"Mau sebanyak dan secantik apapun bintang,
kalau aku sukanya bulan,
bahkan matahari tak akan bisa mengusikku."♡♡♡
Hari itu Fazia Fabiola sadar bahwa ia mencintai sosok yang kini berada di depannya ini. Dia mencintai segala hal tentang Jendra kecuali tentang kesedihannya. Fazia menyukai apapun yang Jendra lakukan kecuali kepergiannya. Sungguh menyesakkan melihat orang yang kita sayangi berada di titik terendahnya.
"Kenapa ga mau?" tanya Zia pelan.
Ia tak mau memakai urat ketika berbicara dengan lelaki ini. Mana bisa ia memakai emosi dalam menaklukan seseorang. Ingat, Zia, semua yang berhubungan dengan manusia harus imbang antara logika dan hati.
"Bunda yang ajak kamu. Lagian juga bang Raka sama bang Leo boleh ikut kok. Mau ya kak?" pinta Zia untuk yang udah ketiga kalinya.
Iya sih, Zia tak berharap akan selancar itu ketika berhadapan dengan makhluk kutub seperti Jendra. Apa pula yang ia harapkan.
"Dalam rangka apa? Jangan jadiin nyokap lu sebagai backingan lu," sahut Jendra.
Zia menepis jarak antar mereka ditempat umum ini," anniv Bunda sama Ayah. Bunda kemarin bilang gitu. Bang Jendra kalau ga percaya, tanya aja sendiri," kata Zia ngawur.
Anniversary apaan, orang udah lewat dari bulan lalu. Tapi alasan apalagi yang bisa Zia gunakan untuk menjawab pertanyaan yang lebih sulit dari Kimia murni? Bohong dikit ga ngaruh.
Jendra menggeleng, menghapus jaraknya. Ia meninggalkan Zia yang kali ini sedang menghela nafasnya kasar.
"Yaudah kalau ga mau, selama dua puluh empat jam mulai dari hari ini, aku bakal ikutin bang Jendra kemanapun pergi. Bahkan ke kelas pun aku bakal ikut!" ancam Zia.
Ini bukan apa-apa sebenarnya bagi Jendra. Namun, diikuti oleh Zia akan membuat banyak orang-orang disekitarnya mengejeknya dan pasti banyak yang cosplay sebagai wartawan. Banyak nanya, dan otomatis kabar ini akan menyebar dengan cepat. Ingat, dinding kampus itu tembus.
Jadi, ini akan sangat merepotkan.
"Maksa."
Zia tersenyum,"berarti mau, kan? iya, kan? okey, nanti pulangnya barengan aja, sekalian ajak bang Raka sama bang Leo," kata Zia.
Jendra hanya berdehem mengiyakan.
"Makasih banyak sayang, makasih banyak calon suamiku," ucap Zia sembari menyalim tangan Jendra.
"Brisik!"
Zia tak peduli dengan teguran itu. Karena jadwal mata kuliahnya masih 1 jam lagi, Zia berniat mengikuti kemana pun Jendra pergi, kecuali ke toilet tentunya. Zia tak semesum itu. Jadi bayangin, pasti besok kalau Zia dan Jendra udah satu atap bakalan lucu.
Bayangan Zia kali ini adalah ketika mereka bersama lalu terbangun dipagi buta karena tangisan seorang bayi yaitu anak mereka. Ih pasti lucu banget.
Terserah Zia ya guys..
"Hai, Jendra!" sapa seseoarng di ujung lorong yang berjarak hanya beberapa langkah dari Jendra dan Zia dan membuyarkan bayangan masa depannya.
Seperti musuh, Zia ancang-ancang dengan mengeluarkan ekspresi mengancamnya yang lucu. Ini mah cewe kemarin yang asik ngobrol sama Jendra. Wah jangan-jangan ini nih saingan Zia. Bagaiman bisa Zia bersaing dengan body model seperti itu dengan dirinya yang bak triplek.
"Mau kemana?" tanya Jendra sebagai jawaban dari sapaan Nada.
"Mau ke perpustakaan bentar. Eh hai? kamu...?" jawab Nada.
Zia menjabat cepat tangan Nada. Lembut. Tak apa Zia, meskipun tanganmu tak selembut Nada, namun hatimu selembut kain sutra, dompetmu juga tebal kok. Kan, lu punya uang, lu punya kuasa.
"Fazia. Fazia Fabiola, calon istrinya kak Jendra," kata Zia memperkenalkan dirinya dengan sangat percaya diri.
Nada melirik kearah Jendra, dan Jendra hanya menggeleng.
"Ga usah ladenin dia. Mau aku temenin?" tawar Jendra.
Zia kini melirik tajam Rajendra Ibra Saddam. Wah, bisa-bisanya doi seperti itu didepan Zia. Kit ati banget. Ini Zia benar-benar seperti makhluk tak kasat mata diantara Jendra dan Nada. Bisaan mereka tatap-tatapan gitu padahal ada Zia di sampingnya.
"Boleh?" tanya Nada.
Jendra mengangguk, "boleh, yuk!" ajak Jendra.
Lah?
Syaland!
"Masih pagi juga udah makan ati aja! Ini parah banget, Aga. Wah dia udah diluar nalar, tapi anehnya aku makin suka, Aga," keluh Zia.
Ia tak mengikuti mereka berdua. Mau apaan? Please ya, Zia bukan pengasuh ataupun penjaga mereka. Emang banyak-banyak sarapan sabar deh kali ini. Targetnya tidak mudah untuk Zia.
Zia kesal sendiri pokoknya. Dia berangkat pagi banget buat nemuin Jendra, padahal mata kuliahnya di jam 11 siang. Calon suaminya malah enak-enak berduaan sama orang lain.
"Zia?" panggil Raka, ketika melihat manusia berwujud seperti Zia sedang komat-kamit sendiri.
Zia hanya melirik dan melanjutkan komat-kamitnya lagi.
"Ngapa sih? masih pagi juga," tanya Raka.
"Kak Jendra sama kak Nada ada hubungan apaan? Deket banget," tanya Zia setelah menenangkan sedikit emosinya.
Raka yang mendengar hal itu sontak tertawa keras. Mendapat jawaban kenapa sedari tadi Zia sedang cosplay mbah dukun yang sibuk menyantet orang. Ternyata dia sedang dilanda kekesalan. Ada aja.
"Lupa gue mau bilang ke lu, cil! Cinta pertama Jendra itu," jawab Raka.
Zia membelalak terkejut. Saingan Zia adalah cinta pertama Jendra. Ini musibah. Seburuh-buruk musibah adalah ketika jatuh cinta kepada seseoarng sejauh-jatuhnya namun kamu jatuh cinta sendiri. Ini berat sih, mau pakai logika ga nyampe. Kalau pakai perasaan malah nyakitin.
Mau dibiarin juga ga segampang itu. Cinta terumit kayak gini ini.
Ini sangat memacu adrenalin Zia. Wah, seru poll menemukan tantangan hidup baru. Padahal tahun lalu dia sudah menerima musibah, tapi tahun ini dia senang dengan musibah satu ini.
"Wah! Bravo! Ga nyangka bangsat! Gue kira kak Jendra gabakal suka sama siapapun, ternyata punya cinta pertama! Wah! Masih ga nyangka banget!" seru Zia berdiri dan tangannya ia angkat bak sedang menjelaskan seseuatu kepada orang lain.
Ngerti, kan?
"Masih mau lanjut?" tanya Raka sedikit heran dengan Zia.
"Pake nanya! Gas elah. Sebelum janur kuning melengkung, kita masih bisa saling tikung-menikung," sahut Zia heboh.
Raka berdoa, semoga Jendra bisa kuat menghadapi titisan anoa ini. Meski begituu, Raka berada dipihak Zia. Sejak awal Raka tak suka kala Nada selalu menggantung Jendra dan memberi perhatian lebih namun tak memberi batasan jelas di hubungan mereka. Itu namanya hubungan tanpa status kan? Mana bisa gitu.
Dengan menepuk pundak Raka, Zia menegaskan sekali lagi.
"Dengan siapapun kak Jendra menaruh hatinya sekarang, gue ga peduli. Gue bakal lakuin hal yang gue bisa untuk Kak Jendra," kata Zia.
☆☆☆
Hi!
Gimana nih kali ini? Author kemarin ga upload dikarenakan sibuk kuliah bentar. Dan sekarang, author tetap menyempatkan disela-sela waktu seperti ini.
Kalian kira-kira dukung Zia atau Nada nih? Kalau sampai buat Jendra jatuh hati, berarti Nada ini bukan main-main, kan ya? Namun itu tentu tak bisa dibandingkan dengan Zia. Yang effort-nya se-semesta bukan se-kampung aja.
Happy reading and don't forget to vote and comment, Reader's!
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE AND LIFE
Romance"Aku pernah percaya bahwa tak akan ada sedetikpun waktu untukku berbahagia, meski hanya sekedar tersenyum tipis," ucap Rajendra Ibra Saddam. "Lantas, izinkan aku untuk berperan sebagai pelukis dalam hidupmu, Jendra," sahut Fazia Fabiola dengan tulus...