Fourteen

1K 192 103
                                    

"And this is your dorm," instrukturku membuka pintu dengan nomor 301 yang tergantung, menampilkan sebuah kamar dengan dua buah tempat tidur dan funiture lainnya.

Dia memberikanku sebuah kunci, "This is your key and your roommate should've come in about like half an hour."

Aku mengangguk.

"Alright, bye," ketukan sepatu hak wanita itu memudar dari pendengaranku.

Aku menutup pintu dan merebahkan diriku di kasur. Mataku terpejam dengan rileks sampai sebuah petir bergemuruh dan kilat melesat memotong udara dengan cahayanya.

Bad weather. Bad weather. Untung aku sudah sampai di sini.

Aku menutup gorden untuk menghalau pandanganku dari kelamnya langit kelabu.

Tanganku mengambil sebuah remote yang tergeletak di samping televisi sebelum menyalakannya.

"Pesawat dengan kode KJ177 yang melakukan penerbangan dari Inggris dengan tujuan Amerika terjebak badai dan jatuh di sekitar..."

Untung saja itu bukan pesawat  yang aku tumpangi. Sepertinya itu adalah penerbangan setelahku, tetapi aku tidak cukup yakin sih.

"...tim penyelamat langsung terjun ke lapangan, walaupun cuaca tidak mendukung. Sejauh ini sudah ditemukan delapan korban yang dapat di ketahui identitasnya."

"Korban yang berhasil dievaskuasi telah di alihkan ke Badan Forensik--"

"Hi!" pintu kamar asramaku terbuka oleh seorang perempuan yang seumuran denganku. Matanya berwarna coklat pudar seperti susu coklat.

"I'm Hannah, kau teman sekamarku, 'kan?" tanyanya dengan ramah.

Aku mengulurkan tanganku, "Karen. Nice to meet you, Hannah."

"Oh my God! Are you from England?" dia memekik senang.

Aku membuat sebuah senyuman, "Iya."

"Aku suka aksenmu," pujinya sambil melempar bawaannya ke tempat tidur di seberangku.

"Thanks," ucapku canggung.

"There's a frat party at the ground floor. You in?" tawar Hannah seraya merapihkan rambut coklatnya.

Aku menggeleng, "Tidak. Terima kasih."

"Oh! Come on! Aku tidak menerima jawaban 'tidak', Karen. Ayo," dia menarik tanganku.

Aku mengikutinya dengan enggan, kami berjalan menuju lantai dasar.

Hannah menarik ikatan rambutku sehingga kepanganku lepas dan terurai.

"You look hotter like this," komentarnya sambil mengacak asal rambutku.

Bau keringat dan alkohol yang sangat menyengat sudah mulai terdeteksi ketika aku memasuki lingkungan pesta itu.

Kalau saja tulang mandibula di tengkorakku bisa lepas sekarang, aku yakin rahang bawahku akan jatuh menerjam lantai.

This party looks so wild.

Hannah membawaku ke tempat-temannya berkumpul, "New freshman, gals!" teriaknya sambil mengambil dua buah red cup berisi beer.

Dia menyerahkan salah satunya ke tanganku, "Take it, Karen."

Aku mencium beer itu dan mengerutkan dahiku. How could people drink something lile this?

Aku merasakan ponselku bergetar.

Sidney is calling.

Hannah dan temannya menatapku penasaran. Aku memberi mereka tatapan maaf dan meninggalkan keramaian.

"Hello?"

"Bagaimana?!" tanya Sidney setengah memekik.

Aku diam sebelum menjawab, "Bagaimana apanya?"

"Jangan pura-pura bodoh, Ree. Aku tahu kau sangat senang sekarang!" serunya sambil tertawa.

"Well, let's see... Di sini sedang ada badai, teman sekamarku mengajakku berpesta, dan sekarang aku memegang sebuah red cup berisi cairan alkohol yang bisa merusak syarafku perlahan-lahan di dalam ruangan di mana paru-paruku sangat menikmati asap rokok yang membuatku menjadi perokok pasif. So yeah, I'm so having fun right now," jawabku dengan sinisme kental.

"What?"

"What?" tanyaku kembali.

"...skjsjshshsks.sdkksne.emd..djskdjniallsndndjbkabbs.?.......dno.sks."

"Sidney?" panggilku dengan bingung saat suara bisikan beberapa orang sekaligus terdengar dari ponselku.

"Have you met someone? Someone from our country, perhaps?" selidiknya.

"Tidak, sepertinya. Well, I met this girl called Hannah but I think she's American."

"Have you met Niall?" suara serak Harry terdengar di seberang sana.

"jkajKJjhHhH?!!!..!jajaHAIXAAVSHKSAyOurUintHEPlanSDGJKDLDjJ!!!.!&!!"

Suara orang yang sedang berdebat hebat terdengar.

"Harry?" tanyaku panik.

Perasaanku tidak enak.

"Harry?!" bentakku.

"Just tell her, Sid," aku mendengar suara Zayn.

"Well.. Seharusnya Niall akan mengejutkanmu beberapa jam yang lalu," jelas Sidney, "Apa mungkin penerbangannya ditunda?" tanyanya lebih kepada diri sendiri.

Ritme detakan jantungku mulai cepat dan abnormal. Sensasi dingin dapat kurasakan di ujung jemari tanganku.

"What do you mean?" lirihku penuh rasa takut.

"Niall menyusulmu dengan pesawat setelah penerbanganmu, Karen."

Red cup yang aku pegang terlepas dari genggamanku, aku mundur sehingga punggungku menabrak dinding. Suara jatuhnya ponselku adalah suara terakhir yang aku dengar sebelum tubuhku lengser menghantam lantai. Air mataku mulai menetes dengan bebas, kedua lututku kurapatkan ke dadaku yang bergetar.

Tidak mungkin.

_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_

A/N

Haaii maaf ya kalo ada typo, kayaknya gua kurang teliti bacanya.

Eh tau ga sih gua minum peppermint tea terus gua kirain tehnya ketumpahan balsem cobaa wkwk tastes so weird lol

Makasihnya ya yang selalu baca, vote, dan comment! :)

Love, Karen xo

Goodbye // Sequel to HappyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang