08

143 24 2
                                    

Untung pada saat itu jalanan sepi, mobil hitam itu sampai di rumah sakit dengan selamat walaupun sempat hampir menabrak pembatas jalan beberaa kali. Bayu dengan gegabah langsung menggendong tubuh sang adik yang kini sudah terlukai lemas.

"Bayu," suara mengambang yang Bayu dengar, sebelum akhirnya Biru menjatuhkan kepalanya di pundak Bayu.

"Biru! Tolong, tolong!" Bayu semakin panik dan mempercepat langkahnya untuk mencari bantuan.

"Sini, nak apa apa yang terjadi?" terlihat dua perawat yang mungkin sudah cukup berumur berlari dan membawa brankar dengan terburu-buru.

"Tolong kembaran saya." mohon Bayu, dia memindahkan tubuh Biru ke atas brankar, setelahnya mengekori dua perawat tersebut.

Sudah sekitar setengah jam Bayu menunggu di luar. Pikirannya berkecamuk sekarang, bahkan saking paniknya dia lupa sampai tidak membawa dompetnya dari rumah. Beralas kaki pun tidak.

Dia mengecek saku celana, ada handphone nya disana. Setelah di cek memang sekarang baru jam tiga dini hari. Pantas saja jalanan sepi. Bayu membuka roomchat grup keluarga mereka, mencoba mengabari seseorang, berharap ada satu dari tiga orang yang bisa membaca pesan itu segera.

Biru di rumah sakit

Tak ada tanda-tanda akan dibalas, Bayu kemudian mematikan ponselnya kembali. Memang, siapa yang online saat jam 3 pagi? Kebanyakan orang pasti sedang tidur sekarang.

Ceklek

"Kamu saudaranya?"

Bayu yang mendengar lantunan itu langsung berdiri menatap sang dokter.

"Iya, saya kembarannya."

"Kita perlu bicara, ini tentang kondisi kembaranmu."

+×+

"Mana Biru?"

Sorot mata wanita setengah baya itu panik, tangannya memegang tangan Bayu dengan erat.

"Di dalam, ma." ucap Bayu pelan.

Sesaat, Yura melongok dari jendela bangsal, setelahnya matanya memerah, dia menangis. Biru belum juga sadar sejak tadi malam. Dirinya masih sangat lemah dengan bantuan alat-alat medis yang bertengger di tubuh ringkihnya.

"Makan dulu."

"Aku nggak nafsu makan kak." ucap Bayu pada Saga yang baru saja dari kantin.

"Makan dulu kakak bilang!" ucap Saga memaksa. Dengan berat hati Bayu mengambil sebungkus roti itu dari Saga. Setelahnya Saga duduk di samping Bayu sembari memakan rotinya dengan lahap.

"Hiks...Biru, anak mama." ucap Yura, yang disampingnya ada Galih—papanya yang sedang menenangkan sang istri.

"Masuk aja, ma. Dibolehin masuk kok." gumam Bayu.

Mendengar itu lantas kedua orang yang sedang menatap nanar Biru dari jendela langsung membuka pintu bercat putih itu dan masuk ke dalamnya.

Kini tersisa Saga dan Bayu yang diluar. Bayu masih menatap nanar roti cokelat memberian Saga. Dia benar-benar tak nafsu makan sejak jam tiga tadi.  Pikirannya hanya tertuju pada Biru, kembarannya yang sedang diambang batas sekarang.

"Biru penting, tapi kamu juga penting. Makan sekarang, jangan sampe kamu ikut sakit." celetuk Saga.

"Memang ada yang peduli sama aku selama ini?"

"Aku, aku peduli."

Bayu menunduk dalam, menahan air matanya yang hampir keluar.

"Kamu sudah tahu kan Biru sakit apa?"

Serasa tak ada jawaban, Saga menoleh kearah samping sembari tersenyum tipis.

"Dia mau jadi orang yang kuat di depan kamu. Dia tahu kalau kamu udah ngecap hidup dia itu sempurna, dan dia bakal ngebuktiin kalau hidup dia itu benar-benar sempurna. Nyatanya, jauh dari kata sempurna. Yu, asal kamu tahu, Biru selalu ngeluh sakit, sesak, di depan aku. Dia nggak berani bilang itu di depan kamu karena dia pikir kamu bakal anggep dia lemah." lanjut Saga, dia

"Sayangnya, kita hidup di lingkungan yang cukup ironis. Papa sama mama bakal ngasih kasih sayangnya ke anak yang memang pintar. Mereka adil, tapi adil dalam artian mereka sendiri. Dan yang lebih buruknya Biru lah yang paling pintar diantara kita dan otomatis dia yang dapat kasih sayang lebih, terlebih memang dirinya terkena penyakit jantung sejak lahir dan mengharuskan untuk mendapat perhatian yang lebih."

Saga menghela napas setelahnya, tenggorokannya terasa kering setelah menjelaskan panjang lebar kepada sang adik.

"Kenapa nggak ada yang ngasih tahu aku fakta yang sebenarnya?"

"Biru yang minta, kalaupun dikasih tahu, memang kamu bisa apa?"

+×+

Dari Bayu || Choi Beomgyu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang