2. CYAN GALAXA

511 44 4
                                    

Langit membentang.

Lembayung senja yang memendarkan cahaya merah keemasan tertutup awan kelam. Perlahan berlalu, berlalu, hingga pemandangan semesta benar-benar lenyap dari pandangan remaja laki-laki itu, tertelan bumi, menghilang bersama tenggelamnya matahari.

Cyan merapikan poni rambutnya yang tertiup semilir angin, setiap helainya hampir menutup mata, akhir-akhir ini Cyan memang terlalu malas mencukur rambut semenjak isi kepalanya dipenuhi dengan bayangan kematian tragis orang yang dikasihinya.

Sepasang kaki jenjang Cyan membawa Cyan untuk melangkah maju ke arah batu nisan yang masih tampak baru, memijaki tanah yang basah, lalu duduk bersila di sebelahnya. Remaja laki-laki enam belas tahun itu kemudian mendesah lelah.

"Lo tega sama gue. Setelah sempet bikin gue kecewa, lo memilih untuk pergi," ucap Cyan sedih mencebikkan bibirnya yang mungil, lalu menabur bunga di atas pusara.

Cyan adalah tipe remaja yang ceria dan murah senyum. Namun, itu hanya sebuah kepura-puraan belaka. Ia memang selalu nampak ceria dan baik-baik saja di mata orang lain, tapi sesungguhnya dalam hati siapa yang tahu. Cyan hanya malas dianggap rapuh dan lemah. Dan bodohnya untuk apa Cyan tadi menangis tersedu di depan Biru. Seharusnya Cyan tak perlu melakukan itu.

Biru menatap pusara gadis yang usianya dua tahun lebih tua darinya itu, lebih tepatnya, gadis itu adalah saudara kembar Amber, kakak laki-laki Cyan. Cyan memiliki kakak kembar laki-laki dan perempuan non identik yang dua tahun lebih tua darinya. Mereka bernama Amber Galexio dan Magenta Galexia. Magenta adalah mantan kekasih Biru yang telah tiada, sementara Amber teman satu kelas Biru. Dunia seolah hanya selebar daun talas, bukan? Dan lagi-lagi, Biru tak pernah tahu jika Magenta adalah saudara kembar Amber.

Mereka bertiga adalah korban dari broken home. Cyan dan Amber tinggal bersama mendiang ayahnya, sementara Magenta tinggal dengan ibunya di tempat yang lain bersama suami ibunya yang baru. Jadi, bukan suatu hal yang aneh jika Biru tidak tahu bahwa mereka berdua adalah saudara laki-laki Magenta. Cyan dan Amber hampir tak pernah bertemu lagi dengan Magenta semenjak kedua orangtua mereka resmi bercerai. Tepatnya, ketika ketiganya masih duduk di bangku sekolah dasar.

Pelupuk mata Cyan tiba-tiba menggenang, ingin menangis, ia kemudian mendongak memaksa buram pandangannya untuk menatap langit.

Langit malam yang pekat melenyapkan jutaan bintang-bintang yang bermekaran di atas sana. Cyan mencoba terus mendongak, menghalau bulir airmatanya agar tidak terjatuh.

Bayang-bayang semu saat-saat terakhir itu masih merayap nyata di pikiran Cyan, seolah mengabarkan duka di setiap detiknya, menggemakan beberapa untai kata penuh nestapa, meyakinnya bahwa kakak cantik yang dikasihinya telah tiada.

Bulir airmata Cyan berarak, tangan rampingnya terangkat berupaya untuk menghapus jejak air mata itu, mengusir kesedihannya yang entah sampai kapan nanti akan ada ujungnya, tapi apalah daya Cyan hanya insan biasa, sekuat apapun Cyan mencoba, Cyan masih saja tak bisa.

Andai waktu itu Cyan mau datang menemui Magenta, mungkin, hari ini, ia masih akan dapat melihat wajah cantik kakaknya yang sesempurna gradasi senja.

Suara isak tangis terakhir Magenta yang terdengar pilu terus menggema di rongga telinga Cyan hampir setiap waktu.

Flash back on,

"Adek... Maafin kakak.. Maafin kakak udah rebut Biru dari Adek..hiks.."

Cyan terdiam di kala itu. Malam-malam, Magenta meminta untuk bertemu dengannya. Cyan menolak karena masih kecewa pada Magenta. Bagaimana mungkin Magenta tega memacari orang yang dicintai Cyan selama ini dan Cyan juga pernah meminta tolong pada Magenta untuk dibantu supaya lebih dekat dengan Biru.

SKY SERENADE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang