42. Malam di Batu Ampar

22.1K 715 62
                                    

Yuk ah, kencangkan vote-nya. Bentar lagi tamat. Aku mau disclaimer dulu ya. Ehem!

Disclaimer :

Ini cerita dewasa 21+ bahkan ada yang bilang cerita gaje. Kalau nggak suka sila skip aja. Ini hanya buat hiburan semata.

Satu lagi, ada beberapa part yang bisa dibaca di Karyakarsa. Perlu DIGARIS-BAWAHI aku NGGAK MAKSA pembaca buat baca yang di sana juga. Hanya buat yang mau saja dan yang nggak merasa keberatan. Yang mau tetap di sini juga nggak apa-apa. Aku tetep sayang kalian di mana pun berada. Hehe.

__________

Area pembangunan itu memang masih di sekitaran Batu Ampar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Area pembangunan itu memang masih di sekitaran Batu Ampar. Lokasinya tidak jauh dari hotel tempatku menginap. Aku bertemu dengan klien dan melakukan meeting sebentar sebelum meninjau ke lokasi langsung.

Masih tidak jauh dari Harbour Bay, dan rencana bakal ada akses langsung untuk menuju ke sana juga. Yang baru aku tahu, ternyata klien juga pemilik hotel yang aku tinggali. Di lokasi kami membicarakan konsep dan beberapa keinginan klien. Melihat lokasinya yang dekat dengan laut tidak heran Raka memilih pondasi begitu detail.

Selesai meninjau lokasi, kami langsung menuju restoran hotel untuk lanjut makan siang dan meeting lagi. Setelahnya laporan langsung aku lanjutkan ke tim pusat dan melakukan zoom meeting bersama pemegang proyek, Raka.

Melelahkan, tapi menyenangkan. Aku menikmati bekerja di Externaise, meskipun bosnya segesrek Siska.

Sore hari aku kembali ke rooftop dan memesan kopi sambil menunggu senja. Jika kemarin ada Ben yang menemani kali ini aku sendiri.

Bicara tentang Ben, aku membuat keputusan yang lumayan ... ah semoga pria itu tidak berkecil hati.

"Ben, kamu bisa mendapatkan wanita yang sepadan dengan kamu. Wanita yang tidak hanya mencintai kamu, tapi juga anakmu. Dan bukan aku orangnya," ujarku kemarin ketika untuk kedua kalinya Ben menawarkan kebersamaan.

"Tapi bagiku kamu orang yang tepat, Din."

Aku tahu usahanya masih terlihat gigih. Kejadian di Lombok ternyata tidak bisa dia lupakan begitu saja.

"Nggak, Ben. Kamu hanya belum mengenal siapa aku."

"Maka dari itu izinkan aku mengenalmu lebih jauh. Ah nggak, lebih dekat," katanya seraya meraih tanganku.

Aku menggeleng dan menyingkirkan dengan pelan tangannya. "Terlalu banyak keburukan." Aku menarik sudut bibir. "Percayalah, aku bukan calon istri dan ibu yang baik."

Embusan napas Ben terdengar berat. Aku tidak tahu apa yang dia lihat dariku, hingga masih kekeh menawarkan cintanya.

"Kamu masih cinta banget ya sama dia?"

'Dia' yang dimaksud Ribel. Tidak aneh dan nggak salah dia bertanya seperti itu mengingat di Lombok waktu itu Ribel memperlakukan aku layaknya seorang istri. Dan itu terlihat jelas di mata Ben. Makanya agak kaget juga mendengar ucapan terakhir Ben sebelum kami berpisah.

Under Cover (THE END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang