Four

1.1K 239 115
                                    

Make sure you've read the last chapter. Thanks! x

----------

Sekitar setengah jam aku menunggu Niall, tapi dia tidak kunjung kembali. Aku mau pulang, rasanya aneh berada di ruangan penuh orang seperti ini.

Belum lagi bau beer yang semakin lama mengganggu indera penciumanku. Kenapa aku mau saja sih disuruh Perrie ke pesta seperti ini?

Aku mencoba berkeliling untuk mencari Niall, tapi hasilnya nihil. Perrie sedang mengobrol dengan temannya yang lain, dan Sidney masih berdua bersama Harry.

Sial, lebih baik aku pulang saja.

Aku berjalan keluar dan menarik napas sepuasnya, akhirnya mitokondriaku dapat melakukan respirasi dengan leluasa.

Aku mengeluarkan ponselku untuk membuka google maps karena aku tidak tahu jalan.

"Ree?"

Oh damn.

Tanpa menoleh, aku menggerakkan kakiku untuk menjauhi tempat ini.

"Karen!" Zayn menahan lenganku dan membuatku berputar menghadapnya, "Mana Niall?" dengusnya acuh tak acuh, "Sudah kubilang mana bisa dia menjaga perempuan."

Aku menarik lenganku dan melipatnya di depan dadaku, "Remember when you had a life and stopped making bitchy comments about Niall?"

Zayn menghela napasnya keras, karena frustasi kurasa, "I'm sorry, okay? Aku bosan melihatmu berdua dengan Niall."

Jari telunjukku bergerak menyentuh dada Zayn, "Kau sudah punya Perrie."

"I know," tangan Zayn menyusuri kepalanya yang lumutan.

Baiklah, bukan lumut sungguhan. Sekitar seminggu yang lalu Zayn memotong rambutnya dan mengecatnya menjadi warna hijau. Dan entah kenapa di mataku rambutnya malah terlihat seperti lumut.

Okay, abaikan.

Aku berbalik dan kembali berkutat dengan ponselku.

"Biarkan aku mengantarkanmu pulang," tawarnya.

"Ha! Never in a million years," semprotku sambil tertawa.

"Ayolah, lagipula memangnya kau tahu jalan pulang?" tanya Zayn tepat langsung pada masalahku sekarang.

Aku menggeleng pelan.

Zayn melepas jaket kulit yang ia pakai, "Pakai ini, bajumu tidak akan membuatmu hangat dari hembusan angin malam."

Dengan enggan aku menerima tawarannya dan mengenakan jaket itu. Aku jadi teringat wangi khas Zayn saat dulu kami sempat dekat.

"Ayo naik," tiba-tiba Zayn sudah muncul di sampingku lengkap dengan motornya.

"Kau tidak kedinginan?" tanyaku sambil melihat selembar kaus tipis yang membalut tubuhnya.

Zayn tertawa, "Aku rela membeku asalkan tubuhmu tetap hangat, Ree."

Aku diam karena tidak tahu harus membalas apa. Aku langsung saja naik ke atas motornya, semakin cepat aku sanpai rumah, semakin baik.

_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_

A/N

Hmmmm... Kayaknya Naren sejauh ini belom pernah berantem yaa.. Well well huahahah

Aduh kangen komentar kalian nih *ceritanya lagi ngekode*

Makasih ya yang udah bacaaa, I hope you enjoy it lmao

Mwah!

Love, Karen xo

Goodbye // Sequel to HappyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang