6. Berkedok Meeting.

220 50 124
                                    

"Terima kasih, atas kepercayaan Anda kepada kami. Saya harap dikemudian hari kita bisa bekerja sama kembali, tentunya dengan kesepakatan yang baru dan lebih baik dari pada hari ini."

Wanita cantik itu menjulurkan tangan menjabat tangan kliennya dengan senyum tipis. Di hadapan mereka ada beberapa dokumen ber-map merah dengan logo sebuah perusahaan ternama, hasil dari tangan kreatifnya. Rapat ringan ini dia usulkan di sebuah restoran mewah langganannya, saat jam makan siang datang.

"Hahaha, tentu saja Bu Pravara. Untuk projek kami selanjutnya, saya akan memberikannya ke tangan Anda dengan keyakinan penuh. Wah, saya tidak menyangka hasilnya akan sebagus ini. Benar-benar di luar ekspektasi yang saya dan tim saya perkirakan." Laki-laki muda itu menunjukkan wajah sumringah di hadapan Pravara. Bahkan senyum lebarnya sama sekali tidak luntur sejak kedatangannya ke mari.

Pravara hanya tertawa karir mendengar hal itu. Baginya pujian tentang betapa berbakatnya di dalam hal mendesain dan melukis adalah yang biasa yang dia dapatkan sejak kecil. Tidak ada yang special dari sana, karena dia tahu, dia hebat dalam hal itu. Di hadapannya ini adalah salah satu pemilik perusahaan yang menjadi klien tetapnya dari awal dia membuka studio miliknya.

"Saya akan menganggap apa yang Anda katakan tadi adalah pujian dan dorongan untuk membuat studio saya lebih berkembang nantinya. Saya ucapkan banyak terima kasih sekali lagi untuk hal itu, Tuan Aroon."

Pravara tersenyum saat pelayan datang membawa makanan dan minuman yang dia dan Tuan Aroon pesan. Makanan itu tertata dengan apik memenuhi meja mereka, selagi mereka makan Tuan Aroon berbaik hati terus meramaikan suasana dengan pertanyaan-pertanyaan kecil.

Sejujurnya, Pravara tidak menyukai hal ini karena tidak berhubungan dengan pekerjaannya. Namun, berhubung dengan nama baik studio dan atas kerjasama yang telah mereka lakukan, Pravara mencoba menanggapi seadanya.

Daging steak miliknya dia potong kecil-kecil, lalu memakannya dengan anggun. Semilir angin berhembus lembut menerbangkan helaian rambutnya, Pravara tidak menyesal memilih tempat duduk yang berada di balkon utara yang juga merupakan bagian depan restoran.

Susana dan cita rasa yang didapatkan oleh lidahnya, membuat moodnya membaik.

Ketika dia menoleh melihat ke jalan, di sudut matanya dia seperti melihat Pandu yang baru saja turun dari mobil. Pravara menghadap ke belakang untuk memastikan apakah itu benar suaminya atau tidak, tapi dia tidak menemukan apapun.

Ugh, dia pasti sedang tidak waras. Pandu itu hampir tidak pernah makan siang di luar, sekalipun meeting penting yang mengharuskan di luar kantor. Itu satu dari banyak hal yang sekertaris Pandu katakan padanya.

Karena Pravara tidak menjawab pertanyaannya, Tuan Aroon berusaha memanggil nama wanita itu berkali-kali. "Bu Pravara? Apakah anda baik-baik saja?"

"Maaf, saya sedang tidak focus tadi. Jadi, saya menjawab pertanyaan Anda, maaf kan saya," ucap Pravara tidak enak hati.

Tuan Aroon menggeleng, "Sudah, tidak apa-apa Bu Pravara. Lagian saya tadi hanya bertanya tentang bagaimana kabar suami anda."

Pravara menyerngitkan dahinya, "Kabar suami saya?" tanyanya dengan nada aneh. "Ap-"

"Saya baik-baik saja, Tuan Aroon."

Suara dari arah samping mengagetkan mereka berdua yang secara spontan menatap ke arah sumber suara. Pravara tidak menyangka penglihatannya dari sudut matanya benar adanya, lihat saja di antara pintu balkon restoran telah berdiri Pandu dengan setelan kantor dan wajah masam.

Apa-apaan dengan wajah itu.

Di belakang suaminya ada seorang gadis muda berwajah cerah memeluk sebuah iPad mini.

Sweet Divorce [Hold On]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang