05

4 0 0
                                    


Malam sudah mulai larut, namun masih saja kendaraan hilir mudik berlalu lalang mengisi keheningan.

Dengan langkah gontai, Raura berjalan menyusuri jalanan menuju rumahnya.

"Harusnya gue gapernah jatuh hati sama lo, gue salah naruh perasaan. Maafin gue zi .." Ucap gadis itu pada dirinya sendiri, hampir saja Raura menangis tetapi ia berusaha menguatkan dirinya.

Tak mau berlarut larut dengan perasaan sedihnya, Raura mempercepat langkahnya karena jujur saja ia juga takut diluar sendirian malam malam begini.

Raura merasa seperti ada yang mengikutinya dari belakang, ia pun menghentikan jalannya lalu memberanikan diri menoleh ke belakang.

Betapa terkejutnya Raura ketika melihat seseorang dengan pakaian hitamnya mendekat kearah Raura.

Gemetar, takut dan cemas menjadi satu. Baru saja Raura ingin berteriak sekencang mungkin, namun mulutnya sudah lebih dulu dibekap oleh seseorang itu.

"Jangan teriak anjir, ini gua, irsyad." Jelas orang itu yang ternyata adalah Jauzan Irsyadi, kakak kelas Raura.

"Astaga kak irsyad! Gue kira siapa," Raura berucap dengan lega karena yang mengikutinya bukanlah penjahat.

"Lu ngapain malem malem diluar begini, bahaya ra, mana sendirian lagi." Tegur Irsyad lalu melepaskan jaket hitamnya untuk ia pakaikan kepada Raura.

Jauzan Irsyadi yang lebih dikenal dengan panggilan Irsyad tersebut adalah sosok kakak kelas yang cuek, hanya banyak bergaul dengan beberapa anak dikelasnya dan jarang mau berteman dengan orang orang luar kelasnya.

Sebut saja Raura adalah salah satu dari orang beruntung yang bisa sangat dekat dengan Irsyad.

"Biasa kak, malmingan nih." Jawab Raura dengan santai.

"Malmingan malah jalan sendirian kaya begini, ga wajar lu." Sahut Irsyad kemudian memasukkan telapak tangannya ke dalam saku celana.

"Tadi abis dari taman deket jembatan situ, bareng farazi, cuman orangnya pamit duluan mau ke toko komik sama gebetannya." Raura menjelaskan tanpa terdengar rasa kecewa sedikitpun.

"Gianta Farazi anak kelas 11 IPS itu?" Tanya Irsyad, maklum saja ia tidak begitu mengenal murid murid di sekolahnya itu.

"Iya, yang suka ikut turnamen e-sports itulohhh." Ucap Raura, "kok lu mau maunya sih ditinggalin gitu aja?" Pertanyaan Irsyad membuat Raura reflek menggaruk lehernya yang tak gatal.

"E-eh itu sih tadi kayanya dia buru buru makanya gue bilang gue pulang sendiri aja, takut cewenya nunggu kelamaan kalo azi nganterin gue dulu," Jawab Raura sedikit terbata.

"Yaudah lu pulang gua anterin aja nih sampe depan rumah." Tawar Irsyad dan Raura langsung menerimanya. Selama mengenal Irsyad, baru kali ini Raura mengetahui bahwa Irsyad memiliki selera musik yang sama dengannya. Ternyata mengobrol dengan orang yang dianggap cuek itu tidak buruk, Irsyad juga sangat suka tertawa tidak jelas.

Tak terasa, Irsyad dan Raura sampai di depan pekarangan rumah sang gadis.

"Mampir dulu ga kak?" Tanya Raura sekedar basa basi.

"Ga deh ra, gua mau pulang aja." Tolak Irsyad.

"Rumah lo yang mana sih kak? Katanya deket sini," Raura dengar dari Fidelia bahwa rumah Irsyad terletak tak jauh dari rumahnya.

"Abis dari sini, lurus sampe pertigaan depan, terus belok kiri. Cari aja rumah yang catnya warna cream, nomor 17." Irsyad menunjuk kedepan seakan mengarahkan Raura.

"Ohhh rumah yang itu, beneran deket ternyata. Kapan kapan gue mampir boleh dong yaaa." Ucap Raura diselingi candaan.

"Boleh banget, kalo gitu gua pulang ya." Pamit Irsyad, "eh ini jaket lo kak. Hati hati dijalan." Setelah Raura mengembalikan jaket Irsyad, tanpa terpikirkan oleh Raura, Irsyad menepuk puncak kepalanya.

RUMIT [aku, kamu dan kita.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang