5. AMPUL INSULIN

359 34 2
                                    

Biru melangkah senyap dengan bibir beku menapaki tanah berumput halaman sederhana rumah adik kelasnya itu. Beberapa jam yang lalu saat di sekolah, Cyan tak sengaja menjatuhkan satu ampul insulin yang tersimpan di kantong celananya saat jatuh bersama dengan Biru di toilet. Cyan memang berencana untuk menyuntikkan insulin saat berada di toilet, tapi pada akhirnya urung karena kemunculan Biru yang datang secara tiba-tiba. Biru tahu bahwa benda berharga itu sangat berarti untuk hidup Cyan. Jika Cyan terlambat menyuntikkan cairan itu ke dalam tubuhnya, kadar gula darah dalam tubuhnya akan tidak stabil dan itu sangat berbahaya untuk Cyan.

Meski sempat berpikir untuk bersikap masa bodoh saja mengingat bahwa Cyan sudah punya pacar, Biru pada akhirnya memutuskan untuk mengantarkan benda itu ke rumah Cyan dengan alasan kemanusiaan, memutar arah sepeda motornya kembali, lalu melaju ke alamat rumah Cyan yang barusaja di dapatkannya dari teman sekelas Cyan.

Entahlah bagaimana bisa Biru memutuskan hal gila itu hanya dalam sekejap saja setelah mendapat masalah dengan Amber. Semua di luar kendali Biru, seolah beku bibir Biru, tidak sejalan dengan isi hati dan isi pikirannya.

Biru melangkah masuk ke area taman tanpa permisi, di samping sebuah kolam, dua orang cowok yang sepertinya Biru kenali tengah duduk memunggunginya. Keduanya tengah duduk bersebelahan dengan suasana hening dan dengan posisi kaki menggantung di tepian kolam.

Samar-samar Biru mendengar seseorang tengah menangis. Suara isakan itu terdengar semakin jelas kala Biru melangkah pelan mendekati keduanya dan bersembunyi di balik tembok.

Itu suara tangis Cyan.

Apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan Cyan? Bulat kedua pupil mata Biru mengintip dari balik tembok dekat kolam.

Di tepian kolam ikan sederhana itu, mata elang Biru menangkap sosok Cyan tengah menangis tersedu di samping Amber.

Biru hendak melangkah pergi karena tak enak hati berpikir mungkin kedatangannya akan menggangu orang yang tengah berpacaran. Namun, ampul insulin yang tergenggam di tangannya memaksanya untuk bertahan. Biru terpaku dengan bibir bisu di balik tembok dekat kolam ikan itu, apa yang sedang tertangkap oleh kedua matanya begitu berkebalikan dengan beberapa jam yang lalu saat Biru melihat Cyan dengan senyum ceritanya di lapangan.

Cyan yang sempat menebarkan tawa ceria saat tak sengaja melemparkan sepatu cinderela ke dahi Biru, saat ini terlihat begitu terluka, begitu rapuh seakan akan luruh menjadi debu hanya dengan sentuhan jari telunjuk saja.

"Abang minta maaf soal yang tadi di toilet. Abang kelepasan pukul wajah Biru. Terus ngaku-ngaku Abang pacar lo." Suara menyesal Amber terdengar di antara tangis isakan Cyan.

Cowok bermata tajam itu berusaha mengusap rambut pekat Cyan, tapi malah dihempas Cyan karena Cyan terlalu kesal padanya. Amber memaksa untuk memeluk Cyan, tapi Cyan berusaha mendorong yang hal itu seketika membuat Biru mengkhawatirkannya dan hendak menghampirinya, tapi urung karena lagi-lagi Biru tidak mau mengganggu hubungan mereka. Amber yang memiliki kekuatan besar pada akhirnya mampu meraih tubuh kecil Cyan, lantas mengangkat wajah perlahan untuk ditakup wajah sendu itu dengan kedua telapak tangan besarnya.

Sepasang mata dua bersaudara itu saling menatap dan menangis tanpa suara.

"Abang sayang sama lo, tolong Lo ngertiin Abang. Percaya sama Abang kalau Biru itu nggak pernah cinta sama lo. Jadi, lo cuma buang-buang waktu aja. Lo lihat sikap dia di toilet tadi, 'kan? Dia bilang bahwa dia cowok straight dan malah menghina kita. Terima kenyataan itu Cyan. Jika lo sayang sama diri lo sendiri, berhenti mengharapkan cinta. Lo ngerti nggak sih? Cinta lo itu terlalu berharga."

"Kok lo ngomong gitu sih? Sekali gue cinta sama Biru. Gue akan tetap cinta sama Biru!!"

Cyan berteriak kesal, menghempas kasar kedua tangan besar Amber yang tengah menakup wajahnya dengan tatapan sedih. Airmata Cyan terus berarak menggenangi pias wajah tampannya.

SKY SERENADE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang