8.

1.4K 63 127
                                    

HAPPY READING💙

Vote gratis sayang :) jadi ayooo vote dulu, pencet bintangnya yaaa🌟

Komen yang banyak biar aku makin semangat nulisnyaaa💙

***

— BAGIAN 8

Agenda makan choi pan, gagal.

Tempatnya tutup, dan Natasha enggan diajak untuk pergi ke tempat lain lagi.

"Jadinya, kamu mau makan apa, Sha?" tanya Juan. Tidak mungkin, kan, mereka pulang dengan perut kosong?

Natasha menggeleng. "Gue kenyang." Gadis itu memberikan penolakan secara tidak langsung atas pertanyaan Juan yang ingin mencari makanan lain.

"Kenyang? Kamu udah makan apa emangnya?" tanya Juan. Hari ini Juan tidak melihat eksistensi Natasha di kantin sekolah, dan kenapa Natasha bisa mengatakan kalau perutnya kenyang? Juan sedikit tidak percaya, apalagi Natasha adalah tipe orang yang suka sekali makan, walaupun badannya kecil seperti sapu lidi. Apakah ... ini hanya alasan Natasha agar kebersamaan mereka bisa segera berakhir?

"Nanya mulu lo kayak Dora!" sentak Natasha jutek, memutar bola matanya malas bersamaan dengan tangannya yang bersedekap.

Natasha kembali ke mode keras. Selama perjalanan, kepala Natasha terus mengulang momen saat ia salting di parkiran sekolah, dan Natasha rasa itu alay banget fak. Masa setelah diselingkuhin—iya, walaupun Juan mengelak terus, Natasha masih yakin kalau si bajingan keparat itu selingkuh—disayang-sayang dikit aja baper sih?

Kalau untuk saat ini dirinya belum bisa mengambil keputusan untuk pergi dari hubungan sialan ini, setidaknya Natasha enggan menjadi semakin tolol lagi. Oh ya, soal putus yang Natasha pinta pada Juan siang tadi, batal. Tidak tahu kenapa, tapi Natasha mendadak tidak rela saja putusin Juan sekarang. Rasanya, itu seperti membiarkan Arabella menang.

"Aku kan cuma nanya aja, Sha. Lagian masa pergi sama aku, pulangnya kamu gak makan apa-apa, sih? Atauuu kalau sekarang kamu kenyang, beli cemilan aja gimanaaa? Bisa dimakan di rumah, kan?" saran Juan bersemangat. Semenjak adanya Arabella ditengah mereka, Natasha yang sebelumnya lemah lembut dan menggemaskan, berubah menjadi manusia setengah macan. Galak minta ampun, lebih sensitif, mudah tersinggung dan suka bentak-bentak. Jadi dikasarin gini Juan sudah biasa, tidak mau mengambil hati.

Toh, semua perubahan Natasha juga karena kesalahannya.

Juan sadar, ia egois karena memaksa Natasha untuk tetap tinggal dikeadaan yang sulit ini. Namun, Juan tidak bisa kalau tanpa Natasha, gadis itu segalanya untuknya.

"Gak mau. Gue mau pulang aja. Anterin gue pulang," pinta Natasha.

"Kamu suka buah kan? Beli buah dulu, yuk?" Jua masih berusaha membujuk.

"Banyak di rumah. Gak usah. Gue mau pulang aja."

"Gimana kalau—"

"Lo mau gak sih nganterin gue pulang? Kalau gak mau ya tinggal bilang! Gue bisa naik taksi! Bacotan lo sekebon banget sih?!" sentak Natasha emosi. Ia tidak minta dibelikan apapun, hanya minta untuk diantar pulang dan Juan banyak sekali bacotnya.

"I-iyaaa, Sha. Ayo kita pulang. Jangan pesen taksol, aku aja yang anter." Juan menahan tangan Natasha yang hendak mengambil ponsel.

Natasha memutar bola mata malas. Dari tadi gini apa susahnya kan? Natasha tidak perlu sampai seemosi ini.

Natasha menyambar kasar helm yang berada ditangan Juan, memakainya sendiri padahal Juan berniat ingin membantu memasangkannya. Natasha sudah membaca gelagat Juan yang satu itu dan dia tidak ingin ada adegan alay sok romantis lagi disini, sama seperti yang terjadi di parkiran sekolah beberapa saat lalu. Geuleuh banget fak. Plisss Natasha benar-benar malu saat teringat kalau dirinya melehoy segampang itu.

ALSAKITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang