Haloo! ini adalah karya pertama saiaa, maafkaeun jika masih banyak yang salah dalam pengucapan ataupun ketikannya:^
Nikmati aja alurnya ya hehehw!
Vote kalau kalian suka cerita ini, lopyuu(●♡∀♡)
---
Rere, merupakan anak yang tumbuh tanpa kasih...
Sebelumnya, ini cuma cerita iseng doang ya gess^ alurnya masih maju mundur dan ambrul adul, kata-katanya juga masih banyak yang salah. Tapi, kalau kalian masih mau menikmati cerita fiksinya, nikmati aja alurnyaa~
Vote ya kalau sukaa, lopyuu semuaa (。・ω・。)ノ♡
❀❀❀
Di panasnya siang hari, terdapat seorang gadis yang tengah membawa banyak tumpukan buku-buku novel.
Brukkk
Beberapa buku terjatuh. Sebuah tangan meraih beberapa buku tersebut, itu adalah tangan gadis tersebut. Tangannya kecil, sangat mungil. Perlahan, dia mulai memunguti buku-bukunya yang jatuh. Ia dari toko buku dan hendak pulang ke rumahnya tentu saja. Keringat mulai bercucuran membasahi wajah cantik gadis itu.
Tak lama kemudian, ia pun sampai. Kini, dia sudah berada di depan pintu rumahnya. Gadis itu bergegas masuk ke rumah, segera ia melepas sepatu putihnya.
"Kamu membeli buku itu lagi?" tanya seorang perempuan tua, yang kira-kira umurnya empat puluh tahunan. Dia adalah Ibu dari gadis itu.
Gadis itu yang biasa di panggil dengan nama, Rere, ia hanya terdiam. Dia membeku di tempat. Rere memutar-mutar bola matanya ke sana kemari untuk menghindari kontak mata dengan Ibunya.
Satu detik, dua detik, tiga detik dan seterusnya telah berlalu. Suasana menjadi hening.
"Re, udah Ibu bilang berapa kali? jangan terlalu sering beli buku-buku begitu. Kita beli enggak pake daun, pake uang," ucap wanita itu kembali dengan nada yang cukup tinggi.
Rere pun meletakkan beberapa bukunya ke atas meja ruang tamu, kebetulan meja itu berada di sampingnya. Perlahan, ia berjalan mendekat ke arah Ibunya, kedua tangannya meraih tangan Ibunya. Ibu Rere yang terliha marah pun sontak menepis tangan Rere dengan cepat.
"Bu... maafin Rere," hanya kata maaf yang bisa keluar dari mulut Rere. Ia terlihat sangat menyesal, seharusnya ia tak terlalu boros dalam membeli buku novel. Tetapi, mau bagaimana lagi? inilah orang yang sudah kecanduan, sudah dicoba dihentikan berapa kalipun dia akan tetap kecanduan memborong buku novel.
Ibu Rere tidak tega melihat anaknya dengan wajah penuh penyesalan. "Ibu ngga marah sama kamu, Re. Ibu cuma takut kalau Ayah tahu lagi, Ayah bisa-bisa mengamuk."
"Rere tahu sendiri kan? kita itu bukan orang kaya. Keuangan kita lagi enggak baik, harus dibatasin pemakaiannya, apalagi Ayah baru aja dipecat," lanjut Ibu Rere. Kedua tangannya naik, dan mengelus Pipi Rere dengan lembut.
Rere sangat sakit hati mendengar perkataan Ibunya. Apalagi ketika mengingat bagaimana Ibunya selalu membela Rere mati-matian di depan Ayahnya yang kejam. Jujur saja, Rere tidak pernah sekalipun menyayangi Ayahnya, justru sebaliknya dia sangat membenci Ayahnya. Seorang Ayah yang tidak pernah menunjukkan kasih sayang kepada keluarganya. Menurut Rere, dia itu orang yang sangat kejam, dia selalu melampiaskan kemarahannya kepada keluarganya di rumah.
***
Kini, Rere tengah berbaring di ranjang kamar miliknya. Membaca buku novel yang sudah ia beli tadi siang. Di sebelahnya sudah terdapat banyak tumpukan novel yang akan ia baca selanjutnya. Di temani redupan lampu kamar, itu sangat menenangkan untuk Rere.
"Uh sialan! kenapa semua Ayah sangat menyebalkan? di novel pun sama. Ayah Helena sangat mirip dengan ayahku," ujar Rere dengan sangat kesal. Berapa kali ia mengumpati cerita yang tengah ia baca.
Prangggg
Terdengar suara pecahan kaca dari bawah. Mungkin, dari dapur? pikir Rere. Karena Kamar Rere berada diatas, dan suara itu terdengar tidak terlalu jelas itu berarti jelas suara tersebut berasal dari bawah.
Rere yang tengah berbaring sambil memegangi buku novel, dia segera terduduk mendengar suara tersebut. Apa? suara apa itu? apa ada maling, atau.. Tidak! tidak! orang itu tidak mungkin sudah pulang! batin Rere, pikirannya tiba tiba menjadi berkecamuk.
Prangggg
Prangggg
Prangggg
Sekarang, bukan sekali atau dua kali saja suara itu terdengar. Berkali-kali terdengar suara pecahan kaca. Rere, ia merasa sangat tidak tenang, pikirannya kacau balau. Akhirnya, ia memutuskan untuk turun.
Rere pun turun dari ranjang, sambil memegangi buku novel yang tengah ia baca. Ia pikir buku itu bisa untuk berjaga-jaga, seperti memukul kepala maling jika ada, contohnya. Setelah turun dari ranjang, ia berlari dengan sekencang-kencangnya, tidak peduli itu di tangga sekalipun. Saat sampai di ruang keluarga, Rere melihat ruangan itu sudah seperti kapal pecah, sangat berantakan! sepertinya firasat Rere benar, suara pecahan pecahan itu berasal dari dapur.
"Oh, rupanya kau disini!" ujar lelaki yang tengah setengah sadar itu, sepertinya dia mabuk.
Pria tersebut keluar dari pintu dapur, ia berjalan menghampiri Rere. Tangannya membawa beberapa pecahan gelas dan kaca. Tangan dan kakinya nampak berdarah-darah.
Mata Rere melotot ketakutan, ia ingin mencoba lari, tetapi tidak bisa. Seolah kakinya telah dikunci.
"R-ere... larii... s-sayang, lari..." suara Ibu Rere terdengar sangat lirih. Rere memutar bola matanya kesana dan kemari untuk mencari sumber suara. Tetapi, ia tak dapat menemukan sepucuk rambut pun dari Ibunya.
Kini Rere dan Ayahnya hanya berjarak 5 langkah. "Lihat apa itu? kau membeli buku itu lagi.." ujar Ayahnya kembali, sambil melihat tangan Rere yang tengah memegangi buku novelnya.
"Ayah! Tidak! Apa yang sedang Ayah lakukan.. Ayah mau membantai keluarga Ayah sendiri?" teriak Rere.
Ayahnya nampak tak peduli dengan ucapan Rere, telinganya seperti di sumpal tak mendengar apapun yang ada di sekitarnya. Dia segera melangkah menuju Rere.
Kini, mereka hanya berjarak sekitar 2 langkah saja, sangat dekat. Rere hanya bisa memejamkan matanya, ia pasrah. Seperti dugaan, Ayahnya melempar berapa pecahan gelas dan piring yang ada di tangannya, ia melempar tepat pada kepala Rere.
Kepala Rere berdarah-darah. Terasa sangat pusing, panas semuanya tercampur. Tidak satu atau dua kali saja Ayah Rere melempar pecahan gelas itu. Dia bahkan melempar berkali kali tepat di kepala Rere. Rasanya, kepala Rere sudah hancur tak berbentuk dia sudah sangat pasrah.
Pada malam itu, Rere mati dengan sangat mengenaskan. Dia mati di tangan Ayah kandungnya sendiri. Dan, bagaimana dengan Ibunya? apakah dia juga mati? entahlah, Rere tidak dapat bertemu Ibunya di saat saat terakhirnya, mungkin mereka berdua telah mati di saat yang bersamaan.
-
"Bangun, Nona. Ini sudah pagi."
Hah? Apa? batin gadis tersebut.
Perlahan gadis itu mulai membuka kelopak matanya. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah, dua orang maid yang tengah berdiri di samping ranjangnya.
"Hah.. Siapa kalian?" tanya gadis tersebut. Dia adalah, Rere.
"Maaf Nona, kita adalah pelayan yang di perintah untuk membantu membangunkan, Nona. Sebelumnya.. Apa tubuh anda sudah terasa baikan?" jawab dari salah satu pelayan.
Rere hanya terdiam. Dia membutuhkan waktu untuk mencerna semua ini. "Tunggu, siapa... siapa namaku??!"
"Apakah Nona baik baik saja? em maaf, maksud Saya.. nama anda Helena d' agrice." Jawab salah satu pelayan yang lainnya.
"APAA??! HELENA?"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.