Chapter 9

1K 139 5
                                    

Kalo kata Chika, ayo kita buat banyak memori indah sampai hari itu tiba.

___________________________________________

-

"Git, karena terlalu semangat, aku malah janjiin anak-anak mau buat cake bersama mereka, Apa kamu keberatan? Atau ada recana ga di hari itu?"

"Ah, santai aja Chik. Belum ada rencana kok."

Kalau ada rencanapun, bakal aku batalin demi kamu.

Gita menyahut kalem, menikmati teh chamomile buatan Chika. Berasa simulasi berumah tangga.

"Syukurlah." Chika menghela napas lega.

"Aku boleh ikutan?"

"Nggak capek gitu? Kerjaan kamu kan banyak. Pas hari libur, mending istirahat."

"Justru mumpung libur, lebih senang melakukan hal sama anak-anak. Karena biasanya nggak bisa. Apalagi ada kamu juga, sayang banget kalau dilewatkan." Gita menatap Kathrin dan Christy yang ketiduran di ruang tamu bersama buku gambar dan krayon berhamburan. TV masih menayangkan Encanto kesukaan Atin.

Aww-mas... Chika jadi deg-degan. Situasinya berasa kondusif, tapi rawan dosa. Bu takuuut..

"Oh ya, sudah jam segini. Aku mau pulang." Chika meraih tas miliknya.

"Pilih nginep aja, apa aku antarin pulang?"

"Eh, deket kok ini."

"Kalau kenapa-kenapa gimana. Begal gitu."

"Di komplek kita gak ada begal, mas."

Gita tetap kekeuh.

-

Pada akhirnya, Gita ikut keluar rumah, meskipun cuman nganter beberapa menit. Soalnya ya emang deket. Cuman tiga ratus meter, udah gitu jalannya lurus. Bilangnya; pengen bareng sekalian beli odol di minimarket.

Sebenarnya itu cuman alasan, biar bisa sama Chika lebih lama aja.

Berjalan bersama, di bawah langit berbintang dan bulan yang bersinar.

"Bang, nasi gorengnya dua bungkus, cabenya banyakin. Kalau bisa satunya tambahin sianida."

"Merica kali maksud mas. Gak punya yang begitu saya, anak saya ada dua yang perlu dinafkahin."

Samar-samar obrolan abang penjual sama mas pembeli itu terdengar. Romantis total ini, andai gak ada abang penjual nasi goreng, bakso dan juga mas penjual martabak manis di pinggir jalan. Kalau gak karena udah kenyang makan malam buatan Chika, Gita pasti udah traktir Chika makan bakso.

"Terima kasih ya Chika, sudah mau sering direpotin."

"Gak apa-apa. Lagi pula aku juga senang kok main sama Atin dan Kitty. Mereka lucu sih." Chika menoleh padanya, "Mereka juga berusaha mandiri dan berjuang dengan baik. Persis seperti Gita."

"Aku.. ga nyangka Chika akan muji aku kaya gini.." ucap Gita. Mendadak dag-dig-dug.

"Tapi itu memang benar kok. karena aku tahu, kamu selalu berusaha melakukan pekerjaan dan hal apapun sebaik-baiknya. Kamu yang seperti itu keren sekali."

Pas pake kaos oblong sambil nyuci mobil juga keren.

Apalagi kalau Gita naked- duh Chika ga sanggup bayanginnya! Dirty girl!

Pikiran mereka melayang jauh, namun masing-masing memikirkan satu sama lain.

Beriringan, di bawah langit yang sama. Mereka berdua sama-sama blushing.

-

[Remainder; hari minggu bikin kue bareng Atin dan Kitty.]

Karena itu, Chika perlu referensi mau bikin yang kayak gimana. Udah nyari resep yang oke sih di situs masak-masak, tapi penampakan cake juga harus menarik. Jadi ia memutuskan untuk nyari referensi dari tempat yang tepat. Misalnya- Sweet paradise Café.

Tadinya sih, sendirian. Sampai ketika mau memasuki café, ia melihat seseorang berpenampilan mencurigakan mondar-mandir di depan pintu café. Pake jaket hitam berhoodie, wajah tertutup masker dan pakai kacamata hitam.

Astaga?! Teroris kah?!

Detak jantung bergerak cepat secara drastis. Tapi ini rasa berdebar yang berbeda ketika bersama Gita. Ketika mendekati sosok itu, surai hitam dengan tinggi yang serasa familiar membuat Chika langsung menotisnya. Dia kenal teroris- eh orang misterius ini!

"Hmm... Zee?"

"Kamu... Chika."

Saling berpandangan.

Hening.

Chika memecah keheningan. "Ternyata benar! Mau masuk ke dalam bareng? Aku punya rekomendasi cake yang enak di tempat ini!"

"Hm. Ya, boleh..."

"Zee, gak usah pake pelindung segitunya, nanti dikira teroris lho."

Aslinya Lyn udah waswas dari dalam café, mau nelpon polisi atau nggak.

Aaaa-di luar café ada orang mencurigakan! Gimana ni?!

-

Chika sih, cuman punya dua pemikiran tentang Zee yang ragu-ragu masuk ke dalam tempat yang bergelimang kemanisan ini. 1] dia mo beliin someone cake. 2] dia mo beli cake untuk diri sendiri.

Yang mana kira-kira? Chika mencuri pandang pada pemuda yang menatap cake penuh rasa serius. Ia mencoba berhipotesa dengan skill observasinya yang mumpuni.

"Halo, selamat siang." Lyn menyapa mereka yang terlihat serius. "Bagaimana dengan pesanannya?"

"Ah, ya, sebentar." Chika senyum lalu menoleh pada Zee. Pemuda itu masih menatap buku menu dengan serius, ini mah fix, icip-icip buat diri sendiri. "Dia masih bingung kayaknya..."

Lyn ingat dengan sosok yang memberinya senyum manis ini. Orang yang beberapa waktu lalu membawa anak kembar. Lyn mengedarkan pandang, sekira mendapati lagi dua anak lucu itu. Namun ia hanya mendapati seorang pemuda tinggi dengan aura misterius duduk di seberang Chika. Jadi lelaki yang terlihat mondar-mandir di depan café tadi ternyata bukan teroris...

Oh! tetiba ada bohlam menyala diotaknya.

"Hari ini bareng bapaknya anak-anak aja ya...?"

Bapaknya anak-anak...?

"Eh? Bukan kok."

"E-eh bukan ya?!" Lyn kaget. Refleks menutup mulutnya. Apa jangan-jangan pemuda misterius ini-selingkuhannya?!

Chika tampaknya dapat menduga pemikiran sesat sang staf café. Ekspresi syok nya begitu kentara. Sepertinya staf ini nonton sinetron tadi malam di chanel Picture pro, sinetron dimana Chika yang jadi asisten sutradara di sana. Malam tadi adalah penayangan episode dimana adik pemeran utama jalan sama cowok lain. Selingkuh lalu ketangkap basah.

Ratingnya bagus, jadi pasti banyak yang nonton. Salah satu sinema populer selain film bertema azab.

"Emm... dia cuman kenalanku kok. Bukan selingkuhan atau gimana kayak sinetron tadi malam."

"Ooh..."

Lyn istighfar. Ternyata pelanggan ini satu genre tontonan sama dia.

-&-

The UnexpectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang