06. Orang Gila!

14 4 0
                                    

⚠️ PERHATIAN ️⚠️

Mohon bersikap bijaklah sebagai pembaca, sebab ini hanyalah karangan fiktif! Dan jika ada kesamaan pada nama tokoh, dan sebagainya, itu sepenuhnya unsur ketidaksengajaan.

Jangan lupa untuk follow akun para penulis, juga tinggalkan jejak vote dan komen! Terima kasih!

... ⚖️ ...

Dalam ruangan yang amat sesak nan sempit itu, tampak ketiga gadis yang tengah tertunduk akhirnya mulai menggerakkan jemari lentik mereka. Salah satu dari ketiga gadis itu Lilyana, gadis yang lebih dulu menampakkan pergerakan jemarinya.

Lilyana tampak mengerjapkan mata perlahan. Seluruh indranya mati rasa. Hingga samar-samar ia menyadari bahwa dirinya tengah duduk pada sebuah kursi. Tunggu, ini aneh bagi Lilyana. Mengapa dia duduk di kursi? Dan bagaimana bisa kedua tangannya terikat?

Mendadak, kepala Lilyana terasa amat pusing. Tanpa sadar gadis itu sampai memejamkan matanya lagi. Kali ini begitu erat, merasakan rasa pusing nan sakit yang entah mengapa membuatnya ingin memecahkan kepala saat itu juga.

Setelah cukup lama, rasa sakit itu kembali mereda dan membuat mata Lilyana terbuka. Ah, gadis itu akhirnya mengingat bagaimana bisa dia berada di kondisi seperti ini. Lalu ... bagaimana dengan keempat temannya?

Sontak Lilyana mendongak. Melototlah mata gadis itu. Di depannya tampak Nuraini yang sedang menundukkan kepala. Entah apa yang terjadi, tetapi kondisi gadis di depannya itu tampak mengerikan. Ada banyak luka segar di lengan, bahkan pakaian Nuraini pun begitu berantakan.

Menyadari bahwa Nuraini sadarkan diri dari gerakan kepalanya yang bergerak mendongak, Lilyana seketika bertanya, “Apa yang terjadi?”

Tersentak sejenak. Lantas, Nuraini meluruskan pandangan ke arah Lilyana. Senyum getir terpancar jelas. “Syukurlah kalian bertiga siuman,” lirih Nuraini. Namun, karena ruangan tanpa jendela menggemakan suara, membuat perkataan Nuraini terdengar jelas.

Lilyana mengernyit. Ia merasa aneh dengan kata ‘bertiga’, seakan tak ada 1 orang dalam hitungan Nuraini. Gadis itu lalu mengedarkan pandangan dan akhirnya dia mengerti maksud perkataan Nuraini. Namun, belum sempat gadis itu mengutarakan pertanyaannya, Arlene yang juga di sana memotong lebih dulu.

“Memangnya apa yang terjadi denganmu? Kenapa kamu babak belur seperti ini?”

Lagi, Nuraini mengembangkan senyum yang terkesan memaksa. “Bukan apa-apa. Aku senang bisa menjaga kehormatan kalian dari bajingan gila seperti mereka.” Dengan suara lirih, Nuraini mengatakannya dengan nada santai.

Kali ini Arlenelah yang matanya membulat sempurna. “Untuk apa kamu berkorban sendiri demi kami?! Lihat! Sekarang kamu babak belur seperti ini! Itu yang kamu mau, hah? Kami berutang budi padamu?” bentak Arlene. Dia kesal, sangat kesal melihat tindakan bodoh Nuraini demi mereka, meskipun dalam hatinya ia berterima kasih pada gadis yang telah menjadi sahabatnya itu.

“Arlene! Apa-apaan kamu? Bukannya terima kasih, tapi malah membentak Nuraini?!” Qesya yang sedari tadi diam mendengarkan, kini menyuarakan isi hatinya. Heran. Biasanya Arlene yang menjadi penengah di antara Qesya dan Nuraini, tetapi kini posisinya malah terbalik.

Arlene yang mendapat respons negatif dari Qesya, tak terima. “Apa?! Mau menamparku seperti aku menamparmu? Iya? Coba lakuin! Lakuin kalau kamu bisa lepasin itu tali! Lalu lari dari kejaran ratusan bajingan di luaran sana!” Begitu tuntas kata-kata yang dikeluarkan, Arlene terengah-engah. Rona mukanya pun samar-samar memerah.

[SEGERA TERBIT] Maha-Gorilya, Juli: Harta dan FaktaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang