Chapter VIII : Bunga Tulip

19 15 0
                                    

Cuit Cuit Cuit

Burung kenari bertengger pada dahan pohon jeruk, bernyanyi di pagi hari yang cerah. Hawa dingin menusuk tengkuk ketika sang surya menampakkan dirinya dengan sempurna. Berkabut. Tak terlihat cahaya matahari sama sekali. Hari ini sungguh membuat tubuh terasa seperti ingin membeku. Embun terlihat di antara dedaunan.

"Nona, waktunya untuk bangun."

Lisha mendobrak pintu mimpi Aelia dan membuat sang gadis terperanjat dari tidurnya. Gadis itu mengerjap pelan. Merenggangkan tubuh, "Berapa lama sampai waktu untuk sarapan?" Lisha yang sibuk membuka tirai, menengok. Menatap Aelia.

"Sekitar 2 jam lagi." Aelia mengangguk. Berjalan gontai menuju cermin, matanya masih mengantuk. 

"Baiklah." Jawabnya pelan, punggung dan tangannya tampak seperti belum terbangun. Ia berjalan terbungkuk. Seperti ada beban berat yang menggunung.

Lisha merapikan surai Aelia di depan cermin krem tepat di sebelah tempat tidur. Menyisirkan dengan telaten. Merapikan anak rambut dari ujung hingga ke ujung, dengan lembut. Lisha sangat berbakat dalam hal ini. Tanggannya ajaib. 

"Nona akan kemana hari ini?" Pertanyaan tetiba mencuat ditengah kegiatan sisir menyisir. Aelia menelengkan kepalanya—sebelah kiri. Si gadis terlihat berpikir. Dia menatap cermin. Tersenyum.

"Aku akan memetik bunga di taman." Lisha memandang dengan hangat. Tersenyum. Menuntun sang gadis menuju tempat permandian, memberikan aroma mawar pada air yang akan si Nona gunakan. 

"Apakah suhu air ini sudah sesuai, Nona?" Lisha memeriksa dengan tangan masuk ke dalam kolam putih. Asap mengepul di atas. Ini hangat namun tak hangat, sedikit panas. Aelia mengangguk sebagai jawaban.

Lisha membasuh tubuh Aelia menggunakan spons lembut yang beberapa saat yang lalu marchioness hadiahkan. Kepala Aelia, Lisha pijat dengan terampil.

"Adakah saran gaun yang ingin anda gunakan hari ini?" Lisha terlihat seperti sedang menimang-nimang sesuatu. 

"Baju yang nyaman dan tidak berat ketika dipakai untuk berjalan."

"Kalau begitu yang ini saja." Lisha mengangkat satu baju berwarna hijau muda dengan pita berwarna putih. Motif baju yang sesuai dengan tema untuk hari ini. Bunga.

Aelia terlihat manis mengenakan gaun sederhana itu. Rambut nya terikat seperti ekor kuda yang tengah dihiasi oleh pita cantik berwarna putih susu. 

"Toby tukang kebun, sekarang sedang berada di taman .... anda bisa bertanya kepadanya." Aelia tersenyum, 

"Terimakasih."

"Apakah anda sangat menyukai bunga tulip?" Lisha bertanya, memerhatikan Aelia. Taman lenggang. Yang di ajak bicara, tak menjawab. Ia asik memetik bunga cantik itu satu persatu. Hanya terdengar suara burung berbicara. Lisha duduk di sebelahnya, membantu Aelia. 

"Apakah sesuka itu?" Lisha terkekeh kecil, Aelia menatap Lisha. Bingung. 

"Kamu di sini sedaritadi?" Aelia terkejut. Hampir menjatuhkan karangan bunganya, namun berhasil di tahan oleh salah satu tangannya. 

"Saya mengikuti anda sejak datang kemari." Aelia tertawa kecil, ia merasa bersalah mengabaikan Lisha. Aelia memberikan satu bunga berwarna putih. Tersenyum manis. Lisha bingung, namun tetap di gapai bunga itu. 

"Terimakasih, Nona."

Kedua nya mengobrol dan tertawa. Asik dengan dunia mereka sendiri. Tak menyadari keberadaan sosok asing di belakang kedua nya. Memandangi mereka berdua, terkadang hampir terpaku. Tak lama, hingga akhirnya ia pergi bersama seseorang. Menghampiri dan berkata sesuatu. Setelah itu, tak lama keduanya pergi, seperti lewat begitu saja. Seseorang di sampingnya adalah seorang kesatria—tampak gagah akan baju seragam dan pedangnya. Para pelayan berbisik-bisik. 

A Hint from Archy (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang