Sebuah kumpulan cerita pendek (one shoot) tentang hubungan yang tidak seharusnya terjadi.
WARNING! Mengandung unsur LGBT dan adegan seksual yang digambarkan secara eksplisit. Hanya untuk pembaca dewasa (21+). Bagi yang belum cukup umur atau tidak me...
Aku langsung pergi ke rumah sakit setelah menghadiri interview. Aku sudah lulus SMA 6 bulan yang lalu, tapi belum juga mendapatkan pekerjaan. Terkadang aku iri dengan teman-temanku yang bisa kuliah tanpa memikirkan hal lain selain tugas kuliah. Aku tidak mau ini jadi lomba beban hidup paling berat, tapi aku ingin bercerita sedikit.
Sudah sebulan ini mama kritis dan opname, tapi belum ada tanda membaik juga. Mama sudah lama sakit, tapi hanya rawat jalan karena tidak begitu parah. Belum lama ini, sebelum aku lulus, mama opname seminggu dan akhirnya lanjut rawat jalan. Tapi sekarang sakitnya cukup parah hingga harus dirujuk dan rawat inap lagi ke rumah sakit sebelumnya, di kota sebelah yang lebih besar dan lengkap fasilitasnya.
Namaku Rama. Selain merawat mama, kegiatanku saat ini adalah mencari kerja. Papa sudah meninggal sejak aku SMP. Tabungan mama sudah semakin menipis, sehingga ketika mama mulai rawat inap, aku menyewakan rumah kami dan tinggal dengan omku.
Aku benci kalau berbicara tentang papa dan keluarganya. Sebelum dia meninggal karena kecelakaan, papaku kepergok selingkuh dengan wanita lain. Papa dan mama sering bertengkar hebat saat itu. Kamu tahu apa yang dilakukan saudara-saudara papa? Mereka diam saja meskipun mama bercerita tentang kelakuan papa ke saudaranya. Mama berharap mendapatkan dukungan tapi malah diminta memaklumi dan melupakannya. Bahkan sampai mama sakit pun, tidak ada yang mau membantu atau sekadar mengunjungi.
Aku kasihan kepada mama. Padahal mama sudah rela meninggalkan keluarganya demi menikah dengan papa, tapi ternyata papa sebejat itu, dan keluarganya pun tak jauh lebih baik. Mama tak seharusnya diperlakukan seperti ini.
Dulu, kupikir dari semua keluarga papa yang brengsek itu, Om Satya adalah pengecualian. Papa adalah anak kedua dari enam bersaudara, sementara Om Satya adalah adiknya, anak ketiga. Dia adalah satu-satunya saudara papa yang belum berkeluarga. Dia juga tak pernah terlibat drama kebangsatan keluarga papa yang lain. Bahkan ketika mama sakit dan dirawat inap selama seminggu itu, Om Satya bersedia membantu sebagian biaya pengobatan mama dan menampungku.
Tapi ternyata Om Satya pun tak berbeda.
Sejak dulu aku memang jarang bertemu dengan Om Satya, karena dia juga jarang menampakkan diri di acara keluarga papa atau acara kumpul lainnya. Sewaktu aku mengabarinya alias meminta bantuannya kalau mama opname di kota tempat tinggalnya ini, dia untung saja mau membantu. Syukurlah ada yang baik dari keluarga papa, kataku waktu itu.
Dia membantu mengurus semua urusan mama serta keperluanku selama tinggal di rumahnya. Dia bahkan juga mau mengantarku sekolah, atau memberiku uang untuk transpor ke sekolah jika dia sedang tidak bisa. Aku juga tidak tahu pasti apa pekerjaannya, entah kontraktor atau apa, yang jelas jam kerjanya fleksibel sehingga bisa lebih sering mengantarku ke sekolah. Sekolahku memang dekat perbatasan antara kota tinggalku dan kota ini.
Ah, bagaimana ya, kesanku kepada Om Satya ini campur aduk sekali. Selain kebaikan yang kusebutkan tadi, secara fisik, dia ini cukup tampan dan punya tubuh yang gempal kekar. Sangat menarik untuk cowok gay sepertiku yang belum pernah berpacaran atau berhubungan seks tapi sangat ingin mencoba. Apalagi dia ini sangat touchy, suka sentuh-sentuh baik ketika bercanda atau sekadar ngobrol.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.