| TWENTY-FIVE

311 27 0
                                    


"Kamu yakin membiarkan aku lakuin apapun ke rumah ini? Bagaimana kalau aku mau ubah semuanya jadi warna pink?" Rumah adalah salah satu faktor penting dalam hidup seorang Tassha yang selalu menginginkan memiliki keluarga. Dan pria ini ingin memberikan semuanya untuk perempuan yang sekarang merupakan kekasihnya.

"Whatever you want dear. Apapun yang membuat kamu bahagia."

"Gombal banget." Balas Tassha terdengar cuek, namun tidak bisa menahan garis yang naik di bibirnya.

"Dan seorang Tassha tidak akan pernah mengubah rumah ini menjadi warna pink. I know your taste." Tambah Maxwell yang membuat Tassha tertawa kecil. Salah satu kesamaan yang dimiliki oleh Maxwell dan Tassha adalah kecintaan keduanya terhadap culture. Terkadang Aria yang tumbuh dan dibesarkan sama dengan Maxwell saja tidak mengerti bagaimana keduanya bisa berbicara tentang sejarah kerajaan dari Timur ke Barat selama berjam-jam. Hal ini mempengaruhi selera keduanya.

"Gimana kalau kita buat study untuk perpustakaan mini dan melukis?" Ucap Tassha menunjuk ke salah satu ruangan yang kosong. Maxwell mengangguk dan menarik Tassha dalam pelukannya, "Apapun itu. Aku bisa bayangkan bagaimana keluarga kita tumbuh di rumah ini."

Tassha membalas pelukan hangat yang diberikan Maxwell. Ada sebuah ketenangan dan harapan atas kehidupan di masa depan. Hal yang tidak ia miliki sebelumnya. Ia tidak bisa pungkiri keputusan untuk tinggal bersama bukan hal yang buruk.

"Kamu bisa melukis, dan aku bisa pajang lukisan favoritku." Ujarnya lagi membayangkan masa depan. Maxwell senang melukis tradisional sebagai salah satu hobinya. Danqing, lukisan tradisional yang menggunakan teknik yang sama seperti kaligrafi dari budaya China dengan tinta hitam itu merupakan salah satu skill yang ia pelajari sejak kecil. Tassha selalu menyukai seni yang menurutnya bisa mengekspresikan semua perasaannya tanpa kata dan suara.

"Just do whatever you want." Tassha mengangguk setuju.

Setelah sibuk membuat perencanaan dengan bantuan Tania, asisten khusus yang dipilih oleh Maxwell untuk mengurusi kebutuhan pribadi Tassha, Tassha selesai merencanakan remodeling untuk tempat tinggal barunya bersama Maxwell ini.

"Max, berita tentang Aria, gimana?" Tanya Tassha lagi terpikirkan tentang sahabatnya yang belum ada menghubunginya sejak berita tersebar. Ia tidak ingin berasumsi dan tidak ingin berpikir jauh tentang hubungan diantara keduanya. Menjadi sahabat selama lebih dari sepuluh tahun, ia tak yakin bahwa sekarang hanya ada persahabatan diantara mereka berempat.

"Aria bilang gak perlu diklarifikasi. Nanti juga reda sendiri."

"Kamu udah bicara sama Aria?" Maxwell mengangguk.

"Terus apa yang terjadi?"

"Gak tahu. Mereka gak bilang apa-apa."

***

Di sisi lain, ada Aria yang sibuk menggigit jarinya tidak tenang, hal yang sudah lama sekali tidak ia lakukan. Salah satu kebiasaan yang ia miliki setiap kali ia merasa cemas. Ia baru mengingat sepenuhnya apa yang terjadi malam itu. Haruskah ia marah pada Rifgi atau menyalahkan apa yang ia perbuat malam itu? Kara sudah mengirimkannya morning after pill yang ia minta. Ia juga memastikan asistennya itu menutup mulutnya rapat-rapat dari keluarganya, terutama Maxwell. Pria itu tidak pernah absen memastikan semua permasalahan tentangnya.

Ya, Aria baru menyadari bahwa malam itu, ia tidak hanya mencium pria itu. Tapi keduanya juga melakukan yang tidak seharusnya dua orang sahabat lakukan. Beberapa hari setelah itu, ia baru menyadarinya. Ia juga tidak yakin bahwa morning after pill nya bekerja, dan ia tak yakin apakah laki-laki itu menggunakan pengaman. Pikirannya berkecamuk dengan emosi.

Saat ini, ia tidak ingin bicara ke siapapun.

Putri keluarga Tanoto ini bahkan memutuskan mundur dari salah satu film yang akan mulai syuting dalam waktu dekat. Ia mengunci dirinya di dalam apartment yang ia miliki dan jarang ia tempati rapat-rapat. Ia tahu Tassha dan Maxwell sekarang sibuk, ia mendengar bagaimana Rajid Wiguna dan Erania Pangestu, ayah dan ibu angkatnya itu ingin keduanya melaksanakan lamaran secepatnya. Satu-satunya sahabatnya yang lain adalah Rifgi, pria yang belum mengatakan apapun selain mengirimkan pesan bertulisan, "Maaf" padanya. Ia tidak tahu makna maaf itu untuk apa.

Sejak mereka remaja hingga sekarang, Aria tidak memiliki siapa-siapa selain ketiganya. Maxwell, pria yang bersikeras menjadi kakak laki-laki untuknya. Tassha, perempuan dengan pembawaan elegan, si bisa semuanya dan paling keras kepala dalam bekerja. Dan Rifgi, seseorang yang selalu mendukungnya setiap kali Maxwell melarangnya melakukan sesuatu.

She felt that fate was playing on her at this very moment. Kesalahan terbesar yang bisa dilakukan seorang sahabat untuk menghancurkan sebuah persahabatan. Dalam hal ini, Egi kah yang brengsek karena berani melakukannya ketika mereka mabuk? Atau dirinya yang brengsek menyeret anak baik itu ketika ia sedang sedih? Penyesalan yang tidak bisa dihilangkan dari kepalanya.

Jika Maxwell tahu, pria yang selalu bertingkah sebagai "kakak" nya itu tidak akan segan memukulnya hingga babak belur. Ia merasa keadaan yang ia hadapi adalah sebuah ironi. Seandainya ia mengatasi perasaannya pada Maxwell lebih awal dan tidak berlarut dalam kesedihannya. Atau seandainya ia tidak menarik sahabatnya itu pergi berdua saja. Sial oh sial.

Bersembunyi di dalam penthouse nya sendirian ini juga tidak akan menyelesaikan masalah. Ia tahu itu. Semua orang disekitarnya tahu bahwa Ariana hanya akan pergi ke penthouse ini dan menyendiri setiap kali ia menyelesaikan sebuah peran dan membutuhkan waktu tenang untuk keluar dari perannya. Mengingat peran yang ia ambil biasanya bukan peran yang mudah. Korban kekerasan, seorang pembunuh bayaran hingga seseorang yang memiliki penyakit keras hingga meninggal dunia.

Tapi kali ini, ia bahkan kabur dari sebuah peran dan Kara sibuk menghubunginya sepanjang hari. Bisa dibilang, yang terjadi antara dirinya dan Egi adalah krisis terbesar sepanjang hidupnya. Setelah Maxwell melindunginya saat masih kecil, ia selalu merasa aman dan dijaga. Melihat kedua saudara khawatir mengenai persaingan dalam warisan, ia melupakan itu dengan mudah dan memilih masuk ke dunia entertainment. Dengan begitu, semua orang senang dan ia bisa menikmati harta yang sudah disiapkan orangtuanya.

Setelah tumbuh besar, dirinya selalu berusaha menantang dirinya sendiri dengan berbagai hal dan untungnya, selalu ada orang disampingnya yang meminjamkan tangan. Contohnya Tassha yang menjadi satu-satunya sahabat perempuan yang ia percayai.

Now, she felt no words can explain the situation to her best friend. In this friendship, the four of them just circling around with their feelings. How is she going to explain this to Tassha and Maxwell? That perhaps their friendship should just end after ten years. Maxwell mencintai Tassha sejak dulu, ia tahu itu. Tapi itu masih lebih masuk logika. Ia tidak memiliki perasaan untuk Egi yang pernah menyukainya saat mereka masih remaja dulu. How could they still be friends after all of these things happened?

Rasanya ia ingin menghilang dari muka bumi saja.

***

Tidak butuh waktu lama untuk Egi menyadarkan dirinya dengan sebuah tamparan keras. Ia tahu sekarang ia bersikap seperti badut. Sedikit alkohol tidak menghilangkan logika atau kesadarannya malam itu, namun perasaannya yang terbawa membuatnya berani melakukan itu. Selama dua puluh delapan tahun ia berusaha menjadi orang yang lurus, kali ini ia sadar ia bukan orang baik. He is a bastard.

Malam itu, ia tahu sahabatnya itu setengah sadar. Namun kalimat yang diberikan perempuan itu, sentuhannya membuatnya lupa diri. Saat itu ia percaya Aria juga menginginkannya.

Ia menghubungi perempuan itu hampir ratusan kali dan tidak diterima. Ia sadar Aria tidak mematikan ponselnya, akan tetapi milih tidak mengangkatnya. Setelah mencari Kara dan memohon kepada asisten pribadi Aria yang sudah ia kenal sejak bertahun-tahun lamanya itu, akhirnya Aria menemukan alamat penthouse yang tidak pernah perempuan itu berikan kepada siapapun selain Kara dan Maxwell.

Setiap langkah yang ia ambil membuatnya merasa berlari. Ia sudah tahu apa yang harus ia lakukan. 

***

Notes:

Menurut kalian, apa sih batasan seorang anak kepada orangtuanya? 

Aku merasa beberapa plot ceritaku hampir terjadi ke kehidupan nyata. Not the dating part or boyfriend part, but the annoying part. Sepertinya dalam beberapa waktu ke depan aku harus menyiapkan mental untuk memulai hidup baru sendiri. Karena semua kerja keras yang aku lakukan terasa sia-sia. 

Well, good thing tiba-tiba aja aku menemukan semangat untuk melanjutkan cerita ini. 

UNFITTED, UNFATED [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang