Selamat Tinggal

1.3K 89 11
                                    


Arzeeo pov

Di sini. Di tempat ini. Aku kembali mendatangi, dimana tempat yang sangat amat banyak kenangan diantara aku dan dia yang dulu tercipta. Tempat yang pertama kali mempertemukan kita berdua. Kita dulu pernah membuat janji, untuk datang ke tempat ini selalu bersama. Tapi maaf, aku mengingkari janji ku yang pernah kita buat. Aku kembali datang ke tempat ini, tapi tidak lagi denganmu. Lembaran kita sekarang berbeda, Marsha.

Aku menggenggam erat tangan perempuan yang pada akhirnya berhasil menggantikan posisimu di hatiku. Gracie namanya. Entah bagaimana bisa, dia sekilas mirip dengamu. Tapi tetap, aku mencintai dia sebagai Gracie, perempuanku. Bukan kamu, Marsha.

Langkah kaki yang aku lalui saat ini terasa seperti dejavu. Ingatan dulu saat kita berjalan di jalan ini kembali. Di jalan ini, kita selalu bercanda membicarakan masa depan yang kita impikan.

"Satu tambah satu berapa Sha?" Tanyaku

"Dua!"

"Kalau aku tambah kamu?"

"Manusia?"

"Aish, aku tambah kamu jadi kita Marsha." Marsha tertawa mendengarnya.

Aku dulu merasa sedikit kesal karena Marsha tidak berhasil tersipu karena gombalanku. Dia malah tertawa dan mengejek jika gombal yang aku berikan itu garing.

"Jangan ngambek dong. Bercanda sayang," kata Marsha.

"Aku ngambek? Mana ada."

Marsha memeluk lenganku, menyenderkan kepalanya di sana dengan kita yang masih terus berjalan menelusuri jalan taman ini.

"Hem. Kalau kita udah dewasa nanti, apa kita akan tetap bersama seperti ini?"

"Tentu! Kita akan terus bersama. Aku dan kamu, terus menjadi kita. Membangun dunia kita berdua, memunculkan Marsha dan Arzeeo kecil. Kita akan terus bersama sampai kita menua bersama Marsha," jawabku.

Aku dulu terlalu yakin dengan apa yang aku katakan. Aku berpikir memang Marsha adalah yang terbaik dan Marsha adalah perempuan yang diciptakan hanya untukku.

"Aku tak sabar menanti masa depan yang akan datang," ungkap Marsha.

"Pasti hal itu akan datang Marsha." Aku berjongkok memunggungi Marsha. Meminta untuk dirinya naik ke pundakku. Aku ingin menggendongnya. Dia menurut. Aku membawa dia berlari, suara tawa dirinya dan juga aku memenuhi jalanan yang setiap kami lewati.

Aku merasa bersalah karena harus mengingat kenangan dulu disaat aku bersama dengan Gracie.

"Kak Zeeo!" Aku tersentak saat suara Gracie memanggilku.

"Iya?? Kenapa?"

"Kak Zee kenapa? Aku ajak ngomong diem aja," katanya.

"Maaf. Aku sedikit melamun," jawabku tak enak. Gracie memanggilku dengan embel-embel kak dikarenakan usiaku yang lebih tua 3 tahun darinya. Tapi umur tidak menjadi penghalang hubungan kami. Justru sekarang kami sudah masuk tahap yang lebih serius. Kami sudah menikah! Baru berjalan lima bulan. Dia masih memanggilku kak, karena sudah terbiasa dan sudah nyaman juga.

"Kita duduk yuk," ajakku. Dia menyetujui. Aku mengajaknya duduk di sebuah bangku sambil menatap ke depan, taman bunga yang begitu indah.

Di seberang sana. Terlihat seorang perempuan yang memunggungiku. Di depan tak jauh darinya ada seorang anak perempuan yang terlihat bermain dengan seorang lelaki. Sepertinya mereka satu keluarga.

"Kak Zee aku punya callenge buat kakak," kata Gracie.

"Apa?" Tanyaku.

"Aku ingin dengar Kak Zee teriak di sini," ungkap Gracie.

"Yang lain aja lah. Jangan teriak di sini. Aku malu," tolakku.

"Ishh, ga papa Kak Zee. Lagian di sini sepi. Kak Zee jangan malu," pintanya. Dia terus saja memintaku. Aku yang tak tahan dengan raut wajahnya saat merayu, membuatku akhirnya menyetujui. Demi membuat kekasihku ini senang.

"Ayo Kak Zee."

"Gracie I Love You!" Teriakku dalam satu tarikan suara. Aku menoleh ke arahnya yang kini sudah berubah merah. Dia malu.

"Kak Zee, aku malu," katanya.

"Loh kenapa jadi kamu yang malu? Kan aku yang barusan teriak."

"Aku kira Kak Zee bakalan teriak Aaa...gitu. Ternyata malah kayak gitu," ungkapnya yang membuatku tertawa.

"Kita udah dua tahun bersama dan kamu masih malu?"

Ya memang aku dan Gracie sudah 2 tahun dalam menjalin hubungan hingga akhirnya memilih untuk menikah. Kami saling kenal setelah aku putus dengan Marsha yang telah lima tahun lamanya bersama. Semua kandas begitu saja karena keegoisan dan kesibukan kita masing-masing. Aku sempat depresi pada saat itu karena percintaanku berakhir. Hingga pada akhirnya Gracie datang membawa warna baru dalam hidupku.

"Aaa...Kak Zee."

Aku terkekeh dan kembali menatap depan. Mataku terpaku pada perempuan tadi yang tadi aku lihat kini menatap ke sini.

Marsha. Lirih ku dalam hati. Dia Marsha! Benar-benar Marsha! Yang kini berdiri menatap ke arah sini.

Lidahku kelu, hatiku kembali bergetar. Sudah lama aku tak bertemu dengannya. Aku benar-benar mengubur dalam-dalam namanya diantara masa laluku. Namun, kini dia kembali menampakkan diri setelah sekian lama. Setelah semuanya berubah. Aku terdiam. Hanya bisa terdiam. Saat seorang gadis kecil berlari ke arahnya. Gadis kecil yang memiliki mata indah. Persis seperti mata Marsha. Aku yakini bahwa anak itu adalah anak Marsha. Karena setelahnya lelaki yang tadi bermain dengan anak itu ikut menghampiri mereka.

Aku tersenyum. Menggenggam erat tangan Gracie yang masih setia di sisiku.

Semua selesai. Lirihku di dalam hati sambil menatap sendu ke arahnya.

Selamat tinggal Marsha. Meskipun berat bibirku terucap. Tapi kata-kata itu akan selalu membuktikan kenyataan.

Aku tak membenci saat mengingat bagaimana perjalanan cinta ku dulu saat bersama dengan Marsha dan bagaimana kita berpisah saat itu. Aku benar-benar tak ada membencinya karena hal di masa lalu. Yang terjadi malah kejadihan di masa lalu itu membuat pelajaran. Dimana kita bisa sama-sama dewasa dalam menyikapi masalah dan akhirnya memilih jalan berpisah dengan baik-baik.

Jika aku dan Marsha dulu tidak berpisah, mungkin saja kami akan tetap dalam hubungan yang penuh dengan keegoisan. Dan jika tidak ada perpisahan itu, aku tak akan mungkin menemukan kebahagiaanku bersama Gracie. Perempuan yang mau menerima segela kekurangan dan keterpurukan bahkan depresiku hanya karena sebuah cinta.

Mungkin memang ini jalannya. Semua telah menjadi pelajaran. Meski luka yang menjadi media. Biarlah kisah kita di masa lalu menjadi kenangan. Dimana Marsha pernah menempati hati ini. Dan mengajarkan bagaimana cara kita dewasa bersama. Sekarang hanya ada kata selamat tinggal.

Aku dengan kehidupanku.

Dan Marsha dengan kehidupannya.

Arzeeo pov end.

END
















Udah gitu doang. Terisnpirasi dari sebuah lagu. Kalian pasti tau lagu apa, orang udah ada judulnya juga pun wkwkwk. Agak gaje keknya tapi gpp, namanya juga usaha.

Dah gitu aja, mau yg pov dari Marsha?

Maaf buat typo.

OneShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang