19

2.3K 219 1
                                    

Jeano menggigit bibirnya dengan takut. Rasa perih yang melanda tangannya diabaikan. Pemuda itu sebenarnya sangat merasa penasaran akan obrolan apa yang sedang trio menyebalkan itu lakukan. Ia sama sekali tak bisa mendengarnya lantaran kamar Jeffrian ternyata kedap suara.

Jemari kecilnya kemudian menutup keran air yang tadi terbuka. Bathrobe-nya seketika dirapatkan begitu mendengar suara pintu yang dibuka dari luar. Agaknya yang dia tunggu-tunggu tadi telah masuk ke sarangnya.

Dan benar saja, sosok yang sedang duduk di tepi ranjang tersebut adalah Jeffrian. Keturunan tunggal Atmaja tersebut tengah menundukkan kepala sembari mengusap keningnya berulang kali.

"Ada apa?" Jeano tak ingin tahu, namun melihat raut tertekan Jeffrian justru membuatnya tergerak untuk menanyakannya. Meskipun pada akhirnya, yang Jeano dapatkan hanyalah delikan tajam seperti biasa.

Pemuda itu tiba-tiba beranjak menuju lemari. Lengannya bergerak menyusuri setiap sisi dan tak lama dilemparnya sebuah kaus motif polos dengan lengan panjang berwarna putih dan sebuah celana training warna abu-abu ke arah Jeano. Ah, ya, Jeano lupa jika ia keluar hanya memakai bathrobe.

"Besok gue ajakin beli semua kebutuhan lo." Jeffrian melirik ketus ke arah Jeano yang agaknya berancang-ancang ingin menolak. "Dan gue nggak mau denger bantahan apapun dari lo."

Jeano meremat bahan sandang yang kini berada didekapnya. Ia pikir mungkin Jeffrian sedang dalam mood yang buruk hingga Jeano dengan kepekaannya perlu menutup mulut demi menghindari amukan dari pemuda itu.

Maka dari itu, ia lebih memilih untuk beranjak ke dalam kamar mandi untuk memakai pakaian yang sudah diberikan oleh Jeffrian sebelumnya. Andai saja tangan pemuda Atmaja tersebut tak terlanjur meraihnya saat ini.

Jeffrian sama sekali tak bersuara. Jari jempolnya bergerak, mengusap permukaan kulit tangan Jeano yang terasa dingin. Begitu saja yang ia lakukan hingga memakan waktu bermenit-menit lamanya.

"Kak, kaki aku pegel kelamaan berdiri," ujar Jeano. Tetapi, lagi-lagi, Jeffrian seakan tak mendengarkan dan hanya menatap kosong ke arah tautan tangan mereka saat ini. "Kamu kenap-"

Tubuhnya terayun maju. Bersamaan dengan jatuhnya Jeffrian yang menubruk ranjang menggunakan punggungnya, Jeano melotot begitu tersadar bahwa ia telah menimpa yang lebih tua dan berada tepat di atasnya.

Sejujurnya, Jeano bukan tipikal orang yang senang menyangkut-pautkan segala hal dengan cerita fiksi yang sering dibacanya kala senggang. Namun, sekarang Jeano justru ragu kalau dia tak segera bangkit, kemungkinan besar dia akan berakhir dengan tragedi yang tak diinginkan.

Setidaknya, izinkan Jeano untuk mengganti pakaiannya terlebih dahulu!

"Pusing," keluh Jeffrian, sembari memijat keningnya berulang kali.

Kesempatan itu dimanfaatkan dengan baik oleh Jeano yang tanpa berpikir, langsung menarik diri dan mengambil jarak lebih jauh dari Jeffrian yang tengah mengeluarkan ringisan lirihnya. "Aku ganti baju dulu. Nanti aku cari obatnya."

Jeffrian tak meresponnya sama sekali. Dirinya masih menyibukkan diri dengan sandiwara sakit kepalanya. Begitu langkah kaki Jeano terdengar telah memasuki kamar mandi, barulah pemuda itu membuka matanya.

Apa yang tadi sedang ia pikirkan?

Kepalanya menggeleng keras. Jeffrian tak mungkin punya pemikiran untuk kembali menyicipi belah terbuka yang sedari tadi seakan sengaja menggodanya dengan terus memaksa ingin mengobrol dengannya.

Ia mengusak frustasi setiap helai rambut miliknya. Belum sehari Jeano tinggal bersamanya di sini, tetapi pemuda itu sudah berhasil meningkatkan level imajinasinya hingga ke tahap yang terbilang sudah cukup berbahaya jika tetap dibiarkan begitu saja.

"Inget, Jeff. Lo tuh lagi marah sama dia! Nggak usah ngawur pakai mikir kemana-mana, bego." Jeffrian mendengkus panjang. Wajahnya sudah memerah hingga menjalar habis menuju telinga sampai lehernya. "Jean ..., lo tuh emang seberbahaya itu, ya?"

[.]

YOGURT SHAKE   +jaenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang