| TWO

560 58 0
                                    


"Emm, what I mean is I want to get pregnant and have a baby with a sperm donor. That's the plan." Kata Tassha dengan gugup. Ia tahu bahwa ketiga sahabatnya ini akan menganggapnya tidak waras dengan rencana yang ia buat. Tentu saja, ia bisa melakukannya tanpa memberitahu ketiganya. But, how is it possible when your friendship is the one that gives you ties to this world?

But will those ties stay forever?

"Lo gila." Ucap Egi dan Aria bersamaan. Tassha menghela napas.

Ketiga orang ini memang tahu hampir semua tentang dirinya, namun mereka tidak tahu apa yang ia rasakan. Hidup di dunia ini, Tassha tidak memiliki ikatan apapun dengan siapapun. Ketika orang lain pulang kampung di hari natal dan datang ke gereja bersama keluarga, ia akan menghabiskannya di dalam rumah sendirian. Ia tidak memiliki tempat pulang dan keluarga. Kehidupan seperti ini sangat membosankan. The routine after work, the eagerness to make everything sounds good, when she is actually lonely and tired everyday. No one to welcome her home and no one that ties her to this world. Sometimes, a floating thought comes to her mind, that it is alright for her to disappear because there is no one who will miss her. Perhaps these three idiots, perhaps her co-workers. But not forever. Sebagai sebatang kara di kota metropolitan Jakarta, seorang wanita karir yang sudah memiliki rumah, mobil dan tabungan, perempuan yang berkali-kali disakiti oleh deretan mantan pacarnya. Yang ia inginkan adalah seorang anak.

Dan itu memutuskan bahwa berharap memiliki keluarga adalah hal yang jauh dari kehidupannya saat ini.

"I know what you feel but you have me." Ucap Aria. Tentu saja, ia tahu orangtua Aria sudah menganggapnya sebagai anak. Maka dari itu, ia memiliki tempat untuk berkunjung di tahun baru.

"But..."

"Kenapa gak cari pasangan aja? Gue yakin lo bisa menemukan yang tepat." Kata Egi memberikan saran. Tassha tersenyum simpul, karena dalam sepersekian detik, Egi bisa memikirkan orang lain menjadi pasangannya. Ia tidak bisa berkata bahwa dengan banyak mantan pacarnya, ia tetap memiliki bagian kecil di dalam hatinya untuk lelaki ini.

"Capek. Malas. Lagian gue gak butuh laki-laki. Gue pengen ngerasain jadi ibu, punya anak, punya keluarga satu-satunya di dunia ini." Balasnya lagi.

"Memangnya disini bisa?" Tanya Aria lagi.

"Gak bisa lah. Gue udah konsultasi dengan pihak rumah sakit di Michigan. I can do insemination there, and they have a list of good donors." Ucap Tassha menjelaskan. Sejujurnya, ia sudah merencanakan semuanya. Sebagai seorang VP di sebuah platform ternama di Indonesia, ia memiliki penghasilan yang lebih dari cukup. Perusahaannya mengizinkannya untuk cuti selama dua tahun, dan membantu bekerja dari jauh. Yang belum ia siapkan hanya keberanian untuk meninggalkan semuanya dan memulai.

"First, this is ridiculous. Kita harus bicara dan gak disini." Max yang sedari tadi diam angkat bicara dengan tegas. Terlihat emosi yang tinggi dari seorang Max yang wajahnya mulai memerah. Jika Tassha memperhatikan lebih jeli, ia bisa melihat pembuluh darah yang muncul di leher lelaki itu.

"Iya makanya gue bilang ke basecamp." Tassha membalas tenang.

"Let's drink. This might be my last time drinking like this." Tassha mengangkat gelas wine nya ke udara. Ia tahu bahwa pembicaraannya dengan ketiga sahabatnya ini tidak akan berjalan mulus.

***

Egi memberikan air putih ke tangan Tassha yang memegang kepalanya yang pusing. Too much alcohol does that to you. Setelah Max keluar secara tiba-tiba dengan langkah penuh amarah dan berhasil membuat seluruh orang memperhatikan perubahan mood seorang Maxwell Wiguna, lalu Aria yang berlari mengikutinya. Egi memutuskan membawa sahabat perempuannya yang satu ini pulang.

UNFITTED, UNFATED [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang