Eps.10🐹

308 44 7
                                    

Seoul, Maret 201X

Hari berjalan biasa semenjak Jay fokus dengan operasinya. Bedanya mungkin sebelum memulai pembelajaran, tiap kelas dianjurkan berdoa untuk keselamatan Jay selama menjalani operasi.

Bulan ini juga menjelang ujian nasional.

Y/n lebih memfokuskan dirinya menghadapi ujian, meski beberapa kali bertukar pesan dengan Jay. Memastikan lelaki itu baik-baik saja.

Rasanya dewi keberuntungan berpihak padanya. Meski Jay belum membalas perasaannya, lelaki seakan menunjukan perasaan yang sama terhadap Y/n. Kehidupan sekolah yang terus berjalan baik. Keluarga yang harmonis.

Kehidupan seperti ada di genggaman tangannya.

Y/n lupa. Bahwa katanya, jika keberuntungan hidup seseorang berjalan mulus, bisa berbanding terbalik dengan keberuntungan cintanya.

"Anak-anak. Ibu baru dapat kabar orangtua Jay-"

Rasanya ingin menjadi tuli ketika mendapat kabar tentang operasi Jay tidak berjalan baik.

Semua mata menatap iba padanya. Sementara Y/n diam dengan wajah pucat pasi.

Pikirannya kalut. Pusing mulai menyerang dan semuanya gelap.

Cinta pertamanya berakhir tragis.

Seoul, April 201X

Perasaan kosong mengisi hati. Untuk menyingkirkan perasaan itu Y/n menjadi gila belajar. Tapi percuma, bayangan sosok cinta pertama tak bisa hilang begitu saja.

Tak ada secuil pun kenangan buruk yang diberikan oleh lelaki itu. Jadi, bagaimana bisa dirinya mudah lupa?

Merasa ingin mempunyai mesin waktu supaya bisa menemui Jay. Ingin tahu jawaban Jay. Paling tidak sekali seumur hidupnya, dia ingin mendengar pernyataan cinta.

Karena menginginkan hal itu. Y/n sampai melakukan hal diluar logika, seolah bukan dirinya yang seperti biasa.

Ada rumor tentang kolam yang dapat mengabulkan segala permintaan. Y/n datang ke sana, membawa sekantung koin untuk di lempar ke sana.

Jika orang lain ingin dipertemukan dengan jodohnya. Y/n malah meminta hal diluar nalar.

"Aku mau bisa melihat hantu. Supaya aku bisa bertemu Jay lagi."

Dan koin yang berhasil masuk ke kolam itu adalah koin pada lemparan terakhir.

"Akhirnya masuk," gumamnya. "Kalau ini benar... kita bisa bertemu lagi 'kan? Jay?"

Y/n jatuh terduduk. Bagai gadis yang sedang putus asa, dia memeluk lututnya, menumpahkan tangisannya tanpa peduli ada orang yang melihatnya seperti kehilangan akal sehat.

"Y/n."

Suara itu tak asing, suara yang amat Y/n rindukan yang mampu membuat Y/n mudah tertuju hanya dengan satu kali panggilan.

Y/n mendongak. Jay benar-benar ada di depannya seperti mimpi, yang membedakan hanya tubuhnya kini transparan.

"Jay."

Wajah Jay tampak kaget, seolah bingung kenapa Y/n bisa melihatnya. Jay tampak linglung, kemudian wajahnya berseri. Tangan lelaki itu terulur mengusap pipi Y/n.

Dan yang Y/n rasakan hanyalah dingin yang menusuk kulit.

"Jay aku mencintaimu," ucapnya berkali-kali layaknya radio rusak. "Jangan pergi, Jay. Aku mencintaimu."

Y/n ingin menggenggam tangan Jay, dia mencobanya berkali-kali sampai akhirnya dia sadar Jay sudah tidak bisa menginjak bumi lagi.

"Aku juga mencintaimu, Y/n."

Hal yang sangat ingin Y/n dengar keluar dari bibir orang yang dicintainya. Harapannya terkabul, ingin mendengar kalimat itu paling tidak sekali seumur hidupnya.

"Aku masih tertahan di dunia karena urusan ku belum selesai dengan mu. Dan sekarang, aku sudah mengungkapkan perasaanku."

Senyum itu lagi. Senyum yang selalu membuat Y/n merasa tenang namun kali itu, senyum itu memberikan Y/n ketakutan akan kepergian Jay.

"Jangan pergi Jay."

"Y/n," panggilnya. "Kalau nanti aku bertemu Tuhan," suara lelaki itu terdengar bergetar, "aku minta agar kamu ditemukan dengan orang yang lebih baik dari aku, yang nantinya akan menjadi pasanganmu."

Y/n menggeleng kuat. "Aku hanya menginginkan mu."

"Aku janji." Jay mengangkat kedua jarinya. "Jadi, sampai orang itu datang, kau harus sudah bisa melupakan aku ya."

"Aku tidak mau orang lain."

"Kalau orang itu datang, cepat atau lambat kamu pasti melupakan aku." Wajah Jay mendekat kepadanya. Kali ini tangan itu mengusap rambut Y/n. "Jaga diri baik-baik ya, cinta pertamaku."

Tangis Y/n pecah. Seiring dengan wujud Jay yang perlahan menghilang.

"Hei! Y/n!"

Suara Soobin terdengar olehnya. Y/n tidak menghiraukannya, bahkan ketika sahabat lelakinya itu memeluknya erat.

"Soobin, aku bisa lihat hantu, tadi Jay ke sini."

"Y/n. Tenang dulu."

"Soobin tadi di sini ada Jay."

Soobin memeluk erat Y/n. "Iya aku percaya."

Y/n tidak bisa menjadi biasa-biasa saja sejak saat itu.

Dia menarik semua ucapan baiknya mengenai segala hal tentang cinta. Jatuh cinta tidak semenyenangkan itu.

Cinta pertamanya pun, berakhir dengan semenyedihkan itu.

***

"Y/n! Kau masak apa sih?! Bau gosong."

Ibunya datang ke dapur, terburu-buru terutama ketika mendengar Y/n terbatuk karena masakannya sendiri.

"Aku masak ayam goreng, untuk bekal."

"Kau itu tidak bisa masak, apa lagi sudah lama dari terakhir kali kau masak. Biasanya juga buat sandwich saja."

"Y/n, masih pagi jangan buat ibumu mengomel," ujar ayahnya yang lewat dapur.

Ibunya kembali bersiap-siap dengan pakaian kerjanya, sementara Y/n mematikan kompor, mulai mengambil roti serta bahan-bahan sandwich lain, lalu disusun di dalam dua kotak bekal berwarna biru.

"Terakhir kali buat makanan ini waktu Jay sebelum operasi," gumam Y/n.

Y/n menyimpan bekal itu di dalam tasnya. Dia mencium seragamnya yang bau masakan, tidak ada waktu untuk pergi ke kamarrnya yang ada di lantai 2, mungkin nanti dia bisa pinjam parfum Yuna.

Brak!

Y/n menutup mobil terburu-buru.

"Ih Y/n kau bau ayam goreng yang gosong."

"Ibu jahat sama anaknya sendiri."

Ibunya tertawa. "Membuat bekal untuk orang yang disuka memang butuh perjuangan ya."

"Ibu, ini bukan untuk orang yang aku suka."

Y/n mengalihkan pandangan ke jendela mobil. Baru dimulai, namun Y/n berharap ikatan tak sengaja antara dirinya dan Jisung cepat berakhir.

"Kalau tidak suka, kenapa kau buat makanan untuknya?"

Y/n mengedikan bahu. "Ya...supaya bisa jadi teman dekatnya."

Author Note:

Aku nulis scene ini galau sendiri. Kalau kalian gimana?

I Want To Tell You✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang