⚠️ PERHATIAN ️⚠️
Mohon bersikap bijaklah sebagai pembaca, sebab ini hanyalah karangan fiktif! Dan jika ada kesamaan pada nama tokoh, dan sebagainya, itu sepenuhnya unsur ketidaksengajaan.
Jangan lupa untuk follow akun para penulis, juga tinggalkan jejak vote dan komen! Terima kasih!
... ⚖️ ...
Arlene mengerang. Daksanya ditarik paksa menuju sebuah ruangan yang memiliki cahaya redup, kosong dari barang-barang, dan terletak jauh dari tempat yang sebelumnya ia singgahi. Ia dengan luka lebam, darah yang mengalir dan tangis dahsyat dihempas kasar ke lantai, tepat ketika memasuki ruangan tersebut.
Di sana, bukan hanya ada Arlene, tetapi juga seorang pria yang mengenakan pakaian serba hitam dengan wajah bengis dan amarahnya yang membabi buta.
Pria itu, menatapnya! Tatapannya seolah haus akan nafsu dan siap meluapkannya kapan saja, selagi ia mau. Dan di sana, hanya ada mereka berdua dengan pintu yang terkunci rapat, pun dijaga oleh 2 pria lain di luar yang merupakan bawahan dari pria ini.
Arlene hanya bisa mengerang dan mengerang. Daksanya sudah terlalu lemah untuk melakukan banyak perlawanan.
Dari sana, sang pria berpakaian hitam itu bangkit, arkian mendekati Arlene dan menjambak rambutnya sembari berjongkok dan berkata, “Kau seharusnya berterima kasih padaku! Kenapa kau malah memberontak, hah?! Kau lupa, kau itu di bawah kendali siapa?”
Arlene meringis kesakitan ketika rambutnya semakin ditarik kuat. Ia tidak bisa melakukan apa pun selain mencoba melepaskan tangan pria itu dan sadrah. Wajahnya yang membiru seakan menunjukkan bahwa ia semakin lemah.
Ya! Bagaimana tidak jika darah terus saja mengalir dari beberapa bagian tubuhnya? Ia sudah disiksa habis-habisan dan sekarang belum juga usai.
Merasa semakin kesal, pria bengis itu mendekatkan wajahnya ke wajah Arlene sampai jarak di antara mereka hanya beberapa sentimeter. Ia dengan tatapan tajam dan rahang yang mengeras, kemudian melanjutkan, “Sekarang kau masih mau melawanku?!” Tarikannya semakin kencang seiring amarahnya memuncak.
Spontan membuat jeritan dan tangis Arlene semakin di ujung tanduk.
Lalu tak lama, pria bengis itu mengeluarkan sebuah pisau dan memamerkannya tepat di depan mata Arlene. Arlene terlonjak, kedua netranya spontan melotot dengan diiringi gelengan kepala.
“Kau liat ini apa?”
Arlene menggeleng tegas dengan tatapan takut. Ia tidak ingin bertemu Tuhan sekarang. Tidak! Tidak! Masih ada masa depan yang harus gadis itu perbaiki dan capai.
Akan tetapi, seakan dilahap oleh bisikan setan, kewarasannya tidak lagi berguna. Tidak! Mungkin sejak awal pria itu memang tidak waras. Wajahnya yang dikenal ramah-tamah nyatanya busuk. Terlampau hina dan menjijikkan jika disamaratakan dengan manusia.
Bukannya mengasihani dan mengampuni Arlene, pria bengis itu malah menggelegarkan tawa jahatnya dengan raut wajah kesetanan. Mata melebar, senyum skeptis dan gigi yang dipamerkan tanpa rasa iba. Dan kini, tarikannya semakin kuat membuat rambut-rambut Arlene rontok dan kepalanya sejajar dengan dada sang pria.
Sekarang, Arlene harus apa? Apakah berakhir nahas adalah takdir hidupnya? []
... ⚖️ ...
Ditulis oleh: Rina Amelia
KAMU SEDANG MEMBACA
[SEGERA TERBIT] Maha-Gorilya, Juli: Harta dan Fakta
Mystery / Thriller🏆 Juara 1 dan Kelompok Terbaik dalam Event Cakra Serial Marathon Batch 02 yang diselenggarakan oleh Cakra Media Publisher ... ⚖️ ... Merasa geram dan tidak suka dengan cara dan sikap para pasak kunci, adalah hak bagi rakyatnya. Rasa tersebut kemudi...