BAB III

345 26 4
                                    


Keesokan harinya.....

Pagi hari ini Ping dikejutkan oleh sesuatu saat akan pergi kuliah. Saat dia membuka pintu, terlihat seseorang yang sudah menunggunya berdiri bersandar disebuah mobil mewah. Orang itu adalah Meen. Ping sungguh terkejut dan bingung, pasalnya dia tidak janjian untuk pergi bersama.

"Hallo Ping, selamat pagi....." Sapa Meen dengan senyum tampannya

"Ha..hallo.... Pagi juga phi Meen" jawab Ping setengah tergagap dan masih berdiri di daun pintu. Orang tua Ping pun heran kenapa anaknya tak kunjung pergi dan tetap berdiri bagai patung. Pa ma pun berjalan menghampiri Ping dan bertanya.

"Ping ada apa?" Tanya ayah Ping sambil menepuk pundaknya. Hal itu membuat Ping kembali terkejut sambil memegangi dadanya.

"Astaga, pa..... Kau membuatku terkejut"

"Salah sendiri kenapa kau melamun?" Ma ikut menimpali. "Oho..... Ma tahu sekarang kenapa kau diam seperti patung. Ternyata ada anak tampan yang menjemputmu" ma melihat keluar sambil menggoda Ping. Yang digoda malunya bukan main.

"Maaa..... Jangan menggodaku" Ping merengek sambil memajukan bibirnya

"Pa... Lihat anakmu sekarang sudah dewasa, sudah bukan bayi lagi" pa yg ditanya hanya tersenyum

"Maaa....." Ping kembali merengek. Meen yang sedari tadi melihat dan mendengarnya hanya tersenyum. Kemudian dia mendekati Ping dan orangtuanya. Tak lupa Meen mengucapkan salam.

"Sawadihkhab 🙏 saya Meen, teman Ping"

"Sawadihkhab/kha" sahut pa ma bersamaan

"Maaf, bolehkah saya menjemput dan mengantar Ping kuliah?" Meen meminta izin dengan tersenyum yang membuat orang terpesona

"Boleh saja, asal kau harus menjaga kesayangan kami" jawab pa.

"Baik, saya akan menjaganya dengan baik. Terimakasih 🙏 ayo Ping?"

"A...a... Pa ma Ping berangkat dulu na. Bye...bye..." Pamit Ping sambil mencium pipi pa dan ma. Lalu Ping berjalan kearah mobil yang pintunya sudah dibukakan oleh Meen.

"Terimakasih phi"

Akhirnya mobil pun meluncur meninggalkan pekarangan rumah Ping.

***

Kampus...

Mobil Meen sampai ditempat parkir disusul Meen yang keluar lebih dulu dan berlari kecil untuk membukakan pintu mobil untuk Ping. Ping pun tersenyum cantik, membuat Meen kembali terpana. Dari semenjak mobil Meen terparkir banyak pasang mata tertuju pada mereka berdua. Sampai terdengar beberapa bisikan-bisikan yang menggangu Meenping. Meen yang sudah terbiasa hanya cuek, tapi tidak untuk Ping.

"Hei siapa yang bersama dengan Meen?" "Tidak tahu, mungkin pelacurnya yang baru" "Eh bukankah itu Ping, anak seni" "Oh, Ping yang menjadi primadona ditingkatkannya itu ya?" "Ooh... Ternyata sekarang dia jadi pelacurnya Meen" "sayang sekali ya, padahal Ping itu tanpan, imut, dan cantik. Tapi dia murahan" "patut sih, kau lihatkan penampilannya? Dia pasti miskin, dan butuh uang, makanya dia mau dibawa Meen" kira-kira begitulah yang terdengar oleh Ping. Membuatnya trus menunduk saat berjalan ke kelasnya. Sepanjang perjalanan terus terdengar hal-hal yang membuatnya sakit hati dan diam tak seceria biasanya. Sampai Meen dibuat heran, lalu menghentikan langkahnya dan meraih tangan Ping.

"Ping, kau kenapa diam saja hmm?"

Ping hanya menggelengkan kepala sambil menunduk. Meen yang gemas dengan sikap Ping akhirnya menarik wajah Ping untuk melihatnya. Betapa terkejutnya Meen saat Ping menatap wajahnya dengan air mata mengalir di pipinya. Lalu Meen mendekatkan dirinya sambil mengusap airmata Ping.

"Hei... Ping, kau kenapa hem...? Kenapa menangis? Katakan padaku, aku sedih melihatmu begini" tanya Meen dengan lembut

Ping yang ditanya menjawab sambil sesenggukan.

"Hiks... Phi Meen, apa aku serendah itu hiks... Sampai-sampai mereka mengataiku murahan karena berjalan bersamamu? Aku pikir kita berteman tidak salah, tapi...tapi...hiks... Kenapa sampai mereka bilang aku pelacurmu...hiks..." Meen bukan tidak mendengarnya, tapi dia sudah terbiasa dengan itu. Jadi dia anggap angin lalu. Tapi Meen lupa kalau Ping tidak terbiasa dengan itu. Melihat Ping seperti ini membuat hatinya sakit dan sedih. Dengan cepat Meen menarik Ping kedalam pelukannya. Meen memeluknya erat sambil menciumi pucuk kepala Ping berkali-kali.

"Sudah Ping, jangan menangis lagi na? Hatiku sakit melihatmu begini. Bukan kau yang salah, tapi aku yang salah. Karna dekat denganku, semua jadi menganggapmu buruk. Maafkan aku na Ping, maafkan aku...."

"Phi Meen tidak salah, kita kan hanya berteman. Apa yang salah dengan itu." Jawab Ping sambil mengeratkan pelukannya pada punggung Meen dan masih menangis. Setelah tangis Ping mereda, Meen melepaskan pelukannya dan menatap sekeliling dengan mata tajam dan rahang mengeras.

"Hai kalian semua" bentak Meen dengan lantang dan tegas. Membuat Ping disebelahnya kaget. "Kedekatanku dengan siapapun bukan urusan kalian, jadi jaga mulut kalian semua selagi aku masih berbaik hati. Sekali lagi kudengar kalian menghina Ping, maka kalian berurusan denganku. Sekarang semuanya bubar dan pergi!" Ucapnya dengan lantang, membuat yang mendengarnya takut dan pergi.

"Terimakasih phi Meen, kau sudah membelaku?" Ucap Ping dengan senyuman. Hal itu membuat Meen pun tersenyum dan mengelus pipi Ping.

"Sama-sama na, teruslah tersenyum. Aku suka melihatmu tersenyum, sangat manis" ping tersenyum malu dengan pipi merah merona. Setelahnya Ping diantar Meen sampai kekelasnya. Setelah itu Meen pergi ke kelasnya sendiri.

Kabar bahwa Meen marah-marah membela Ping dengan cepat menyebar diarea kampus. Membuat banyak orang tidak percaya dengan itu. Karena setahu mereka Meen adalah tipe yang cuek, yang tidak perduli akan sekitar. Bahkan dengan para kekasihnya terdahulu. Tapi itulah yang terjadi, seorang Meen sang Casanova bertekuk lutut dibawah kaki Ping. Tapi untuk yang satu ini hanya Meen yang tahu 😎

TBC

Get us together for a long time Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang