10. SKY SERENADE [R+18]

601 28 1
                                    

Enam bulan telah berlalu. Goresan duka di hati Biru semakin lama semakin terasa semu. Biru berhenti melakukan pemanasan berlari keliling lapangan saat pelajaran olahraga, lalu mendongak menatap cakrawala. Kawanan burung yang terbang berkelompok semakin menghilang sejauh mata elang Biru memandang. Selalu terbayang dalam benaknya garis lengkung indah yang bertengger manis di belah bibir merah jambu Cyan sebelum ia berpamitan.

Biru memejamkan mata. Membiarkan ketiga panca inderanya merasakan sentuhan semesta.

Desir suara angin, kicau suara burung, rumput berbisik, dan belaian hangat sinar mentari yang semenjak tadi Biru abaikan di atas sana.

Sapuan lembut angin mulai menyisir setiap helai rambutnya, meraba di setiap jengkal kulit wajahnya. Aroma udara pagi dan embun yang begitu damai merasuk sampai ke dalam jiwanya.

"KAK BIRU!!!!"

Suara lantang menggema memecah mimpi maya. Biru membuka netranya, menoleh ke asal suara. Paras rupawan bak malaikat itu berlari ke arah Biru dengan senyuman menawan yang tak mampu terkatakan.

"Adek... Jangan lari-lari. Nanti kalau jatuh lukanya sukar sembuh." Biru memperingatkan dengan wajah datar, di antara desir suara angin pagi yang menyapa lembut, di antara siraman sinar mentari yang terlihat lurus-lurus terpantul di atas rerumputan.

Remaja laki-laki itu berhambur merangkul tubuh Biru dari arah belakang, lalu tertawa riang. "Kakak haus, ya? Nih, minum," ujarnya mengulurkan tangannya sebotol air mineral ke arah Biru, lantas sebuah botol air mineral diterima Biru dan kemudian diteguknya. Remaja laki-laki itu masih saja tersenyum riang dengan tangan kiri bertengger di leher Biru yang memiliki tinggi lebih tinggi darinya itu.

"Siapa yang nyuruh ikut pelajaran praktik olahraga?" Biru bertanya datar. Sudah dikasih tahu berkali-kali tapi remaja laki-laki itu masih saja ngeyel. Ia malah semakin tertawa kemudian. Ia tahu semenjak kritis waktu itu sudah tidak diperbolehkan mengikuti pelajaran olahraga lagi, tapi remaja laki-laki itu nekat sepertinya.

"Aku sendiri."

"Ngeyel."

"Biarin."

"Kalau jatuh gimana?"

"Kan ada suami aku!"

Hop!!

Cyan melompat begitu saja di atas punggung Biru.

Gemas, Biru menggendongnya sembari berjalan tak membiarkannya turun meski Cyan sempat mencoba untuk turun, tidak peduli beberapa teman yang tengah pemanasan berlari keliling lapangan tertawa dan menggoda keduanya.

"Cieee.... Penganten baru... Bulan madunya di sekolah nih ye... Prikitew," sorak teman Biru.

"Bulan madu sambil menimba ilmu. Hahahaha," celoteh teman yang lainnya sambil tertawa.

Biru tak menghiraukannya. Membawa Cyan tetap berjalan di bawah sinar mentari, tak peduli beberapa teman yang tengah pemanasan berlari keliling lapangan yang menyalipnya tak henti menggodanya. Jelas hal itu membuat Cyan tersipu hingga semenjak tadi menyembunyikan wajah merahnya di atas pundak Biru.

Biru teramat sungguh mencintainya. Biru begitu hati-hati dalam menjaganya. Cyan selayaknya selembar kertas putih kosong bagi Biru. Biru tak ingin sembarang menggoreskan tinta di atas putihnya. Biarkan dia selalu putih sampai maut memisahkan keduanya.

"Aku tadi nyari Kak Biru dimana-mana pas bangun tidur. Kenapa pergi ke sekolah duluan nggak ngasih tahu aku?" tanya Cyan.

"Untuk apa? Apa kamu jangan-jangan rindu sama aku? Kamu rindu suami mu yang sangat tampan ini?"

"Ehm!!"

"Ehm!!"

Bukannya Cyan yang tersipu malu, tapi malah justru teman sekelas Biru yang tak sengaja ikut mendengarnya yang malu hingga ia berdehem berulang-ulang. Biru ini pede sekali, tapi ini hal yang wajar karena mereka sudah resmi menikah. Dinilai layak atau tidak layak hal seperti itu dilakukan di sekolah, tapi mereka tidak punya alasan untuk melarang ataupun menegur. Asal yang dilakukan Biru bukan hal yang aneh-aneh terhadap Cyan.

SKY SERENADE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang