5. Pelukan Bisnis.

219 59 139
                                    

"Apa yang akan ibu lakukan dengan istriku?"


Kaesa sontak melototkan matanya mendengar suara berat itu, wanita itu menelan ludahnya susah payah. Kepalanya menunduk melihat pergelangan tangannya yang baru saja dihempaskan oleh anak laki-lakinya. "Pandu ..."


"Apa ini yang Ibu sebut dengan menghormati pilihan ayah dan mengerti tentang keadaan rumah tanggaku?" Pandu melempar tas kerjanya tepat di samping tempat duduk Pravara. Laki-laki itu menarik napas panjang dengan wajah sedikit memerah, kemudian menundukkan pandangannya seolah enggan melihat wajah pias ibunya.


Pravara merasa salah tingkah, wanita itu melirik bergantian pada ibu mertua dan suaminya. Seumur-umur pernikahannya, dia belum pernah melihat Pandu bersikap kasar, meskipun hanya melemparkan tas. Karena laki-laki itu sangat berhati-hati dalam melakukan pekerjaan apapun.


Suasana ruang tamu yang tadinya cukup panas, kini terasa lebih panas dengan rasa sesak yang mulai merambat. Pandu menunduk menatap ibunya yang tingginya hanya mencapai dadanya, "Bukankah sudah aku bilang untuk tidak mencampuri rumah tanggaku? Lalu apa ini, Bu?"


Kaesa mengatupkan bibirnya, lalu terdiam kembali. Wanita itu mengalihkan pandangannya pada jendela ruang tamu yang langsung merujuk pada tamanan rumah yang dulu sangat dia sukai. Memikirkan hal itu membuat dia menjadi gugup, dia mencoba melihat anaknya dengan menenangkan. "Pandu, dengar. Ibu melakukan semua ini, untuk kebaikan kamu dan keluarga besar kita."


"Kebaikan, nopo to, Bu? Pravara mengacuhkan aku dan kita bertengkar selama berminggu-minggu, itu yang ibu sebut sebagai kebaikan?" kata Pandu, tanpa menyadari apa yang telah dia katakan.


Mendengar aduan tersebut, Kaesa lantas memberikan tatapan tajam pada Pravara yang menjadi kaku ditempat. Hatinya tidak terima putranya diperlakukan seperti itu, putranya itu lebih berharga dari apa pun. Dia membesarkannya dengan amat baik dan seseorang memperlakukannya dengan buruk? "Beraninya kamu tidak menghormati suami mu!"


"Berhenti!" Pandu menempatkan lengannya di depan perut sang ibu, mencegah wanita yang melahirkannya itu semakin merangsek maju mendekat pada istrinya. "Coba Ibu pikirkan, kenapa Pravara bisa melakukan hal itu terhadapku? Itu semua kesalahan Ibu."


"Kamu menuduh Ibu bersalah? Pandu, kenapa kamu jadi bersikap kasar pada Ibu seperti ini? Apa yang telah dilakukan perempuan mandul ini kepadamu?" tanya Kaesa dengan alis yang menyatu. Dia merasa sakit saat anaknya menuduhnya begitu saja, hanya karena istri yang tidak tahu diri.


"Ibu." Pandu menahan kata-katanya di tenggorokan, dia bahkan memejamkan matanya mencoba tidak terlalu emosi menghadapi sikap ibunya yang berulah. "Jangan seperti ini, Bu. Aku dan ayah tidak akan suka. Lebih baik Ibu pergi dari sini, jangan sampai aku marah kepada Ibu."


Usiran halus itu cukup membuat Kaesa terperangah. Dia melihat Pandu tidak percaya, dia diusir? Benarkah? Kemudian pandangannya bergulir dan Pravara yang masih setia menatap mereka berdua dengan wajah tegang. Kaesa menampik tangan Pandu yang masih ada di depannya lalu mencengkeram lengan kanan Pravara kuat. Memaksanya berdiri sejajar dengan dirinya, "Ceraikan wanita ini, Pandu! Sekarang!"


"Apalagi ini, Bu?!" ujar Pandu mengeraskan rahangnya. "Lepaskan dia Ibu, Ibu membuat Pravara kesakitan." Pandu mencoba menjauhkan Pravara dari ibunya, tapi wanita itu sama sekali tidak melonggarkan cengkeramannya sedikit pun.

Sweet Divorce [Hold On]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang