7. Baik-baik Saja.

190 56 95
                                    

Pravara bukan orang pendiam, tetapi juga bukan seseorang yang berisik. Namun, dia paling tidak suka keheningan dan sekarang dia mengalaminya. Terlalu mencekik dan membuat dia tidak nyaman, hal ini sungguh menyiksa.

Dia menoleh, tidak. Pravara hanya melirik suaminya dari sudut mata, kemudian bertingkah seolah-olah tidak melakukan apa pun. Tas hitam di pangkuannya dia pegang erat, setelah mengatakan akan pergi kencan, dia tidak tahu akan di bawa ke mana dan dia juga tidak berani bertanya.

Meninggalkan Clarissa yang tersenyum lebar di belakang sana, sedangkan Pravara hanya bisa menunjukkan senyum kecut yang dia paksakan. Saat Pandu menoleh dia akan mencoba tersenyum dengan biasa saja, dia tidak boleh menunjukkan wajah masam atau tidak suka.

Ya, dia akan bersikap baik-baik saja. Kan, memang mereka baik-baik saja.

Oh, Pravara ingat.

Mereka sedang tidak baik-baik saja, mereka akan segera bercerai.

...

Pantai.

Ah, Pravara menghirup hawa segar yang menggelitik hidung dengan mata melebar menatap laut biru yang membentang di hadapannya, seringai senang membelai bibirnya lebar. Pagar pembatas di atas tebing dia pegang erat, membuat Pravara semakin menempelkan diri di pagar beton tersebut.

Dari atas sini, wanita itu bisa melihat pergerakan manusia-manusia yang terlihat sangat kecil dan tampak menggelikan. Ada yang menceburkan diri di bibir pantai, atau hanya sekedar membasahi kaki dengan kamera di tangan. Dia bahkan tertawa geli, ketika mencoba melebarkan matanya, hanya untuk melihat butiran pasir di bawah sana. Sedetik kemudian dia berdeham dan menyelipkan helaian rambutnya ke belakang telinga. Yang mana hal itu tidak berarti banyak, karena hembusan angin kencang yang menerbangkan rambutnya kembali.

Akan tetapi Pravara tidak bisa menahan dirinya dengan baik. Astaga, dia juga mau turun dan menikmati bagaimana dingin air di pantai ini. Kedua kakinya bahkan sudah bergerak kecil, tampak seperti ingin meluncur dari atas sini dan terkubur di hamparan pasir.

Tengkuk putihnya semakin terlihat, kala rambut yang panjang tergerai setelah dia melepaskan kunciran yang dia gunakan saat perjalanan kemari. Angin pantai membawa rambutnya terbang, tersapu dengan lembut. Dia menoleh ke kanan dan melihat nama pantai yang terpasang apik dan berdiri dengan gagah berwarna merah menyala. Inilah alasan kenapa Pravara merasa asing di pantai ini, karena dia belum pernah mengunjunginya. Daerah mana juga dia tidak tahu, patuh dan patuh. Pravara hanya bisa bersikap seperti itu pada suaminya.

Di belakang, tidak jauh dari tempat Pravara berdiri, ada Pandu yang sedang berbicara dengan beberapa orang yang seragam sama dengan buku di tangannya. Wajah Pandu yang serius membuat dua orang itu sedikit kikuk. Pravara ingin sekali tertawa dengan itu, di mana-mana ternyata suaminya ditakuti orang-orang. Memang serem sih. Kemudian dia kembali larut dengan pemandangan laut di depan sana. 

Setelah mencapai kesepakatan dan apa yang dia inginkan, Pandu membiarkan mereka pergi dan berjalan menghampiri Pravara. Wanita itu telah berganti pakaian yang mereka beli, saat perjalanan kemari. Sebuah dress batik coklat pendek, tanpa lengan, dengan kerah rendah di bagian dada. Sangat simpel, bahkan Pandu merasa bingung, kenapa dia tidak bisa menatap Pravara lebih dari lima detik. "Pravara?"

Tidak menoleh.

Pandu mengernyitkan dahi, dia semakin mendekat dan dari sini dia baru bisa mengamati dress Pravara yang ternyata cukup terbuka. Laki-laki dewasa itu mengalihkan pandangannya ke arah lain.  "Pravara," panggilnya lagi dan berdiri di samping wanita itu.

"Ya?" jawan Pravara melirik Pandu dengan senyum puas.

"Apa kamu kedinginan? Mau memakai jasku di dalam mobil?" tawarnya cepat.

Sweet Divorce [Hold On]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang