[1] Begal

1.7K 186 9
                                    

“Semesta tengah bercanda?”

***

Suasana Dirgantara Cafe malam ini terbilang lebih ramai dari malam-malam sebelumnya. Beberapa pelayan yang mengenakan seragam khas Dirgantara Cafe tengah sibuk bolak-balik melakukan tugasnya, diiringi dengan lantunan musik dari salah satu band terkenal.

Semua orang terlihat sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang berbicara dengan keluarganya, temannya, atau kekasihnya. Ada juga yang hanya sekedar menikmati makanan yang ada di Dirgantara Cafe.

Berdasarkan review dari beberapa pengunjung yang pernah dipinta untuk memberikan tanggapannya terkait Dirgantara Cafe, mereka berkata bahwa Dirgantara Cafe merupakan Cafe idaman untuk para remaja. Tapi, tak ada batasan usia, mengingat menu yang disajikan cukup beragam dan terbilang pas untuk segala lapisan kalangan. Kapan lagi makan di tempat yang mewah dengan pelayanan yang ramah tapi harga kaki lima?

Bagi mereka, makan di sini sangatlah worth it. Mengingat harganya tidak sampai membuat kantong bocor, pun makanan di sini sangat enak dan memiliki review positif.

Di tengah hingar-bingar itu, seorang pemuda berambut hitam dengan perawakannya yang proposional dan dibaluti oleh kulit putihnya yang kemerahan, terlihat sedang sibuk menanggapi pelanggan di sebrang mesin kasir.

Netra birunya terlihat datar, meski beberapa kali senyumnya terbit di sudut bibirnya yang berwarna merah muda alami. Sosoknya yang begitu tampan sekaligus manis, membuatnya menjadi tontonan yang menarik bagi para pengunjung Cafe.

"Rav, udah malem. Lu kalo mau pulang duluan, pulang aja." Seorang perempuan berhijab menepuk pundak lelaki manis itu. "Besok lu sekolah apanan, jangan telat dah lu."

Remaja laki-laki bernama lengkap Ravindra Adiwijaya itu terhenyak menatap perempuan di hadapannya. Tidak pernah terbesit di pikirannya, sosok supervisor-nya yang terkenal galak dan sangat disiplin, akan mengatakan hal seperti itu.

"Kagak usah mikir macem-macem lu elah! Lu itu udah kami anggep kayak adek sendiri," ujar perempuan itu dengan tegas.

"Udah sono pulang lu! Huss huss!" ucapnya lagi dengan gerakan tangan yang tengah mengusir.

Ravin hanya mengangguk, tak bisa melawan atau pun membantah. "Makasih ya, Mpok," ujar Ravin.

Mpok Nuri hanya mengangguk, lalu pergi menuju kasir, menggantikan Ravin.

Melihat itu Ravin hanya bisa mengucap syukur dalam hati. Lingkungan kerjanya positif. Ravin tahu, mereka memang orang-orang baik, bukan karena Ravin adalah teman dari adiknya sang pemilik Cafe, lantas mereka bersikap baik. Sekali lagi, mereka memang orang baik dan tulus.

Dengan langkah yang masih sedikit ragu, remaja laki-laki itu berjalan ke arah belakang, menuju sebuah ruangan kecil yang hanya dikhususkan untuk pegawai menaruh barang-barangnya.

Sesampainya di sana, segera ia ambil barang-barangnya yang hanya sebuah tas berisi seragam putih abu-abu miliknya serta buku-buku yang lumayan banyak. Tas yang penuh itu terasa berat ketika bertengger di pundaknya. Sambil menghela napas, remaja itu berbalik keluar dari ruangan tersebut.

Setelah berpamitan dengan beberapa rekan kerjanya, Ravin segera meninggalkan Cafe tempatnya bekerja. Berjalan dengan langkah pelan menuju pos security yang jika dilihat dari jauh pun begitu mencolok dengan dinding berwarna kuning terang. Terlalu silau untuk ukuran pos security, yang di mana biasanya berwarna putih polos.

[1] Kang Begal : REMAKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang