Mulai Terungkap

674 37 9
                                    

"Ngapain lo liatin gue kayak gitu?"

Alvin hanya tersenyum miring seraya mengalihkan pandangan. Terlihat sebagai reaksi yang cukup angkuh.

"Ngerasa banget diliatin?"

"Iya, lah."

"Ya lagian panas-panas gini pake jaket setebel itu. Lo mikir apaan? Takut item?"

"Banyak komen banget, lo."

Tak lagi menghadap pada lelaki yang tak ia sukai itu, Rony pun kini menghadapkan pandangannya pada jajaran cincin cantik yang begitu siap ia pilih. Sejenak ia pun terdiam dengan pandangan yang mengedar. Sebuah cincin dengan satu mata berlian minimalis itu langsung membuatnya jatuh hati. Hingga tak lama kemudian seorang wanita berseragam yang sempat pergi itu tiba dengan membawa cincin yang Alvin pesan.

"Barangnya sudah siap, kak. Silahkan pembayarannya." Ucap wanita itu seraya menunjukkan sebuah kode pembayaran digital toko mereka.

"Iya, mbak. Tunggu sebentar." Ucap Alvin.

"Dari tadi bukannya bayar duluan, lo. Malah bengong." Cibir Rony.

"Berisik." Balas Alvin.

"Silahkan, kak. Ada yang bisa dibantu?" Sapa si wanita yang sama pada Rony.

"Boleh liat yang itu, kak?" Pinta Rony dengan jari telunjuk yang terarah pada cincin pilihannya.

"Mbak, saya sudah selesaikan pembayarannya." Potong Alvin.

"Oh, iya, kak. Silahkan, kak, pesanannya. Terimakasih sudah datang..." Ucap wanita tersebut seraya menyodorkan sebuah bingkisan pada Alvin yang tentunya isinya adalah cincin tersebut.

"Terima kasih, mbak." Ucap Alvin seraya meraihnya.

"Mbak, ambilin yang itu, dong. Dia mulu yang dilayanin." Pinta Rony kemudian.

"Baik, tunggu sebentar, kak." Wanita tersebut pun mengambilkan cincin yang Rony inginkan. Hingga Rony sadari bahwa Alvin masih berada disana tanpa meninggalkanya.

"Ngapain lo masih disini?" Tanya Rony dengan ketus.

"Suka-suka gue, lah." Responnya dingin.

"Yeh, gak jelas amat lo." Tukas Rony yang kemudian kembali memfokuskan diri pada cincin pilihannya.

Keterdiaman Alvin disana bukanlah tanpa alasan. Namun ada sesuatu yang ingin ia ketahui dari diri Rony. Jaket yang dikenakannya benar-benar tak ada perbedaannya dari jaket yang dikenakan seseorang pada kejadian beberapa tahun silam. Sungguh ia ingin mengetahui lebih dalam siapa sebenarnya seorang Rony di kenyataan.

....

"Lah, lah, kenapa motor gue malah mati...?"

Salma mengumpat kesal ketika si kendaraan roda dua yang ia tunggangi itu tiba-tiba saja memelan hingga kemudian berhenti begitu saja. Merasa heran, ia pun beranjak seraya masih memegangi kendaraannya itu.

"Perasaan mati mulu lu, ah! Kesel banget gua!"

Salma emosi, apalagi kali ini ia benar-benar harus pergi untuk mencari sesuatu yang akan ia kenakan malam nanti. Lalu jika seperti ini harus bagaimana? Jelas saja ia tak bisa mengandalkan kendaraan roda duanya itu lagi. Terpaksa ia harus meninggalkannya di sebuah tempat reparasi kendaraan untuk kesekian kalinya.

"Ah! Mana jauh lagi, bengkelnya. Males banget gue dorongnya. Masa iya kudu gue tinggalin disini?" Kemudian Salma terdiam sejenak. Bibirnya nampak mengerucut hebat disana. "Yaudah gua tinggalin aja lu disini, lah!" Tukasnya kesal seraya menurunkan standar satu kendaraannya.

"Marah-marah mulu, neng. Cantik-cantik kok emosian." Cibir seorang pria yang melewatinya.

"Bodo amat." Umpatnya. Hingga tak lama kemudian sebuah kendaraan umum terlihat hendak melewatinya. "Pak, pak! Angkot!"

Cincin untuk SalmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang