"Aku menemukan takdirku.
Darahku berdesir hebat melewati untaian tiap bangunan yang telah dirakit.
Hai, kamu... masuklah diruang tamu."♡♡♡
Pagi yang gelap menyelimuti kota Purwokerto hari ini. Padahal ini hari yang akan menjadi hari panjang dalam minggu ini. Ada 3 mata kuliah yang harus Zia hadiri. Meskipun jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi, dan kuliah pertama dimulai pukul 06.30, namun orang gila satu ini masih terpantau santai di dalam apartemen. Yasudah, kalau emang takdirnya terlambat, terlambat sekalian saja. Zia tak terlalu peduli.
Setelah touch-up sedikit, ia segera mengeluarkan motornya, dan mulai menyetir dengan sangat cepat bak pemilik jalanan ini. Inilah Fazia Fabiola, yang pernah dijuluki sebagai saudaranya Rossi. Iya sang pembalap itu.
"Jancok! Matamui?!" umpat seorang pemotor yang hampir membuat Fazia terguling bebas dipagi yang gelap ini.
Bukannya ikut marah, Zia justru terpesona dengan ketampanan sang pemotor tersebut. Bagaimana bisa seseorang terlihat sangat lucu bahkan ketika marah? Ini adalah tipe pendamping hidupnya. Seenggaknya ketika suaminya marah, ia bisa tertawa melihat kelucuannya. eh...
"Fazia, kak," ucap Zia membalas umpatan lelaki lucu itu. Manusia ini malah mengungkap identitasnya.
"Maaf, reflek. Lain kali hati-hati," balas Rajendra, biasa dipanggil Jendra.
Jendra meninggalkan Fazia yang masih stay memegang motornya dengan posisi miring karena tadi hampir jatuh. Lagian udah tau lampu lalu lintasnya nunjukkin warna orange, malah gas pol. Malang tak berbau, Zia..
Zia pun juga menarik gasnya dan mengikuti arah pemotor tadi. Nggak ngikutin, emang arahnya sama. Loh, jangan-jangan?
Benar saja, tak sampai 10 menit mereka sampai di kampus yang sama dan ditempat parkir yang sama. Ga bisa Zia biarin. Lelaki ini adalah takdirnya. Dia harus memulai kehidupan cintanya. Sudah terlalu lama ia menjomblo dari pacar terakhirnya.
"Hai, kak! Aku Fazia, dari FTTE. Kakak siapa namanya?" tanya Zia tanpa basa-basi yang udah basi.
Jendra tak menghiraukannya, ia sudah terlambat masuk kelas. Dia hanya menggeleng heran dan melewati Zia begitu saja tanpa peduli ekspresi kesal Zia.
Tak berhenti disitu, Zia mengikuti Jendra menuju ke lantai 2 gedung 3. Lagi-lagi itu tak membuat Jendra peduli. Ia hanya berfikir harus masuk kelas sebelum dicoret dari daftar hadir. Karena ia sudah sering terlambat dimata kuliah pagi ini.
Dengan sangat 'waras'nya, Zia bahkan ikut masuk ke kelas Jendra. Dia melupakan kelas paginya untuk masa depan. Bisa disimpulkan bahwa ia meninggalkan masa depan untuk masa depannya yang lain. Tak apa, otaknya sangat unggul di kelas yang ia tinggalkan, jadi itu bisa ia selesaikan nanti.
"Aku Fazia~" bisik Zia tepat ditelinga kanan Rajendra Ibra Saddam.
Jendra meilirik tak suka dan menghiraukannya, lagi.
"Pergi." Jendra sedang berada dalam mood yang buruk pagi ini.
"pssttt..." panggil Zia kepada salah satu mahasiswa yang duduk tepat didepannya. Dia menoleh dan memasang raut bertanya pada Zia.
"Namanya siapa?" tunjuk Zia pada Jendra dan menanyakannya pada mahasiswa tersebut.
Rajendra menghembuskan nafasnya panjang karena tak habis fikir dengan jalan pikiran cewek aneh disampingnya ini. Dia juga merasakan firasat buruk ketika Zia mengikutinya daritadi, tidak, bahkan sedari ia hampir menabrak Zia.
"Rajendra Ibra Saddam."
Mendengar nama itu, membuat Zia membulatkan bibirnya lucu. Namanya sangat aesthetic. Cocok dipajang diatas dekorasi pernikahan dan undangan 'Rajendra & Fazia'. Sudah Zia duga, dia pasti akan menemukan jodohnya disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE AND LIFE
Romance"Aku pernah percaya bahwa tak akan ada sedetikpun waktu untukku berbahagia, meski hanya sekedar tersenyum tipis," ucap Rajendra Ibra Saddam. "Lantas, izinkan aku untuk berperan sebagai pelukis dalam hidupmu, Jendra," sahut Fazia Fabiola dengan tulus...