"Gini ya, meskipun kita backstreet, pada kenyataannya lo itu pacar gue. Jadi lo tahu kan, kita harus ngapain? Patut gue jelasin, gak?"
"Apa emang?"
"Ah elah, beneran belum pernah pacaran ya lo. Pertama, kalo ke kampus, lo mesti bareng sama gue."
"Bentar, kan backstreet. Kalo barengan entar ketahuan, dong. Bakal pada liat, kali."
"Hadeuh, iya juga, sih. Yaudah, kita pulang masing-masing. Tapi lo ingat, ya. Kalo ada cowok yang nawarin lo tumpangan, seenggaknya lo tahu diri kalo lo itu bukan jomblo lagi."
"Iya, gue tahu."
"Dan satu lagi, mulai sekarang kalo mau kemana-mana lo harus laporan ke gue."
"Iya siap, Bos!"
"Gak gitu lah, responnya. Iya siap, sayang. Gitu..."
"Ih, geli banget gue."
Senyuman itu tak hentinya terukir di wajah manis Salma. Ucapan seorang malam tadi terus saja mengisi pikirannya. Ia memang sempat tak suka dengan Rony. Namun jika telah didekatkan seperti ini entah mengapa rasanya manis juga. Apa mungkin ini adalah efek karena ia telah menjomblo terlalu lama? Entahlah.
"Sal, udah siap? Rony udah di bawah tuh."
Ucapan sang Ibu membuatnya mengeryitkan dahi. Ia pun berbalik.
"Rony? Kok, bisa?"
"Pakek nanya kok bisa. Ya bagus, dong. Itu artinya dia mau deket kamu, sampe ajak berangkat bareng gitu."
Tanpa merespon ucapan sang Ibu lagi, Salma pun melangkah mendahului sang ibu. Hingga tak lama kemudian tibalah ia di hadapan Rony yang tengah menunggunya di depan teras sana.
"Kok lo kesini? Kan kita backstreet, gak ada yang namanya berangkat bareng."
"Santai Bu Salma, jangan langsung ngegas gitu. Kita emang berangkat bareng, tapi gak boncengan biar gak ada yang curiga."
"Hah?"
"Hah hoh hah hoh. Intinya kita tetep berangkat bareng, ya. Buruan keluarin motornya."
Tak menghiraukan Salma yang kemudian bereaksi heran itu, Rony pun kembali menghampiri kendaraan beroda duanya. Hingga akhirnya ia menggeleng sendiri sembari melangkah menuju garasi rumahnya.
"Terserah lu dah, Ron."
Meski sempat mengganggap bahwa ide ini konyol, namun ide tersebut tetaplah berjalan. Mereka melaju dengan kendaraan mereka masing-masing dan Rony selalu melaju di depannya. Sesekali lelaki ini juga melirik kaca spionnya demi memastikan bahwa gadisnya itu aman di belakangnya tanpa ada gangguan apapun.
Sesekali ia juga menyunggingkan senyumnya melihat wajah Salma yang nampak menggemaskan dengan helm bogo kuningnya itu. Selain wajahnya yang ia tertawakan, pemilihan warna dari si pengaman kepala itu juga menjadi alasan mengapa senyumannya terus tersunggingkan tatkala meliriknya.
"Helm kok kuning, kayak yang suka lewat di kali aja." Ucapnya dalam batin.
Akan tetapi tiba-tiba saja motor yang Salma kendarai nampak memelan. Rony yang sejak tadi mengawasinya pun jelas saja peka dengan keadaan tersebut. Hingga tak lama kemudian terhenti lajunya begitu saja. Rony juga turut menghentikan laju motornya. Jelas ia takkan berdiam diri begitu saja. Ia hampiri Salma yang tengah kebingungan sembari mengamati kendaraannya itu.
"Motor lo kenapa?"
"Ah, ini udah biasa. Mogok lagi."
"Yaelah, terus gimana? Udah dibilang gue bonceng aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cincin untuk Salma
Fiksi PenggemarTerlalu cuek, terlalu masa bodo. Ya begitulah Rony. Tapi bisa dimaklumi, ia sudah begitu terbebani dengan lelahnya menghadapi kegagalan cinta. Salah sendiri, selalu salah pilih. Kali ini pilihan mereka ia setujui, sebegitu lelahnya ia dengan seribu...