Part:24

17.5K 1.9K 156
                                    

Vote and comment juseyo...
....

Atmosfir di dalam kamar Karel dan Darel terasa mencekam, berbeda dengan si pemilik kamar yang duduk tenang di kasurnya, melihat Daniel dan Javier yang menatapnya datar dengan tangan bersidekap dada.

"Daddy sama abang mau sampai kapan liatin kita seperti itu?" Ujar Karel yang mulai jengah.

Bagaimana tidak, ini sudah hampir 30 menit lamanya, tapi Daniel dan Javier hanya diam saja. Awalnya Karel dan Darel sempat menundukkan kepalanya, tapi di menit ke 10, mereka mengangkat wajahnya karena merasa pegal di lehernya.

Walaupun Daniel marah karena mereka sudah melanggar, tapi si kembar hirau, akhirnya Daniel mengalah dan diam menatap Karel dan Darel sampai saat ini.

"Kalian nggak mau jelasin apapun?" Ujar Javier akhirnya.

Bukannya menjawab, tapi Karel malah menimpali pertanyaan lain, dengan wajah polosnya dia berkata "Jelasin apa lagi bang, kan udah jelas?"

Javier menghela nafasnya pelan, gemas dengan raut polos yang ditampilkan adeknya itu. Tapi dia tidak akan tertipu, karena dia tau adeknya tak sepolos itu.

"Gue tau kalian nggak bodoh dan...."

"Wahh makasih pujiannya bang" ujar Karel tersenyum senang dengan menampilkan deretan giginya.

"Gue nggak muji lo bego, gue lagi kesal sama kalian karena kalian nggak ngelawan"

"Owalah, bukannya muji toh, sakit nih hati gue karena dibilang bego sama abang" ucap Karel dengan raut wajah kesal.

"Karel!" Bentak Daniel karena Karel malah terlihat main-main, padahal mereka sedang serius.

"Iya dad, iya maaf, suasananya tegang banget sih, rileks dong" ucap Karel terkekeh pelan.

Daniel dan Javier menghela nafasnya pelan, merilekskan tubuh mereka dan duduk di sisi kedua pemuda kembar itu.

Sejujurnya mereka sekarang benar-benar kesal. Mereka tau bagaimana emosionalnya kedua pemuda itu jika ada yang menyakiti salah satu dari mereka.

Tapi sekarang, mereka malah diam saja ketika orang-orang itu menginjak harga diri mereka.

Jujur saja Daniel akan lebih senang kalau Karel dan Darel melawan, dari pada diam dan harus terluka.

"Maaf, daddy cuma tidak mau melihat kalian terluka lagi"

"Cukup disini saja kalian mendapatkan perlakuan buruk dari daddy dan abang kalian dulu, orang-orang diluar sana tidak berhak melukai fisik ataupun hati kalian"

Daniel menghela nafasnya panjang dan tersenyum kecil menatap Darel dan Karel dengan tatapan lembut.

"Daddy lebih senang melihat kalian melawan, dari pada melihat kalian terluka"

"Karena daddy tau, kalian tidak selemah itu untuk melawan mereka yang sudah menindas kalian" ujar Daniel lembut dan mengelus rambut Darel.

Karel dan Darel saling tatap, kemudian mereka tertawa. Bukan, lebih tepatnya Karel yang tertawa ngakak, sedangkan Darel menunduk dan menutup mulutnya, kemudian dirinya terkekeh pelan.

Javier dan Daniel hanya cengo, tidak mengerti kenapa kedua pemuda itu tertawa, padahal mereka sedang serius.

Tunggu, mereka tertawa. Javier dan Daniel tersadar mengenai hal itu, mereka langsung menatap Karel dan Darel yang masih tertawa.

Kemudian senyum mereka terbit melihat itu, karena untuk pertama kalinya mereka mendengar tawa si kembar. Yah walaupun Karel sering tersenyum ke arah mereka, tapi ini baru pertama kalinya mereka mendengar tawa Karel.

Story of the Twins Brother (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang