini saja.

Dia tidak sepopuler temannya yang lain, ibarat kata di paling underrated di antara mereka, dia sendiri kurang populer.

Walaupun sering peringkat satu di kelas, ya tetap saja terus begini, lagi pula apa yang mau di harapkan.

"Mending mandi aja deh." Melepaskan kacamatanya, Theo mulai melangkah ke kamar mandi.

                        •••

"Woi, si murid rajin tumben bener belum dateng, masa duluan gue." Satria langsung melemparkan tasnya, tas tersebut mengenai muka Liam.

"Anjing, lo pikir muka gue tong sampah apa."

"Sorry, gue gak liat lo."

"Lah, bener juga padahal gue mau nyontek Matematika."

"Nyontek mulu lo jun." Hisam juga sebenarnya pengen nyontek.

"Tau dah, kemana tuh bocah, bisa-bisanya kesiangan."

                          •••

Nafas Theo tidak beraturan, dia rasanya mau tidur aja di rumah.
Gerbang sekolah telah ditutup, ini semua karena jalanan macet.

"Gila, gue telat anjir."

Bisa-bisanya ia telat, mana jam pertama itu pelajaran Matematika, mampus sih ini untung saja hari ini ia tidak membawa motor.

"Lo telat juga?" tanya gadis yang kini berada di sebelah Theo.

"Iya, gue telat mana sekarang ada pelajaran Matematika."

"Lo tau jalan pintas buat masuk ke sekolah, gue denger-denger katanya ada."

Seakan baru kepikiran, oleh perkataan orang di sebelahnya, padahal Theo tau jalan tersebut dari Satria, maklum dia kan anaknya rada begajulan.

"Gue tau, ayo ikut gue." Theo menarik lengan tersebut, dia sama sekali belum melihat tangan siapa yang ia pegang.

"Aduh, bisa pelan-pelan dikit gak."

"Maaf, gue cuma gak mau kita telat."

Berbalik untuk melihat orang tersebut, dia langsung melepaskan genggaman tangannya, saking terkejutnya, tangan yang barusan ia pegang, adalah tangan Belle cewek yang dia sukai.

"Udah Deket?" tanya Belle, karena tiba-tiba mereka berhenti.

"Iya udah deket kok, tapi kita harus naik tangga." Benar-benar situasi yang tidak terkira oleh Theo, dia bisa berbicara langsung dengan crush-nya.

"Mana gue pake rok lagi."

Theo langsung melepaskan Jaket Denim miliknya. Dia memberikannya kepada Belle.

"Lo bisa ngikat ini di bisa naik duluan."

Belle langsung meningkatkan Jaket tersebut di pinggangnya.

"Lo bisa naik duluan, biar gue yang belakangan." Theo mempersilahkan Belle untuk pergi duluan.

"Jangan ngintip." Belle memperingatkannya untuk tidak mengintip.

Theo langsung menunduk, telinganya jadi memerah, karena malu.

"Sekarang lo boleh naik, gue udah turun, kebetulan lagi sepi buruan nanti keburu ketahuan guru BK."

"Oke." Theo mencopot kacamata yang ia kenakan, kemudian memasukkannya ke dalam tas, agar tidak rusak.

Ternyata temboknya tidak terlalu tinggi, dia turun dengan keadaan selamat.

"Gue, cabut duluan ya, bye." Theo segera berlari pergi, dia sudah tidak kuat berdekatan dengan Belle.

"Tunggu, Jaket Lo...." Padahal Belle ingin mengembalikan Jaket tersebut, tapi orangnya sudah lari pergi.

                           •••

"Nggak aman buat jantung, gila gue mimpi apa semalem." Theo memegang dadanya yang masih berdetak kencang.

Tidak berniat menceritakan kejadian tersebut kepada teman-temannya, lantaran Theo takut di sebut halu.

Lagian dia ingin tetap merahasiakan kejadian ini, lagi pula nanti mereka hanya akan mengejeknya, mungkin sudah saatnya Theo berubah.

Theo membuka pintu kelas, ternyata belum ada guru, dia langsung berjongkok lemas.

"Woi, tolongin temen kita pingsan anjir." Terikan Juna langsung membuat mereka menoleh ke arah pintu.

"Anjing, lo kenapa yo? Duduk dulu bro." Satria langsung berjongkok di sebelah Theo.

"Lo kenapa anjir, datang-datang langsung bengek begitu, mana hampir telat lagi." Liam teman sebangkunya pun heran, bisa-bisanya seorang Theo telat.

"Minum dulu."

"Thanks Jun." Theo segera menengguk minuman tersebut.

"Jangan lupa bayar."

Theo langsung tersedak ketika Juna mengatakan hal tersebut, bisa-bisanya disuruh bayar.

"Temen bangsat, jangan nyontek lagi ke gue."

"Mampus lo," balas Hisam.

"Muka sama telinga lo merah-merah anjir." Liam masih terus memperhatikan tingkah laku Theo.

"Gue capek abis lari-lari, mana tadi manjat tembok lagi."

"Murid teladan kini mulai mengikuti jejak gue, bagus-bagus." Satria tersenyum bangga, dia menepuk bahu Theo.

Crush On You | Taesan - BelleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang