06

165 22 2
                                    

Sudah dua tahun berlalu semenjak saat itu, si kembar sudah memasuki sekolah menengah atas, dan Saga sudah memasuki kelas akhir, beberapa bulan lagi anak itu sudah menjadi mahasiswa, semoga.

Bayu sedang bingung sebenarnya.  Akhir-akhir ini dia semakin sering ditinggal oleh keluarganya. Bayu sering sendirian sejak dirinya pulang sekolah hingga jam 8 malam. Entah kemana mereka pergi. Ketika anak itu bertanya dengan baik-baik, pasti salah satu dari mereka selalu menjawab dengan sarkas, 'Kakak dan Biru punya kelas tambahan. Kamu jangan banyak tanya bisa nggak sih?'

Tak hanya itu, Biru juga semakin pendiam. Yang Bayu takutkan adalah, dia semakin kurus dan pucat, terkadang juga Bayu memergokinya sedang bernafas secara tersenggal. Bayu takut akan ada hal buruk yang terjadi saudaranya itu.

Tak terasa pun dirinya sudah melamun sejak satu jam yang lalu di bawah teras rumah. Memandangi hujan dengan tatapan kosong sembari memegang secangkir teh yang telah ia buat. Untuk saat ini, dirinya hanya bisa menunggu semua anggota keluarganya pulang. Sebenarnya suasana disana sangat dingin mengingat hujan yang cukup lebat, tapi keberanian untuk masuk ke dalam rumah sangat ciut karena sedang ada pemadaman listrik. Usianya memang sudah 16 tahun, tapi tetap saja dia adalah anak yang penakut.

Hari sudah semakin larut, Bayu berdecak kesal. Terkadang dia kesal pada saat-saat yang seperti ini. Dia seperti kurang perhatian. Semua keluarganya selalu terfokus pada Saga dan Biru. Memangnya apa yang sedang mereka lakukan akhir-akhir ini, sampai-sampai mereka melupakan satu anak yang selalu sendirian di rumah besar itu.

Bayu menyeruput teh hangatnya, matanya berkaca. Sudah 16 tahun dirinya dilakukan berbeda seperti ini. Jika ditanya, mereka akan menjawab dengan ketus, kecuali Biru, dia hanya diam kalau ditanya. Bayu bingung.

"Memang se rahasia itu ya, sampai-sampai aku nggak berhak tahu?"

Beberapa menit kemudian, lampu menyala kembali. Itu tandanya listrik sudah diperbaiki. Bayu melangkah menuju ke dalam rumah karena hari juga sudah semakin malam.

Tin tin!

Bayu menunda langkah, dia berbalik, mendapati mobil hitam yang terparkir di depan gerbang rumahnya. Salah satu dari mereka melambai, mengisyaratkan Bayu untuk membuka gerbang untuk mereka. Bergegas dia mencari payung dan membukakan gerbang untuk mereka.

"Akhirnya." gumam Bayu setelah mobil hitam itu masuk ke dalam garasi.

Bayu mengekor di belakang, seraya membawakan tas sekolah saudaranya, "Kalian dari mana?"

"Sudah berapa kali papa bilang Bayu? Jangan ikut campur urusan orang lain."

"Pa, Bayu cuma nanya."

"Bayu, kami masih lelah, tolong jangan buat masalah dulu bisa?"

"Tapi—"

"Bantah terus, heran." sela Saga yang rautnya sudah sangat sinis.

Bayu mengalah lagi. Dia lebih memilih untuk mengikuti Biru dan meletakkan tasnya di kursi belajar adik kembarnya itu. Sementara Biru langsung merebahkan tubuhnya di kasur. Tertidur.

"Biru, jawab aku dulu Ru, kamu sebenernya sakit apa? Udah 16 tahun aku nunggu jawaban kamu. Kenapa semua orang tutup mulut? Aku juga bagian dari keluarga ini Ru."

"Bisa tinggal dulu? Aku cape Yu, besok aku juga mau lomba olimpiade. Tolong jangan ganggu aku dulu ya?"

"Ooh, oke."

Bayu mengalah lagi, kalau tidak Biru akan menangis dan dadanya akan terasa sesak lagi. Nanti kalau salah satu dari keluarga mereka tahu, pasti Bayu yang akan disalahkan. Jadi dia memilih untuk mengalah.

'Kapan aku dianggap ada di keluarga ini? Aku ada, tapi peranku mati.'

+×+

Novel klasik yang ada di tangan Bayu ditutup kembali. Jam sudah menunjukkan tengah malam dan Bayu sama sekali belum mengantuk. Dia mempunyai masalah tidur beberapa bulan belakangan ini.

Bayu mengambul ponselnya, lalu membuka salah satu sosial media. Dia membaca-baca berita yang mungkin cukup membosankan untuk dibaca. Berita yang sama sejak kemarin. Ah kalau sudah seperti ini dia bingung ingin melakukan apa. Belajar? Tengah malam seperti ini dirinya sudah sulit untuk berkonsentrasi.

Seperti malam-malam sebelumnya, Bayu hanya berbaring dan mematap langit-langit kamar.

Ceklek...

Pintu kamar terbuka, Bayu memalingkan pandang dari langit-langit. Ternyata orang berkacamata dan bertubuh tinggi yang datang. Saga.

"Belum tidur?"

"Kakak lihat sendiri kan?"

Saga masuk dan bergabung. Berbaring di samping Bayu untuk melepas penatnya. Kantung mata saga terlihat jelas. Menandakan betapa kerasnya dia untuk mengejar pendidikan.

"Kamu kenapa akhir-akhir ini nyebelin?"

"Aku?" tunjuk Bayu pada dirinya sendiri.

"Bayu, aku mungkin kurang berhak buat berkata ini, tapi aku mohon sama kamu, tolong jangan tanya Biru soal penyakitnya."

"Aku aja nggak tahu dia sakit apa, kak."

"Aku tahu kamu itu kepo. Tapi, Biru mungkin belum siap buat ngasih tahu kamu. Lagi pula kalau Biru ngasih tahu kamu, kamu bisa apa? Sekolah beda, Biru les, pulang malam. Habis itu sampai rumah langsung tidur. Bahkan kayaknya kamu jarang ngomong kan sama Biru semenjak SMA?"

"Iya kak."

"Tolong jangan hantui dia dengan pertanyaan klasikmu itu, Yu. Dia udah cape seharian di sekolah. Jangan bikin dia tambah cape. Ngerti kan Yu?"

"Kak, boleh tanya sesuatu?"

Suasana hening. Saga mengangguk untuk merespon adiknya.

"Kenapa selalu aku yang disuruh buat ngertiin keadaan? Aku juga pengin dingertiin kak."

"Bayu, ini bukan soal keadaan. Tapi soal Biru."

"Jadi maksudnya, di keluarga ini Biru lebih penting dari pada aku?" Bayu menahan sesak di dadanya, "Kita kembar kak kalau kakak lupa."

+×+

Dari Bayu || Choi Beomgyu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang