23

265 24 3
                                    

Malam ini, Aran keluar dari kost-nya. Sebelum itu, ia membuka hp-nya untuk memesan ojek online terlebih dulu. Laki-laki itu berencana ingin mencari kerja secepatnya. Setelah mendapatkan ojek online, Aran meminta ojek tersebut berjalan perlahan di pinggir. Ia juga sudah bertanya pada bapak ojek, dan bapak ojek tersebut tidak keberatan untuk mampir ke banyak tempat mengantar Aran.

Kepala Aran menengok ke kanan dan ke kiri. Setiap kali ia melihat kafe, Aran berhenti untuk menanyakan lowongan pekerjaan. Namun, semua kafe di kota Jakarta yang sudah ia datangi selalu berkata jika mereka tidak membutuhkan karyawan.

Aran tidak putus asa. Laki-laki itu melanjutkan perjalanannya dan berhenti di sebuah kafe yang sangat luas. Aran yang sudah merasa mampir ke banyak tempat merasa tak enak dengan bapak ojek tersebut. Ia segera membayarnya dan tak lupa untuk mengucapkan terima kasih. Setelah kepergian bapak ojek tersebut, Aran melewati bagian outdoor dari kafe itu. Kafe bernuansa vintage itu bernama Rie Cafe.

Aran segera masuk lalu berjalan menuju bagian kasir. “Permisi Mbak, di sini lagi buka lowongan gak, ya?” tanya Aran pada wanita berseragam. “Waduh, kafe ini baru aja selesai buka lowongan kemarin, Dek.” jawab wanita itu.

Aran tampak sedih. Ia sudah ditolak dari berbagai kafe tadi. Ia juga baru saja membayar ojek online tersebut dan bapak ojek itu telah pergi. Jadi kali ini, Aran ingin sedikit memaksa agar kepergian bapak ojek tadi tidak sia-sia. “Mbak, apa gak bisa nambah satu karyawan lagi?” tanya Aran lagi.

Wanita kasir itu menggaruk rambutnya yang tidak gatal. “Aduh, Dek. Saya cuma kasir, jabatan saya gak tinggi-tinggi amat. Saya gak tau bisa nambah karyawan lagi apa enggak,” jawabnya. Wanita itu mengedarkan pandangan ke seluruh kafe, mencari seseorang dengan jabatan yang lebih tinggi di cafe ini.

Netra mata wanita itu tertuju pada seorang laki-laki yang sedang duduk di bagian pojok. “Dek, di situ ada bapak-bapak. Dia pemilik kafe ini. Coba tanya sama dia, Dek." ucap wanita itu sambil menunjuk seorang pria di sana.

Mata Aran langsung berbinar. “Terima kasih, Mbak!” balas Aran. Ia segera berjalan cepat menuju tempat pria itu. “Permisi, Pak.” panggilnya setelah sampai di meja. Pria yang sedang berkutat pada laptopnya itu melirik ke Aran. “Iya, ada apa?” tanya pria tersebut yang kemudian menyandarkan tubuhnya di kursi, melepaskan pandangannya sejenak dari laptop di hadapannya dan fokus menatap Aran.

“Saya dengar dari mbak kasir tadi, bapak pemilik kafe ini ya?”

“Iya. Memangnya kenapa?”

“Saya boleh kerja di sini gak, Pak?” tanya Aran.

Pria itu terlihat berpikir sejenak. “Sebenarnya kita tidak kekurangan karyawan karena kafe ini baru saja selesai membuka lowongan,” jawab pria tersebut. “Tapi... saya butuh pekerjaan, Pak. Apa bapak bisa mempertimbangkan saya?” Aran bahkan bertanya dengan menatap lekat mata pria itu. Ia mengeluarkan tatapan memohon dan memasang wajah menyedihkan.

Aran melihat jika pria paruh baya itu menggaruk pelipisnya. Aran menyadari jika pria itu sedang bimbang. Ia pun mengeluarkan jurus maut. “Saya gak punya siapa-siapa, Pak. Saya butuh uang buat sekolah. Saya sangat butuh pekerjaan. Saya bisa membagi waktu antara sekolah dan pekerjaan kok, Pak.” ucap Aran. Sekali lagi, ia menatap pria itu dengan tatapan memohon.

“Kamu punya pengalaman kerja sebagai pelayan?”

“Belum sih, Pak. Tapi saya janji saya akan bekerja sebaik mungkin di kafe ini. Percayakan sama saya, Pak."

Pria itu berpikir sejenak kembali. Ia mengetukkan jari-jemari di meja. “Baiklah kalau begitu. Kamu bisa kerja di sini mulai besok,” ucap pria tersebut sambil tersenyum tipis. Aran sontak membelalakkan matanya yang berbinar. “Baik, Pak! Terima kasih banyak!” Aran dengan reflek mengangkat tangan pria itu dan mencium punggung tangannya. “Terima kasih, Pak!” ucap Aran sekali lagi.

Pria itu tersenyum canggung dan menarik paksa tangannya. “Nama kamu siapa?” tanya pria itu pada Aran. “Nama saya Aran, Pak." jawabnya sambil tersenyum lebar.

“Oke, Aran. Saya Ridho, pemilik kafe ini. Karena mulai besok kamu sudah bisa kerja di kafe saya, kamu bisa tanya sama mbak-mbak kasir itu untuk minta seragam karena semua karyawan di sini saat bekerja wajib memakai seragam,” ucap pria pemilik kafe yang ternyata bernama Ridho.

“Siap, Pak Ridho!” balas Aran. Setelah mengucapkan terima kasih sekali lagi, Aran segera berjalan kembali ke arah meja kasir. “Mbak, terima kasih, ya! Pak Ridho mau nerima saya. Pak Ridho tadi bilang saya bisa minta seragam di Mbak,” ucap Aran pada wanita penjaga kasir.

“Baiklah kalau begitu, saya ikut senang mendengarnya. Oh iya, nama kamu siapa, Dek?”

“Aran, Mbak. Nama saya Aran.”

“Dek Aran, kenalin saya Kaila, salam kenal ya. Besok kalau kamu datang buat kerja langsung aja cari saya biar saya kasih seragamnya,” ucap wanita bernama Kaila itu. “Siap, Mbak Kaila. Terima kasih banyak, Mbak!” setelah berpamitan dengan Kaila, Aran pun keluar dari kafe itu.

Saat Aran sampai di pintu, Callie keluar dari sebuah ruangan di kafe itu. Callie melihat Aran dari arah belakang, tetapi ia merasa tidak yakin jika itu adalah Aran. Jadi, gadis itu hanya mengabaikan.



***



Di depan kafe, Aran menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Aduh, cari ojek lagi,” gumam Aran. “Ah gak usah, deh. Mending jalan kaki aja,” lanjutnya. Akhirnya, laki-laki itu berjalan di trotoar sendirian.

Tin! Tin!

Suara klakson mobil mengagetkan Aran. Laki-laki itu menengok ke belakang dan mendapati sebuah mobil sedan Mitsubishi Galant berwarna merah. Aran terdiam di sana hingga seorang gadis berjaket hitam keluar dari dalam mobil.

“Aran?” panggil gadis itu sambil berjalan mendekati Aran.

“Kak Ashel?” tanya Aran. Gadis itu pun mengangguk.

“Kebetulan banget ketemu lo di sini. Mau ke mana?”

“Mau pulang sih, Kak.”

Ashel mengernyitkan dahi. “Pulang? Jalan kaki? Dari sini?” tanya Ashel. Aran membalas dengan anggukan pelan. “Gila. Mending lo bareng gue aja,” ucap Ashel yang dibalas dengan gelengan. “Enggak usah, Kak. Aku bisa pulang sendiri.”

“Gak baik cowok pulang sendirian malem-malem. Mending bareng gue aja,” tawar Ashel sekali lagi. “Apa gak ngerepotin kakak nanti?” tanya Aran.

Ashel menggelengkan kepalanya. “Enggak lah! Ayo ikut,” ajak Ashel. Akhirnya, Aran pun menurut. Ia kemudian mengikuti Ashel ke mobil merah tersebut. Gadis itu membukakan pintu untuk Aran terlebih dahulu. “Silahkan masuk,” ucap Ashel sambil tersenyum lebar.

Aran pun segera masuk. Kemudian, Ashel menyusul untuk masuk di kursi kemudi. “Seatbelt-nya jangan lupa dipakai, ganteng," ucap Ashel. Setelah memastikan seatbelt terpakai, gadis itu kemudian melajukan mobilnya.

Selama perjalanan, keduanya tidak mengobrol sama sekali hingga Aran tersadar jika kost-nya sudah terlewati. “Kak? Kok kelewatan?” tanya Aran. “Ikut gue dulu bentar. Habis itu gue bakal anter lo pulang,” ucap Ashel.

Tak lama kemudian, Ashel berhenti di markas GOF. “Udah sampai. Lo tunggu dulu, biar gue bukain pintu.” ucap Ashel. Gadis itu segera turun dan membukakan pintu untuk Aran. Kemudian, keduanya segera masuk ke dalam markas.

“Loh, Aran?” tanya Indah saat melihat Ashel berjalan bersama Aran.

“Gila sih, lo gercep banget, Shel,” ucap Marsha sambil terkekeh.

Ashel pun terkekeh pelan. “Apa sih, lo. Cuma gak sengaja ketemu ya udah sekalian gue ajakin aja,” balas Ashel. “Sini duduk, Ran.” ajak Indah. Setelah Aran duduk di sebelah Indah, gadis itu pun memberinya sebuah burger.


TBC.

AMANDA [ END ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang