9. Perbincangan di bibir Pantai.

196 50 106
                                    

Pravara menggaruk lehernya dengan wajah malas. Dia sedang menunggu suaminya yang sedang menyelesaikan pembayaran atas reservasi mereka dan tidak ada yang bisa dia lakukan selain menatap lurus pada pantai di bawah sana. Dari atas sini, Pravara semakin merasa menyesal jika dia hanya akan menurut saat Pandu mengajaknya pulang dengan segera. Dia sedikit kesal dengan Pandu, memotong pembicaraan mereka dan mengambil kesimpulan dengan seenaknya.

Bahkan laki-laki itu tidak membiarkannya untuk mengucapkan satu katapun tentang perceraian mereka. Haruskah Pravara berbicara lebih tegas lagi? Akan tetapi, dia tidak yakin akan bisa melakukannya. Selain karena dia segan dengan Pandu, dia juga tidak bisa menatap laki-laki yang telah menjadi suaminya selama lima tahun ini terlalu lama. Hatinya seakan selalu berkata, jika yang sedang dia lakukan itu salah. Tidak seharusnya dia berbicara keras dan menentang Pandu seperti itu.

Pravara mendesah malas, wanita itu merasa pundaknya terasa berat. Bahkan setelah dia menyandarkan punggungnya, merelakskan diri pada punggung kursi yang dia tempati. Tetap saja dia tidak bisa merasakan keindahan malam ini dengan baik. Saat Pandu berkata jika mereka akan membicarakan hal ini lagi, Pravara merasakan hatinya berdegup keras. Apalagi ketika Pandu mengatakan, jika meraka akan memiliki bayi yang lebih baik dari pada Chanie.

Pravara tahu dia sedikit merasa gugup tatkala Pandu mengucapkan hal itu. Seolah-olah mereka, sudah terlalu lama menantikan buah hati yang hampir membuat mereka putus asa. Dan kehadiran Chanie yang hanya beberapa menit itu, membuat Pandu kembali menyakinkan bahwa mereka akan segera memilikinya.

Sebenarnya di mana pikiran laki-laki itu ketika mengatakan hal tersebut. "Kenapa setiap kali kita membicarakan hal ini, aku tampak seperti orang jahat yang tidak mempunyai hati nurani. Apakah dia sengaja membuatku mencari tokoh antagonis dalam pernikahan ini?"

Satu hembusan napas lelah, Pravara keluarkan sebelum akhirnya Pandu muncul dengan wajah datar seperti biasanya. Laki-laki tinggi dengan rambut yang tampak acak-acakan, karena angin kencang pantai itu berjalan mendekati Pravara. Tangan kanannya menyentuh rambut hitam sang istri dan mengelusnya lembut. Kemudian Pandu menunduk berbisik pada telinga Pravara. "Berdiri."

Mendengar bisikan halus itu, Pravara begitu cepat sehingga saat dia menoleh dan membuat sesuatu yang memalukan. Karena dia memiliki refleks yang cepat, dia tidak sengaja mengecup pipi kiri Pandu dan bergerak bergeser.

Saat dia akan jatuh dari kursi, Pandu dengan sigap memegang pinggangnya dan menahannya agar tidak terjatuh. "Hati-hati, astaga," ucapnya dengan suara berat. Tampak sesuatu di matanya yang semakin membuat Pravara canggung.

"Ah, ah ya. Maaf." Pravara menegakkan punggung, kedua tangannya bergerak menepuk -nepuk dress nya yang bahkan tidak memiliki noda apa pun.

Di belakang Pravara, Pandu juga ikutan merasa atmosfer mereka cukup aneh. Bekas kecupan di pipinya membuat Pandu menggeleng dengan cepat, mengusir hatinya yang tiba-tiba panas dengan detak yang tidak beraturan. "Ekhem, ayo kita ke bawah," ujarnya mencoba mengalihkan suasana, menjadi yang dia inginkan tadi.

Prava mengangguk cepat, dia berdiri dan mengambil tasnya dan berjalan beriringan di sebelah Pandu yang melangkah dengan tegap. Pravara sedikit melirik dan menyesal, karena ternyata Pandu juga sama-sama meliriknya dari sudut mata laki-laki itu.

Ugh, Pravara merasa sangat malu. Dia tidak berani mengucapkan sepatah katapun untuk mengurangi rasa canggungnya dengan sang suami. Jadi, dia tetap berjalan dengan kepala yang menunduk sungkan.

Saat mereka akan menuruni tangga tempat mereka bertemu dengan Chanie dan keluarganya, Pravara merasa sangat berat untuk melangkah dan sangat enggan mengalihkan pandangannya dari pantai di sisi kanannya.

Lain dengan Pravara yang terlihat berat untuk melangkah, Pandu dengan sigap merangkul pinggang Pravara hingga mereka berjalan berdempetan. "Saya tidak mau kejadian tadi sore terulang lagi. Saya juga tahu kamu tidak akan bisa berhati-hati dengan benar."

Sweet Divorce [Hold On]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang