20

332 30 9
                                    

Ketika Amanda mencurahkan isi hatinya pada Callie, di saat yang sama Aran juga hendak menemui sahabat Amanda di kelas 12 IPA 4. Kebetulan, kelas itu telah kosong. Menyisakan Indira seorang di dalamnya. Laki-laki itu mendekat ke bangku Indira. “Kak,” panggilnya.

Indira yang sedang bermain ponsel pun mendongakkan kepala. Gadis itu menaikkan sebelah alisnya dan meletakkan ponsel itu di atas meja. “Ngapain ke sini?” tanya Indira.

Aran meremas tangannya. Laki-laki itu sedikit gugup dilihat Indira dengan intens. “Itu... aku... sebenernya ada hal yang mau aku ceritain. Sekalian mau minta solusi dari kakak, kalau kakak gak keberatan,” jawab Aran. “Oalah. Duduk aja sini,” Indira menepuk kursi kosong di sebelahnya, “Mau cerita apa emang? Kok sampai butuh solusi dari gue segala,” tanyanya lanjut.

Aran menuruti Indira. Laki-laki itu duduk di kursi kosong yang telah ditepuk oleh Indira. “Ini tentang kak Amanda, Kak.” jawab Aran. Indira mengernyitkan dahinya. “Manda? Lo ada masalah apa lagi sama dia?” tanya Indira.

Aran menatap gadis itu dengan tatapan ragu-ragu. Ia seakan masih takut untuk mengungkapkan isi hati pada Indira yang merupakan sahabat dari Amanda sendiri. Indira yang mengerti arti tatapan Aran pun tersenyum kecil. “Santai aja, gak apa-apa." ucapnya.

Laki-laki itu mengangguk pelan. “Jadi... kemarin tantenya kak Amanda tiba-tiba pukul aku, Kak.” Aran pun mulai menceritakan apa yang telah terjadi kemarin pada Indira. Indira terlihat fokus mendengarkan cerita Aran, terlihat dari ekspresinya yang berubah-ubah setiap kali laki-laki itu berucap.

“Aku pengen menjauh dari kak Amanda, aku gak mau terus-terusan kena pukul tapi di sisi lain aku juga sadar aku salah udah nabrak kak Amanda. Aku juga yang setuju kalau aku jadi asisten pribadi kak Amanda, masa tiba-tiba aku menjauh. Kayak lari dari tanggung jawab dong.” Aran bercerita panjang lebar.

Setelah Aran bercerita, Indira menganggukkan kepala pelan. “Gak apa-apa kalau lo mau menjauh dari Amanda. Enggak akan dia ngira lo lari dari tanggung jawab. Manda juga tau alasan lo kayak gini. Siapa juga yang mau kena tonjok mulu padahal lo-nya gak salah apa-apa,” ucap Indira.

Aran ikut mengangguk. “Iya, sih, Kak. Tapi kan, aku gak enak sama kak Amanda juga. Kalau aku mau menjauh ya minimal aku bisa gantiin ponsel kak Amanda yang retak dulu,” balas Aran.

“Gak apa-apa, Ran. Amanda juga gak butuh lo gantiin hp-nya. Hp gitu doang mah gak seberapa buat dia sebenernya. Kalau lo emang butuh waktu buat maafin dia, dan kalau lo emang gak suka keinget kejadian lo dari Amanda, menjauh aja dulu,” ucap Indira memberi saran pada Aran. “Bener gak apa-apa kak kalau aku menjauh dulu dari kak Amanda?” tanya Aran memastikan.

Gadis itu mengangguk mantap. “Gak apa-apa, santai aja. Ntar kalau Amanda ngamuk-ngamuk gara-gara lo menghindar, bilang aja disuruh kak Indira,” jawabnya. Aran akhirnya mengangguk. Setelah mendapatkan jawaban yang ia mau, Aran segera pergi meninggalkan kelas Indira.



***



Keesokan harinya, Amanda terlihat sudah siap untuk berangkat ke sekolah. Pagi ini juga Gracia sudah mengembalikan kunci motornya. Gadis itu pun bersiap lebih awal untuk menghampiri Aran terlebih dahulu.

Setelah berpamitan dengan Gracia, Amanda menjalankan motornya. Ia menjalankan motor dengan kecepatan rata-rata karena jalanan masih agak sepi. Lumayan lama ia menjalankan motor, hingga tanpa sengaja netra matanya menangkap sosok Aran yang tengah berdiri di pinggir jalan.

Amanda memelankan laju motornya, kemudian berhenti saat sudah berada di hadapan Aran. “Ayo,” ucap Amanda sambil menepuk jok di belakangnya. Aran menggeleng. “Gak usah, Kak. Aku lagi nunggu angkot,” jawabnya.

Amanda berdecak pelan. “Naik. Lebih cepet.” Aran yang sudah bertekad akan menjauhi gadis itu untuk sementara waktu pun menggelengkan kepala. “Gak usah, Kak." ucapnya sekali lagi. Hingga, sebuah motor yang sangat dikenali oleh Amanda berhenti di samping Aran. Sang pengendara motor itu membuka kaca helmnya. “Wah parah sih lo, Man. Masih pagi udah maksain cowok aja," ucapnya dengan nada mengejek.

Amanda memutar bola matanya. Seakan tak mendengar ucapan itu, Amanda masih membujuk Aran. “Naik.” ucap Amanda sekali lagi. Namun, laki-laki itu lagi-lagi menggeleng. “Bisa gak sih kakak jangan maksa aku?!” balasnya setengah berteriak. Aran sudah jengkel karena Amanda terus membujuknya, sedangkan ia hanya ingin menghindar dari gadis itu.

“Nah, loh! Denger tuh, Man. Jangan dipaksa. Nih cowok kagak mau sama lo.” pemilik motor Yamaha YZF-R25 yang baru datang itu terkekeh pelan.

Amanda mengepalkan tangannya. “Lo ngapain?! Jangan cari ribut!” sentak Amanda. Ia tidak suka melihat Ashel ikut campur, bahkan berucap seakan mengejek dirinya. Ashel lagi-lagi terkekeh. “Santai aja. Gue gak nyari ribut sama lo kok. Gue cuma mau nawarin cowok manis ini buat bareng sama gue.” Setelah menjawab ucapan Amanda, Ashel menatap Aran dengan senyuman manis. “Lo mau bareng gue gak, ganteng?”

Aran melirik Amanda sekilas. Laki-laki itu dengan jelas melihat tatapan ketidaksukaan dari Amanda, tapi ia mengabaikannya. “Kalau gak ngerepotin kakak, boleh sih.” jawabnya sambil tersenyum tipis.

“Aran!” bentak Amanda. Laki-laki itu bersikap acuh tak acuh, ia benar-benar mengabaikannya. Ashel menatap Amanda dan tersenyum miring. “See? Gue cukup nawarin sekali dan dia langsung mau bareng sama gue. Gak kayak lo yang harus maksa dulu. Kasihan, deh!” ejeknya pada Amanda.

Setelah puas melihat wajah Amanda yang tampak menahan amarah, Ashel pun terkekeh pelan. Kemudian, gadis itu menurunkan pijakan motor agar laki-laki itu lebih mudah untuk naik ke motornya yang agak tinggi.

“Yuk naik. Mumpung jalannya masih sepi, jadi gue gak akan ngebut,” ucap Ashel pada Aran dan membalasnya dengan anggukan kecil. Laki-laki itu segera naik ke motor Ashel.

“Udah?"

“Udah, Kak.” jawab Aran.

“Kalau perlu pegangan biar lo gak jatuh,” ucap Ashel. Gadis itu segera menutup kaca helm. Setelah membunyikan klakson sekali pada Amanda, Ashel pun menjalankan motornya. Amanda mengepalkan tangan ketika melihat motor Ashel semakin menjauh hingga lama-lama menghilang dari pandangannya.

“Sialan!”


TBC.

AMANDA [ END ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang