Aruna mencoba memejamkan kedua matanya tapi tak kunjung berhasil. Baru memejamkan mata langsung melek lagi. Jantung Aruna masih berdisko ria sedari tadi. Sumpah lama-lama dekat dengan tuan besar bisa merusak kinerja jantungnya.
"Duh jantung gue kenapa sih?" Keluh Aruna sembari memegang dadanya. "Seingat gue, gue gak punya riwayat penyakit jantung deh." Aruna mencoba mengingat kembali. Penyakit paling parah yang dialami oleh Aruna adalah kanker alias kantong kering di saat tanggal tua. Menu yang pas saat kanker adalah aneka mie instan dengan berbagai rasa seperti rasa rendang, ayam kecap dan sejenisnya.
Aruna mencoba mengingat kembali perasaan gelisah ini saat bersama Devan tapi dia tak pernah merasakannya. Jadi, apa penyakit yang di derita oleh Aruna saat ini?
"Besok gue coba tanya ke Rina deh, kayaknya dia tahu deh penyebab kenapa jantung gue kayak gini," putus Aruna. Lalu Aruna melihat jam di ponselnya. Sudah jam satu pagi, ya ampun lama sekali dia melamun. Kali ini Aruna mencoba sekali lagi membaca doa sebelum tidur dengan benar mana tahu bisa mujarab.
****
Aruna menggeliat di atas kasurnya, alarm nya telah berbunyi sejak tadi dan matanya sulit sekali untuk di buka. Akhirnya pada dering yang kesekian kalinya, Aruna berhasil membuka matanya dan melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Dia harus segera mandi dan menunaikan shalat subuh terlebih dulu.
Setelah selesai shalat, Aruna pun bergabung ke dapur menuju tempat Rina yang sedang memasak sarapan. Sekedar informasi, pelayan yang bekerja di rumah ini bisa dikatakan tak terlalu banyak hanya sekitar sepuluh orang saja. Sejauh ini yang Aruna kenal hanya Tio, supir yang selalu mengantar dan menjemput Ken, Rina si juru masak, pak Mugi satpam rumah dan ibu Cecilia si kepala pelayan. Sisanya tujuh orang lain, Aruna belum pernah melihat. Menurut penuturan Rina, dua orang tukang kebun memang datang per tiga hari sekali, tiga orang pelayan sedang pulang kampung karena ada acara dan sisanya dua orang lagi adalah pegawai lepas yang hanya datang di saat tertentu saja.
Cukup aneh memang, rumah sebesar ini tak terlalu banyak jumlah pelayan. Tapi menurut Rina, ini adalah cara efektif agar semuanya bisa akrab satu sama lain.
"Tumben lo jam segini udah ke dapur,mau bantuin gue masak?" Tanya Rina keheranan ketika melihat Aruna telah berada di dapur.
Aruna menggaruk tengkuknya bingung. "Gue mau tanya sama lo," Ucap Aruna sambil memperhatikan Rina yang tengah mengeluarkan beberapa bahan dari kulkas. "Lo mau masak apa buat sarapan nanti?"
"Omelette, tuan muda pengen makan omelette katanya." Rina mengabsen bahan masakan yang baru saja dia keluarkan. "Emang lo mau tanya apa ke gue?"
"Gue kayaknya punya kelainan jantung kalau dekat-dekat dengan pak bos," ucap Aruna polos sambil memegang pipinya dengan kedua telapak tangannya.
Rina yang sedang memotong daun bawang tiba-tiba menghentikan gerakannya dan memutar tubuhnya menatap Aruna tak percaya. "Gue gak salah dengar kan?" Rina memastikan lagi kalau indera pendengarannya sedang tak bermasalah.
"Emang lo dengar apaan?" Tanya Aruna polos dan membuat Rina mendengus sebal. "Itu loh jantung lo tadi."
Aruna manggut-manggut. "Iya loh, Rin. Lo punya kenalan dokter ahli jantung gak? Udah dua kali gue kayak gini soalnya," aku Aruna sambil memainkan pipinya. "Gue mau umur panjang biar bisa punya anak lucu-lucu gemes."
Rina menoyor kepala Aruna gemas. Ngakunya udah punya mantan bahkan dengan mantapnya memata-matai sang mantan. Itu mah tanda-tanda Aruna jatuh cinta dengan pak bos, masa gitu aja gak tau sih. Rina gregetan jadinya.
"Lo itu mah baper kali, Run," ucap Rina sambil menerus kembali pekerjaannya.
"Masa sih gue baper kayaknya gak deh," elak Aruna masih tak percaya dengan hipotesa Rina. "Lagian gue punya dendam kesumat sama si cewek ular itu."
"Lo itu sebenarnya cocok kok sama pak bos tapi sayang kasta kita itu berbeda. Ibarat nih pak bos makan dengan lauk ikan salmon sedangkan kita makan dengan lauk ikan teri." Rina memberikan perbandingan kepada Aruna. Jelas sekali perbedaannya.
"Ikan teri enak kali, Rin. Apalagi kalau lo masak sambal kacang tanah dengan ikan teri, widihh enak banget itu loh,Rin." Ucap Aruna semangat. "Loh kok kita bahas makanan sih, gue kan mau curhat." Aruna tersadar kalau omongan mereka melenceng.
"Aruna Cantika yang ngakunya pintar tapi ternyata bloon juga. Gue kasi tau nih ya, lo itu ada tanda-tanda punya hati sama pak bos," ucap Rina penuh keyakinan.
"Lo ngaco ah, Rin. Gak mungkin gue cinta-cintaan sama pak bos. Gue level upik abu cantik sedangkan pak bos bak pangeran tinggal di kastil. Ketinggian amat mimpi gue," ucap Aruna mematahkan teori Rina. Di lihat dari sudut pandang manapun, teori Upik abu menikah dengan pangeran di dunia nyata persentasenya sangat kecil sekali bahkan bisa dikatakan nihil.
"Emang pak bos ngapain sampai otak lo jadi geser gitu?"
Aruna mencoba mengingat lagi kejadian yang membuat jantungnya berdebar hebat. "Pertama saat gue ke ruang perpustakaan pak bos, ingat kan lo. Nah dia mepet gue tuh trus ambil ujung rambut gue. Secara diperlukan kayak gitu cewek manapun pasti lumer lah kan." Aruna memulai ceritanya. "Tapi berhubung gue laper ya kejadian selanjutnya gak ada."
Rina pengen ketawa. Ya ampun kok bisa sih ada cewek model kayak Aruna di dunia nyata.
"Nah tadi malam lagi, gue kan janji tuh sama Ken ntar sore mau ajak dia main layangan. Pak bos malah ikutan nimbrung dan pak bos bilang dia cemas kalau anaknya bermain di alam terbuka sama gue," tutur Aruna. "Dan pak bos menambahkan, gue itu punya bakat merusak potensi kepolosan anaknya."
Aruna berdecak kesal jika mengingat hal itu. Memang sih beberapa kali dia bermain dengan Ken, Aruna akan menyelipkan hukuman ringan. Anak seusia Ken harus diajarkan berbagai hal yang berguna untuk masa depannya kelak.
"Lo mana bisa samain kita dengan tuan muda, Run," ucap Rina sambil memasak omelette nya dan aroma wanginya menguar di udara. "Permainan anak orang kaya dan anak jelaga jelas beda. Mereka les piano atau biola bahkan les balet sedangkan kita di usia segitu malah main kelereng, congklak, main bola bekel." Rina mengabsen beberapa permainan tradisional yang sempat ia mainkan saat itu.
"Makanya gue sebel sama pak bos, gue kan punya niat mulia ingin memperkenalkan permainan tradisional pada tuan muda," sungut Aruna kesal. Karena Aruna pernah bertanya pada Ken tentang permainan congklak, anak itu gak tau sama sekali. Payah sekali.
"Kan udah gue bilang, jangan samakan kasta kita dengan tuan muda."
Aruna tak bisa menerima hal itu. Bagaimana permainan tradisional mau tetap lestari jika generasi penerus saja tak mau memberitahu pada anaknya. Miris jika mengingat hal itu.
"Menurut gue salah pak bos kenapa gak kasi tau beberapa permainan tradisional pada Ken. Gue kan baik hati ingin memberitahu."
"Jadi itu salah saya, Aruna?" Tanya seseorang dengan suara berat saat memasuki dapur.
Aruna mengusap mukanya. Apes. Baru kemarin malam dia bisa bernafas lega lah sekarang sial lagi.
"Kayaknya gue harus lakukan ritual mandi kembang tengah malam agar kesialan gue segera hilang," ucap Aruna pelan tapi masih bisa di dengar oleh Rina dan juga Nugra.
"Berani kamu lakukan mandi kembang saat tengah malam, masa training kamu akan diperpanjang," ancam Nugra sadis pada Aruna.
Sedangkan Rina menahan tawa nya mati-matian mendengar ancaman itu. Sejak kapan tuan besar yang biasanya sangat lembut bisa berubah jadi sadis begini.
"Jangan dong," melas Aruna.
"Setelah sarapan cari bambu dan kamu buat layangan untuk saya dan Ken." Setelah mengucapkan hal itu Nugra berlalu dari dapur dan menyisakan Aruna yang melongo.
KAMU SEDANG MEMBACA
babysitter random
Chick-LitAruna, dua puluh tujuh tahun. Single, pengacara alias pengangguran banyak acara. Hobi stalking instagram karena belum bisa move on dari mantan pacar. Apa jadinya jika Aruna di pemalas menjadi baby sitter dari balita bernama Ken yang super aktif? ...