Nine

1K 204 123
                                    

Zayn diam mematung tanpa mengeluarkan suara.

Aku mendecak, "You know, rambut putihmu itu tidak akan membuatmu samar dengan dinding."

"How did you know?" wajah Zayn menampilkan ekspresi terkejut saat dia keluar dari tempat persembunyiannya.

"Harus berapa kali aku katakan kalau aku tidak bodoh?" tanyaku seraya menyunggingkan senyuman.

Zayn lagi-lagi terdiam.

"Aku ingin berbicara denganmu, Karen."

Aku memutar bola mataku, "Kau memang sedang berbicara denganku, Zayn."

"Aku serius, Ree," tekannya.

Aku mengangkat kedua alisku, "Siapa bilang aku tidak serius?"

"Kau galak sekali sekarang," Zayn berusaha menyembunyikan seringai usilnya.

"Apa yang ingin kau bicarakan? Aku mau pulang," tegasku padanya dan berbalik untuk menggertaknya.

Zayn menahan lenganku, "Aku ingin berbicara tentang kita."

"Tidak ada apa-apa di antara kita. Kau ingat itu, Malik."

Zayn mengusap wajahnya dengan gelisah, "Belakangan ini aku suka memperhatikanmu dan Niall, hal itu membuatku mengerti kalau kau memang benar-benar bahagia bersamanya."

Aku melipat kedua tanganku, memberikannya kode untuk terus berbicara.

"Dan aku berpikir untuk melepaskanmu, walaupun kau bukan milikku--,"

Aku tersenyum lirih, "I never was," bisikku lemah, mengingat saat Zayn pertama kali memperkenalkanku dengan Perrie.

Zayn mengangguk, "I'm sorry for everything," gumamnya sebelum memeluk tubuhku yang mendadak kaku.

"Zayn."

"Tidak, aku tidak mau melepaskan pelukan ini dulu. Aku ingin merasakan pelukanmu untuk yang terakhir kalinya, Ree," protesnya dengan pelan.

Perlahan, tanganku menjalar menelusuri punggungnya dengan ragu.

Kami bertahan dalam posisi ini dalam beberapa detik sebelum Zayn merusaknya dan memecah keheningan dengan pertanyaannya.

"Bolehkah.. Bolehkah aku meminta satu hal lagi?"

"Apa?"

"Can I kiss you?"

Kini, akulah yang terdiam.

Haruskah aku menerimanya? Zayn adalah orang yang cukup lama menyandang gelar sebagai orang yang aku sukai, tapi itu dulu.

Dan Niall...

Aku menggeleng, "I can't do this to Niall. I can't do this to Perrie."

"But you can do this to yourself, Ree."

Lagi-lagi mulutku terkatup rapat. Aku yakin kalau otak besarku sedang berpikir keras, lebih tepatnya bagian lobus frontalis karena bagian itu mengatur emosi dan pikiran pada manusia.

"Hanya untuk yang pertama dan terakhir, Karen," hasutnya sehalus tepung terigu yang sudah diayak.

Aku tidak tahu setan apa yang merasuki diriku sehingga aku merasakan kalau kepalaku mengangguk.

Tanpa membuang waktu, Zayn sudah menangkup wajahku dengan kedua tangannya. Detik berikutnya, mataku tertutup saat bibir kami menempel.

...and I feel nothing.

Tak ada rasa menggelitik di perutku seperti yang aku rasakan saat aku melakukannya bersama Niall. Tak ada debaran keras seperti yang aku rasakan saat aku melakukannya bersama Niall. Tak ada perasaan hangat seperti yang aku rasakan saat aku melakukannya bersama Niall.

"Karen?" suara Perrie membuatku terlonjak kaget.

_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_

A/N

oKE INI KLISE BANGET EWW MAAPIIIN :(

Btw, can you guys check out my new Louis ff please? :3 Judulnya Flashback // l. tomlinson [A.U] hueheheh makasih banyakk :) x

Love, Karen xo

NEXT UPDATE: 17 JULI 2013

Goodbye // Sequel to HappyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang