05

159 17 2
                                    

Setelah kejadian pada malam itu, hubungan mereka merenggang satu sama lain. Seakan tak saling membutuhkan. Kini, menyapa pun jarang. Yang pasti terhalang oleh gengsi yang tebal.

Bayu mengaku kalau dia salah. Mulutnya asal keluar kata pada malam itu. Dia lupa akan perasaan Biru bagaimana setelah mendapatkan rentetan kata kebencian. Tapi Bayu bingung bagaimana cara ia meminta maaf ke Biru. Biru selalu menghindar saat ia mendekatinya.

Sedangkan Biru, cukup sensitif kalau membahas soal kasih sayang. Dalam pikirannya, kedua orang tua mereka sudah membagi kasih sayangnya dengan adil. Walau hanya saja dalam beberapa waktu mungkin dia membutuhkan lebih banyak perhatian karena sakit yang ia derita sejak bayi. Tapi rasa tak terima muncul saat Bayu berkata kalau orang tuanya pilih kasih. Memang, Bayu tahu apa tentang sakitnya?

Di hari senin cerah ini, seperti sekolah pada umumnya, Mereka melaksanakan upacara bendera. Bayu berbaris di barisan paling belakang, dengan slayer biru yang menggantung rapi di kerah lehernya.

Dari belakang, terlihat jelas ada salah satu murid yang mundur dari barisan, pucat pasi. Bayu tahu betul siapa dia. Ya, Biru, dengan langkah terseroknya. Dia terlihat tak berdaya, tubuhnya dipapah oleh dia rekan Bayu yang sama-sama bertugas pada hari itu.

'Sakit lagi? Biru, sebenarnya kamu sakit apa?'

Sebenarnya Bayu ingin sekali mengejar mereka, tapi sayangnya hari ini cukup banyak yang sakit dan pingsan. Sesuai kewajiban organisadinya, akhirnya dia mengurungkan niatnya untuk melihat kondisi adik kembarnya di uks.

"Bayu! Mau langsung balik ke kelas?" sapa Tian sembari berlari kecil. Upacara sudah selesai omong-omong.

"Duluan. Aku mau lihat Biru di uks."

Bayu berlari menjauh meninggalkan Tian begitu saja. Walau lelah, tapi rasa penasaran terhadap kondisi adiknya itu lebih besar. Wajahnya pucat sekali tadi, dia yakin Biru hampir pingsan jika telat satu menit saja, melihat kondisinya yang berjalan terserok-serok.

Setelah sampai ke dalam uks, kondisi uks sudah cukup sepi, hanya tinggal beberapa orang saja. Dari depan pintu yang terbuka lebar sudah terlihat jelas Biru yang sedang tertidur di brankarnya.

"Mau lihat Biru?"

Sapa salah satu temannya yang sama-sama sedang bertugas disana.

Bayu mengangguk tanda mengiyakan. Kemudian langkahnya pelan menuju ke hadapan brankar sang adik. Menatap nanar kearah Biru yang masih terbaring lemah.

"Biru..."

"Pergi Yu."

+×+

"Biru kamu pinjam pulpenku?"

Biru menatap buku dengan cukup serius. Kepalanya menggeleng pelan tanda mengatakan tidak. Sebrnarnya mereka berdua baru saja pulang sekolah. Baru saja sampai di rumah. Bedanya memang Biru yang dijemput oleh supir dan Bayu yang lebih memilih untuk menaiki sepeda. Biasanya ketika pulang sekolah seperti ini, dua sejoli itu selalu menghabiskan waktu berduanya untuk sekedar bermain game online atau bermain uno. Tapi sudah satu minggu terakhir ini keduanya lebih memilih untuk masuk kamar dan mengurusi dirinya masing-masing.

Saat ini, Bayu mulai merasa kesepian. Kebiasaan yang setiap pukul dua mereka lakukan kini mendadak tidak dilakukan lagi. Bayu bosan hanya tiduran di kamar dan bermain game sendirian. Dia juga rindu teriakan Biru saat kalah main game.

"Bir—"

"Apa lagi? Apa jawabanku kurang? Maumu apa sih sebenarnya?"

Biru membanting buku novel yang sedang ia baca ke lantai. Lalu melepas kacamatanya dan meletakkan benda itu di atas meja belajar dengan cukup kasar. Amarah Biru seperti meluap-luap kalau melihat Bayu ada di depannya.

"Mau apa? Aku sudah meladenimu. Sekarang mau apa? Kalau nggak ada kepentingan mending keluar dari kamarku!"

"Biru aku nggak bermaksud, maksudku...maaf. Aku mengaku salah. Maaf atas perkataanku malam itu. Aku sedang emosi saat itu."

"Dan meluapkannya kepadaku?"

"Kamu tahu kan kemarin aku baru saja dipukuli papa? Rasanya bahkan masi sakit sampai sekarang, Ru. Aku harap kamu bisa ngertiin aku."

"Nggak semua orang harus ngertiin kamu Yu, aku juga punya hati. Kalau boleh jujur sakit rasanya pas kamu bilang gitu. Bahkan kamu bilang aku ini itu tanpa tahu kondisi aku yang sebenarnya."

Bayu mengangguk mengerti, wajahnya kembali melesu. Perkataan Biru membuat dia sadar kalau memang semua orang tidak harus bisa mengerti dirinya. Memangnya sepenting apa dirinya sampai-sampai harus dimengerti semua orang?

"Aku maafin kamu."

Biru memegang pundak kakak yang lebih tua lima menit darinya itu, "jangan kayak gitu lagi ya?"

+×+

"Biru, kalau aku boleh tanya, sebenarnya selama ini kamu sakit apa?"

Bayu membuka percakapan setelah sekian lama saling diam setelah film terakhir selesai tayang. Tangan anak itu tak henti-hentinya memakan chiki yang ia ambil di kulkas.

"Hm?"

"Kamu sebenarnya sakit apa?"

"Em...Aku—"

Ceklek

"Makan malam adik-adik."

Yah seperti itulah. Bayu lagi dan lagi gagal untuk mencari tahu tentang sakit yang diderita Biru. Setelah kemunculan kakaknya yang tiba-tiba itu, Biru langsung melompat dari atas kasur dan keluar kamar menyusul Saga.

'Makasih Kak Saga.'

+×+

Dari Bayu || Choi Beomgyu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang