07

10 1 0
                                    


Waktu terus berjalan, semuanya masih sama. Begitupun dengan hubungan dua sejoli kita, Farazi dan Raura.

Kejadian tempo hari, dimana Farazi mendengar pengakuan dari Raura bahwa gadis itu mencintainya, itu semua tak berpengaruh. Mereka berdua tetap seperti biasa, berangkat sekolah bersama, berperilaku layaknya sepasang kekasih, intinya tak ada yang berubah.

Seperti hari ini, Farazi meminta Raura untuk menemaninya membeli sepatu baru. Memastikan semua jadwalnya kosong, barulah Raura mau menerima tawaran dari Farazi.

"Zi, abis ini ke taman yuk???" Pinta Raura dengan wajah memohonnya.

"Ogah," Senyum jahil terpatri diwajah tampan Farazi.

"Ah lo mah gitu, mau nangis aja disini gue biar kaya orang tantrum." Sahut Raura disertai wajah yang dibuat buat sedih.

"Coba aja kalo emang ngga punya malu." Tantang Farazi membuat Raura mengibarkan bendera perangnya.

"Oke, satu dua tiga," Raura siap siap membuka mulutnya lebar lebar seolah ingin menangis dan berteriak kencang.

Namun, sebelum hal tersebut terjadi, Farazi buru buru membekap mulut Raura, gadis itu memang selalu membuatnya kalah telak.

"Iya iya, nanti ke taman." Ucap Farazi mengalah, Raura tersenyum penuh kemenangan.

"Deket sini kok zi, jalan kaki dari parkiran juga nyampe." Jelas Raura.

"Siap salah!" Farazi menjawab tidak jelas, "kalo guling guling bisa ngga kira kira?" Pertanyaan yang berhasil menyulut emosi Raura.

"Menurut ngana lah jing." Tangan Raura menjambak rambut Farazi.

"Kekerasan terhadap teman nih, parah banget lu." Jawab Farazi dengan bibir yang memaju.

"Emang kita temen?" Sanggah Raura, "iya temen, temen hidup." Sela Farazi sambil cekikikan mendengar omongannya sendiri.

Melihat ketidakjelasaan Farazi, Raura berjalan lebih dulu keluar dari toko. Farazi tertinggal di belakang lantaran pemuda itu harus membayar sepatunya terlebih dahulu.

Kaki jenjang Farazi berjalan cepat menyambangi Raura.

"Jadi ngga?" Tanya Farazi kepada Raura yang tengah membenarkan gelangnya.

Raura menoleh, "JADI LAHHH!" Seru sang gadis begitu semangat.

"Yaudah ayo," Farazi menautkan jemarinya dengan Raura lalu berjalan beriringan.

Udara sore itu terasa lebih sejuk karena memang matahari sudah tidak terlalu panas. Sangat cocok untuk berjalan jalan santai menikmati pemandangan pemandangan yang menyejukkan.

Taman yang ingin di datangi Raura adalah taman yang terbuka untuk umum, di taman tersebut banyak tumbuhan hijau dan bunga bunga yang sangat memanjakan mata.

Baru saja sampai, mata Raura sudah dibuat terpukau oleh banyaknya bunga bunga cantik.

"Liat deh zi, bunganya cantik cantik bangett." Ucapan Raura terdengar antusias sekali.

Farazi tersenyum, "iya cantik, kaya lu."

><

Raura's instagram update

Kekehan Farazi terdengar oleh Raura, membuat gadis itu mengernyit heran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kekehan Farazi terdengar oleh Raura, membuat gadis itu mengernyit heran.

"Napa lo?" Tanya Raura.

"Ngga papa, mau gua fotoin lagi ngga?" Tawar Farazi namun Raura menolak dengan gelengannya.

Karena sudah lelah berkeliling melihat tanaman, Raura mengajak Farazi untuk duduk di kursi taman yang telah disediakan.

Wajah Farazi terlihat murung, entah mengapa Raura pun juga tak tahu menahu.

"Ra," Panggilan Farazi, Raura menatap sang pemuda heran.

"Kenapa??" Yang ditanya seperti itu semakin menekuk wajahnya sedih, "gua ditolak sama Nathaya." Jawaban singkat tersebut membuat Raura sedikit terkejut.

"Lah kok bisa? Spill dong." Ucap Raura.

"Katanya dia ngga dibolehin mamanya pacaran, padahalkan kemaren kemaren juga gua liat kok dia punya pacar. Gua bahkan kenal sama pacarnya, si Sandi anak SMK jurusan teknik mesin." Jelas Farazi dibumbui dengan emosi yang menggebu.

"Alibi doang mungkin?? Yauda si, kan lo banyak yang naksir? Yang ngantri juga banyak, tinggal pilih salah satu apa susahnya." Jawab Raura sembari mengusap kepala Farazi yang bersandar dipundaknya.

"Iyasih, tapi ngga ada yang menarik." Balas Farazi masih dengan wajah sedihnya.

"Mungkin kalian emang belum pantes buat sama sama," Raura mencoba menghibur si pemuda.

Setelahnya, mereka berdua sama sama diam. Farazi tetap menyandarkan kepalanya dibahu Raura sambil menikmati usapan sang gadis, terlalu nyaman sehingga Farazi seakan tak mau melepaskannya.

"Ra, lu seneng ngga kalo gua di tolak nathaya? Lu kan naksir sama gua." Pertanyaan gila itu keluar begitu saja dari mulut Farazi dan Raura dibuat tak berkutik sementara karena hal tersebut.

Dengan menyiapkan mentalnya, Raura pun menjawab, "siapa yang seneng kalo liat temennya lagi sedih?"

Benar juga, meskipun sebenarnya jawaban Raura beradu dengan fakta tersembunyi didalam hati gadis itu.

"Harusnya lu seneng dong ra, gua dibikin patah hati sama cewe yang gua suka." Ucapan Farazi tentunya kembali membuat Raura terdiam. Apa apaan ini? Kenapa pemuda itu hobi sekali menanyakan hal hal bodoh kepada Raura.

"Zi, bahagia lo lebih utama. Gue gapernah punya ambisi buat milikin lo. Kita kaya gini aja, gue udah seneng zi, perasaan gue bakal terus sama sampe gue nemuin orang yang berhasil ngerubah semua opini gue." Ucap Raura panjang, Farazi termenung mendengar perkataan Raura.

"Ra, sorry kalo gua lagi lagi nyakitin lu." Farazi menarik napasnya dalam dalam.

"Ini pilihan gue, konsekuensinya juga gue yang nanggung. Gue udah tau apa resiko dari keputusan yang gue ambil." Balas Raura dengan penuh ketulusan, matanya memancarkan ketenangan untuk Farazi yang tengah dilanda keresahan.

Mereka berdua sadar, pertemanan mereka memang bisa dibilang tak wajar. Saling mengetahui perasaan masing masing dan itu semua tak berpengaruh untuk merusak hubungan pertemanan mereka. So amazing.

Terbuka, itulah yang selalu Farazi dan Raura terapkan. Bahkan perihal hati pun tak pernah mereka sembunyikan, karena baik Raura maupun Farazi percaya, tak ada jalinan pertemanan yang bertahan lama jika tidak didasari oleh keterbukaan hati dan kepercayaan kepada diri masing masing.

Komunikasi yang selalu terjalin dengan baik, membuat siapapun iri melihat bagaimana Raura dan Farazi selalu bersikap dewasa tentang hubungan mereka.

Bukankah pasangan mereka masing masing nantinya akan sangat beruntung memiliki kekasih hati seperti mereka? Atau malah keduanya yang saling menjalin kasih? Tidak ada manusia yang tahu takdir akan berjalan seperti apa.

Nyatanya, Raura hanya ingin menikmati momen ketika ia bersama Farazi tanpa harus menahan beban perasaan karena menyimpannya seorang diri.

Sekarang, Raura tak perlu lagi menahan diri untuk menyimpan segala perasaan yang ia dapati untuk Farazi. Sang pemuda sudah mengetahuinya, Raura sangat amat lega. Urusan tentang saling memiliki, biarlah menjadi bonus akhir untuk Raura nantinya.

"Makasih ya ra udah hadir dihidup gua, gua bersyukur lu masih mau nerima gua sebagai temen lu. Ngga banyak yang bisa gua kasih buat apresiasi seberapa hebatnya lu yang udah bertahan sama gua sejauh ini." Farazi menggenggam tangan Raura, "tolong sabar sedikit lagi ya ra? Gua bakal jatuh cinta sama lu, percaya sama gua."

"I love you, farazi." Untuk pertama kalinya, Raura berani mengucapkan kata tersebut dihadapan Farazi secara langsung.

"I love you too, raura."

><

RUMIT [aku, kamu dan kita.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang