8. KAK BIRU CINTA CYAN

307 24 0
                                    

Bulir airmata Biru nyaris berlinang untuk yang kesekian kalinya saat menyaksikan pemandangan menyedihkan ini di depan kedua matanya. Perasaan sedih dan terpukul itu berpadu menjadi satu di dalam benahnya, menyaksikan pemilik paras pias itu dalam keadaan seperti itu. Jemari panjang orang yang telah berhasil mencuri hati Biru ini terkait kuat di tangan raga tak bernyawa Amber, mengabaikan dunia nyata seolah yang lainnya tak kasat mata, diam tenggelam dalam kekosongan, terduduk seorang diri, berharap raga tak bernyawa itu bangun kembali.

Di antara suara lengkingan panjang mesin EKG yang berdenging nyaring di telinga.

Di antara hiruk pikuk para petugas medis yang terus berusaha membujuknya.

Biru mencoba melangkah lebih dekat lagi untuk mendekatinya.

"Cyan sudah melakukannya semenjak dia datang pertama kali tadi. Tolong bantu Mama ya.. Mama sangat butuh kamu untuk membujuknya." Mama Biru menatap Cyan Prihatin dan berbisik memohon di samping Biru. Biru hanya bisa mengangguk menyetujuinya.

Seorang perawat yang barusaja berusaha membujuk Cyan mencoba bergeser ke arah Biru saat menyadari kedatangan Biru, menarik Biru sedikit menjauh, lalu berbicara pelan ke pada Biru seolah sebisa mungkin berusaha tidak membuat Cyan mendengarkannya.

Siapapun di rumah sakit itu pasti mengenal baik siapa itu Biru. Mama dan Papa Biru kerap membawa Biru ke rumah sakit saat Biru masih kecil ketika mereka bekerja.

"Biru? Adik ini teman kamu?"

"Ya. Adik teman saya."

Biru mengatakannya dengan bibir kelu. Masih enggan menoleh ke arah tubuh tak bernyawa itu. Sekelebat ingatan masa lalu Magenta masih terngiang nyata di dalam ingatannya. Dua saudara kembar yang menyambut kematiannya dengan cara tragis tepat di hari ulang tahun Cyan dan juga Biru. Biru ingat kematian Magenta juga terjadi pada hari ulang tahunnya, itu berarti juga bahwa kematian Magenta terjadi di hari ulang tahun Cyan. Dan sekarang, kejadian tragis terulang lagi di ulang tahun mereka.

"Sudah hampir satu jam dia terus megang tangan abangnya begitu terus. Itulah sebabnya kami meminta pihak keluarga untuk segera datang membujuknya. Tapi, nggak ada yang datang daritadi. Kami sudah berusaha memberi pengertian bahwa kakaknya itu sudah meninggal dunia. Saat peralatan medis hendak kami lepas, salah satu dari perawat pria kami malah menerima pukulan di area wajah. Dia bersikukuh bahwa kakaknya itu masih hidup. Dia sempat mengalami aritmia dan sesak napas, tapi terus berusaha memberontak berkali-kali saat kami berusaha memberikan perawatan padanya. Kami juga tidak bisa terlalu lama membiarkan jazad terus berada di UGD karena menganggu kenyamanan pasien yang lain. Jika keluarganya tak kunjung datang, dengan sangat terpaksa dan dengan berat hati kami akan mengikatnya atau memberikan suntikan bius."

Deg...

Seolah terhunus pedang panjang di dalam hati Biru. Biru hampir tidak tega mendengar kenyataan yang ada.

Diikat?

Airmata Biru seolah terasa menggenang kembali, nyaris mengaburkan jarak pandang. Dengan cekatan Biru menghapusnya dengan jari-jarinya, sudah tak malu lagi dilihat beberapa orang di sekitarnya termasuk mamanya sendiri.

Jika diikat, tangan putih dan rapuh itu akan mendapatkan bekas luka ikatan di pergelangan tangannya. Biru tak tega membiarkan Cyan dalam keadaan seperti itu. Sepasang netra Biru segera bergulir ke arah Cyan kembali. Bocah itu masih saja tenggelam dalam kekosongan pikirannya sendiri, berkelana dalam pikirannya yang tak terjamah oleh yang lainnya.

Wajar jika Cyan sangat terpukul atas kematian kakaknya. Mereka sangat dekat. Bahkan Amber rela mengekori Cyan kemanapun karena ingin selalu menjaga Cyan sampai terkadang membuat Cyan gerah hingga sempat mengatainya super protektif dan posesif.

SKY SERENADE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang