"Huh..."
Entah sudah berapa kalinya dia sudah menghela napas ketika menginjakan kaki di sekolah milik keluarganya ini.
Terakhir kali dirinya menginjakan kaki di sekolah standart internasional ini, adalah ketika dirinya berusia 15 tahun. Saat masih mengikuti home schooling, dan berpikir untuk melanjutkan ke sekolah umum pada umumnya. Ya...tapi karena beberapa hal dia sengaja memilih sekolah lain.
Dan ya, akhirnya pun dia tetap menjadi murid sekolah ini karena satu hal.
"Jisung, kau nervous?" tanya lelaki yang mengenakan kemeja dan atribut guru lainnya.
Jisung. Dia menengok sekilas ke kakak sepupunya yang berkerja sebagai guru di sini, kemudian menggeleng. "Tidak, Jimin. Kenapa kau tanya hal yang sama berkali-kali, sih?"
Jimin memukul ringan pundak Jisung dengan buku berisi not musik yang dibawanya. "Kalau di sekolah panggil aku, ssaem."
"Iya, seonsaengnim," balas Jisung dengan menekan kata terakhir pada jawabannya. "Oh iya, aku ke ruang guru hanya untuk memberikan dokumenku saja 'kan?"
Iris biru serupa milik Jisung itu, menyipit curiga. Meski begitu, dia tetap menjawab, "iya."
Jisung menunjukan cengirannya, membuat lesung pipinya terlihat walau samar. Lelaki itu menggaruk belakang kepalanya. "Kalau begitu, kau saja yang kasih ya."
"Memangnya kenapa kau tidak mau ikut?"
"Aku tidak enak badan. Mau ke UKS."
Jimin pun menunjuk koridor yang berada di samping kiri mereka. "Kau lurus saja sampai ujung koridor, lalu ambil jalan sebelah kanan lurus sedikit sampai ketemu lapangan basket, nah UKS ada di depan lapangan basket."
"Oke."
Jisung berjalan cepat menuju ruangan yang tadi di arahkan sepupunya.
Tanpa mencoba menoleh ke belakang sesaat untuk melihat Jimin yang tersenyum menyebalkan karena berhasil mengerjai Jisung untuk mengambil jalan terjauh menuju UKS.
Sebab otaknya sekarang terlalu fokus untuk buru-buru menuju UKS dan membaringkan tubuh di sana sampai supirnya datang menjemput.
Jisung mengambil sapu tangan di kantung celananya, mengusap dahi yang penuh keringat. Kebiasaan lamanya datang, merasa sangat tidak nyaman dengan lingkungan yang terbilang baru. Ya, walau rasa tidak nyamannya ini mungkin hanya bertahan beberapa hari, tapi tetap saja mengganggu kehidupan sosialnya.
"Padahal belum bertemu teman sekelas, tapi sudah tidak nyaman duluan," gumamnya pada dirinya sendiri.
Jisung membuka satu kancing kemejanya. Keluar dari koridor semakin banyak murid yang berseliweran, membuat rasa ingin cepat sampai UKS semakin tinggi, sampai tak sadar menabrak seorang perempuan berambut panjang yang sedang membawa tumpukan buku.
"Oh maaf," ucap Jisung.
Jisung segera berjongkok ikut membereskan buku-buku yang dibawa gadis itu. Dalam hitungan detik, Jisung sadar gadis di depannya ini bukannya ikut membereskan buku-buku yang berserakan, malah fokus memperhatikan Jisung.
"Ada yang salah denganku?" tanya Jisung.
Gelagat gadis itu seakan tersadar dari lamuman. "Oh tidak ada. Sepertinya, aku baru melihat mu."
"Iya aku murid baru di sini." Jisung selesai membereskan buku-buku di lantai "Maaf ya aku menabrakmu tadi."
"Tidak masalah. Terimakasih sudah membantuku."
Jisung mengangguk singkat.
Ketika dia berdiri dan membalikan tubuh, ingin melanjutkan langkah kakinya menuju UKS, bahunya ditepuk oleh gadis tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Want To Tell You✔
Fiksi PenggemarFirst Love Series Book 1 Teen fiction, School Life, Fantasy, Horror, Romance. "Bantu aku menyatakan perasaan padanya. Dan aku janji, tidak akan mengganggu mu lagi." Y/n si gadis indigo yang terjebak permintaan konyol Sullyoon si arwah penasaran yan...