9

0 0 0
                                    

Bab 9
“Permisi, ruangan atas nama Febiola Ruandini Rieder dimana ya,” tanya Vina pada resepsionis yang berjaga.

“Sebentar saya cek dulu ya,” ujar resepsionis tersebut.

“Ruang paviliun 1 ya, nanti dari koridor lurus, ada lift, kalian naik ke lantai 3 ya,” jelas Resepsionis tersebut.

“Baik Kak terimakasih,” ujar Vina sopan.
Venus dan Gala juga menundukkan kepala mereka sebagai tanda terimakasih.

“Eh ruangan rumah sakit serem gak sih?” tanya Vina.

“Ada zombienya,” celetuk Venus.

“Ven , lo kenapa sih dari kemaren judes banget?” tanya Vina.

“Pengen aja,” jawab Venus cuek.

“Ven, lo kalo ada masalah hidup bilang jangan gitu, kasian Vina, dia nanya baik-baik,” bela Gala.

“Ah rese banget sih lo berdua,” Venus mempercepat langkahnya menuju lift. Kemudian ia segera menekan tombol naik.

Ting

Venus langsung masuk ke dalam lift, “cepet, gue tinggal juga kalian,” ketus Venus. Saat ini suasana hatinya sangat kacau faktor datang bulan.

“Iya,” Vina berlari menuju ke dalam Lift.

“Bareng gue,” Gala meraih lengan Vina kemudian menggandengnya.

Ting

Lift berjalan perlahan, “duh panas banget ya dunia,” gerutu Venus.

“Dinginkanlah, dinginkanlah,” goda Vina dengan nada lagu opik.

Ting
Venus mengabaikan perkataan Vina dan langsung berjalan keluar mencari ruangan Febi, ia melihat siluet nona berada tidak jauh dari tempatnya berdiri. Ia pun mempercepat langkah kakinya.

“Nona, gimana keadaan Febi?” tanya Venus.

“Belum sadar, masih lemes dia, itu anak sering banget nyiksa diri, gak makan lah, gak minum lah,” gerutu Nona.

“Kenapa sih dia, animenya tamat, semenya kena azab, apa kenapa sampe galau begitu,” ujar Venus.

Nona mengkat bahunya, Vina dan Gala yang baru sampai segera mengajak Nona dan Venus untuk masuk ke dalam, disana mereka melihat Ray yang sedang menggenggam tangan Febi.

“Ya elah, hidup gue gini banget ya, tadi di lift jadi obat nyamuk, sekarang malah ngeliat beginian,” ujar Venus nelangsa.

“Ven lo jangan berisik dong, kasian Febi,” ujar Ray.

“Terserah lo deh, gue mau numpang tidur, capek,” Venus langsung merebahkan diri di sofa yang disediakan di ruangan tersebut.

Ruangan VIP Rumah Sakit memang difasilitasi dengan Ac dan juga sofa serta ruangan yang cukup luas. Hingga memudahkan keluarga pasien yang berjaga untuk beristirahat.

Nona yang melihat kelakuan Febi hanya bisa geleng-geleng kepala, tetapi dalam hati kecilnya ada rasa sakit yang bertubi-tubi melihat Ray yang memperlakukan Febi begitu baik sedangkan Febi tidak pernah menghargai perjuangannya sedikitpun.

“A a au”

“Febi, lo udah sadar, minum teh dulu ya,” ujar Ray.

“Kenapa gue di Rumah Sakit sih, gue harus balik,” ujar Febi.

“Udah jangan kekanak-kanakan deh, lo tuh udah nyusahin kita semua Feb, jadi buruan sehat. Lagian lo kenapa sih, sampe segitunya ngegalauin seme lo,” ketus Venus yang baru saja akan memejamkan matanya.

“Venus !” bentak Ray dan Nona serempak.

“Kita mau jenguk Febi apa mau latihan drama,” sanggah Gala yang mulai jengah.

“Kalo kalian mau ribut doang, gue mau pulang, badan gue udah capek latihan, masih harus dengerin keributan kalian,” ujar Gala dengan tatapan dingin.

Mereka yang berada di dalam ruangan seketika terdiam, Gala memang begitu berkharisma hingga sekali saja ia berkata bisa membungkam semuanya. Itulah sebabnya ia terpilih menjadi ketua tim basket, meskipun dia berada di kelas IPS tetapi wibawanya tidak bisa di remehkan.

“Udah ya udah jangan ribut, kasian Febi,” Vina berusaha menjadi penengah.

“Aduh kepala gue sakit banget,” setelah mengatakan hal tersebut Febi kembali pingsan. Sepertinya keadaan Febi memang belum sepenuhnya pulih.

Akhirnya mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan membeli perlengkapan festival sedangkan Ray memilih tetap menemani Febi karena ia begitu khawatir pada Febi.
“Gue jagain Febi aja ya, kasian dia sendirian,” pinta Ray.

Nona menaikkan sebelah alisnya, tidak percaya, “terserah.”


***
“Kita mencar aja ya beli keperluan yang udah jadi bagian masing-masing, biar cepet, ini udah sore soalnya, takut keburu hujan,” ujar Nona.

“Oke,” jawab Venus yang langsung pergi begitu saja.

“Venus kalo PMS kayak singa ya, ujar Vina.

“Setiap hari dia tuh singa,” ujar Nona yang setiap hari berboncengan demgan Venus.

Nona memang aneh, dia memiliki mobil serta sopir yang selalu siap mengantarnya kemanapun, tetapi ia lebih memilih naik motor bersama Venus dan membiarkan sopirnya mengekor dibelakang.

Mereka segera membeli keperluan sesuai list masing-masing, butuh waktu kurang lebih dua jam untuk mengumpulkan semua yang mereka butuhkan.

“Udah semua?” tanya Gala.

Teman-temannya mengangguk berbarengan. Sore itu mereka segera pulang, diiringi langit yang menghitam.

***
Di rumah sakit.
“Febi, lo udah sadar, makan dulu ya,” ujar Ray lembut.

“Gak mau, lo pulang aja, gue gak mau makan sampe Darrel ketemu,” jawab Febi. Kemudian memejamkan matanya kembali.

“Tapi Feb....”
Febi justru menggerakkan telunjuknya mengarah ke pintu sebagai tanda agar Ray pergi sekarang juga.
Karena tidak ingin memperpanjang keributan akhirnya Ray pun mengalah. “Tapi lo jaga diri ya,” ujar Ray.

Febi diam membisu, ia tidak peduli pada Ray, yang ada di pikirannya saaat ini  hanyalah Darrel.

***

Keesokan harinya, Ray yang merasa khawatir dengan kesehatan Febi akhirnya menceritakan semuanya kepada teman-temannya.

Gala teihat biasa saja sedangkan Vina tampak heboh karena mendapatkan dua kabar sekaligus, yaitu kabar tentang hubungan Darrel dan Febi serta kabar tentang hilangnya Febi. Berneda dengan Venus dan Nona yang memilih untuk menyelesaikan gambar banner festival mereka.

“Jadi kita harus gimana sekarang?” tanya Vina khawatir.

“Lapor kepala sekolah aja, biar gampang, jangan gerak sendiri,” ujar Gala.

“Tapi....”

“Gak ada tapi tapi an, ayok lo ikut gue jelasin kronologinya ke kepaa sekolah,” Gala menarik tangan Ray yang sedang berusaha membuka camilannya.

“Kalian selesaiin persiapan festival dulu ya, gue sama Ray mau ngelaporin hilangnya Darrel,” ujar Gala.

Nona, Venus dan Vina mengangguk paham.

Di ruangan kepala sekolah, Gala dan Ray menjelaskan kronologi hilangnya Darrel menurut sudut pandang dari Ray. Kepala sekolah menerima laporan mereka dan segera memerintahkan kru tata usaha untuk membuat berita pencarian orang.

“Tolong jangan ada awak media yang meliput sekolah kita, cukup kita saja yang mencari keberadaan murid bernama Darrel itu,” ujar Bu Ranavalona sebelum menutup teleponnya.

“Jika sudah ada info tentang Darrel, pihak sekolah akan menghubungi orang tua Darrel secara langsung, jadi kalian cukup ikut dalam masalah ini sampai disini saja,” ujar Bu Ranavalona.

“Dan masalah ini jangan sampai bocor kepada siapapun,” Bu Ranavalona memperingatkan Gala dan Ray.
Ray bergidik ngeri menatap mata besar milik Bu Ranavalona, ia segera memberi kode pada  Gala agar  berpamitan dan keluar dari ruangan yang mencekam itu.

“Baik Bu terimakasih, kami permisi,” ujar Gala.

Bu Ranavalona mengangguk “silahkan” ujarnya kemudian tersenyum seram.

***

Empat hari kemudian, kabar tentang Darrel masih belum ada kemajuan.
“Kalo gini terus kita harus gerak sendiri,” ujar Ray sambil memakan camilannya.

“Udah biarin aja pihak sekolah yang nyari dulu, kita fokus ke festival sama pertandingan basket aja dulu,” ujar Gala yang hendak mengganti bajunya dengan baju latihan.

“Eh Febi apa kabar ya?” tanya Venus tiba-tiba.

“Baik kok, pelayan gue udah gue suruh jaga di sana,” jawab Nona.

“Tapi kita sebagai temennya harus jenguk dia gak sih, sebagai tanda kalo kita peduli,” ujar Vina.

“Ya udah pulang sekolah kita jenguk Febi...” jawab Gala.

“Cewek gue emang hatinya lembut ya, gak kayak si Venus sama Febi,” sindir Gala.

“Emang kita udah pacaran?” tanya Vina polos.

“Besok langsung ke KUA,” jawab Gala asal, berhasil membuat wajah Vina bersemu malu.

Sepulang sekolah mereka segera menjenguk Febi yang ternyata keadaannya sudah hampir pulih,  pelayan Nona sepertinya menjaganya dengan sangat baik. Tetapi ia masih terlihat sangat murung.

“Gimana keadaan lo Feb, udah baikan?” tanya Nona.

“Besok udah boleh pulang,” jawab Febi sambil tersenyum dengan mata sendu.

“BAA !!”
Venus tiba-tiba muncul dari arah belakang teman-temannya dan mengejutkan mereka semua dengan topeng zombienya.

“Aaaaaaa” pekik Vina dan Nona berbarengan.

“Hahahaha,” tetapi Febi justru tertawa melihat kedua temannya itu ketakutan.

Venus segera melepaskan topwng tersebut “nah gitu dong, jangan sedih lagi, kita udah bantuin lapor ke kepala sekolah kok soal hilangnya Darrel, jadi lo gak usah khawatir sama pacar lo itu,” ujar Venus.

“Gak lucu Ven,” gerutu Nona yang hampir saja jantungan.

“Kan gue mau ngehibur Febi bukan kalian,” jawab Venus.

Mereka pun akhirnya kembali berbincang-bincang, sedangkan Febi tampak bingung, ia mempertanyakan darimana teman-temannya mengetahui tentang hilangnya Darrel dan status hubungan mereka.

One Day in AprilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang