Posisi Terjepit

1.2K 147 5
                                    

Carlin memohon undur diri sejenak dari rapat kekeluargaan yang semakin memanas. Ia sudah bisa menebak jika nama seseorang yang dijadikan sebagai pengganti posisi putranya tampak tak terima pada keputusan sepihaknya. Oleh sebab itu, sebelum pemuda bernama Lukas Leonathan menolak mentah-mentah, Carlin lekas menarik tangan kokohnya ke belakang untuk berdiskusi sejenak.

Lima menit yang Lukas lewati terasa sangat lambat. Keduanya hanya berdiri mematung dengan keruwetan pikiran yang masing-masing. Sesungguhnya ingin sekali memuntahkan kekecewaan atas peryataan menohok untuknya.

"Apa maksud Tante berbicara seperti tadi? Kenapa jadi bawa nama saya atas kesalahan yang nggak saya perbuat sama sekali?" tanya Lukas membuka suara sembari berusaha menekan amarahnya. Bagaimanapun hal yang baru saja didiskusikan adalah masalah kompleks. Bagaikan kejatuhan bom atom saat mimpi buruk itu dilemparkan padanya tanpa rencana.

"Tante mau tanya sama kamu, Lukas. Seberapa sayang dan hormatnya kamu dengan Mendiang suami Tante?" Carlin bertanya dengan intonasi lembut. Berbeda sekali pada saat berhadapan dengan orang asing yang sedang menunggu di ruang tamu.

"Saya nggak bisa menghitung seberapa banyaknya jumlah rasa sayang dan rasa hormat saya pada beliau." Senyum tampan Lukas terbit sekilas mengingat sosok bijaksana Robby Eleazer yang hanya dikenalnya sampai berusia lima belas tahun, karena seseorang yang dianggapnya superhero itu telah berpulang ke pangkuan Sang Pencipta. "Berkat beliau, saya yang notabene hanya kerabat jauh bisa masuk dalam keluarga Eleazer adalah sesuatu yang luar biasa. Bisa mendapatkan kehidupan yang layak, fasilitas yang terbaik, dan dibekali pendidikan yang sangat mumpuni," akunya tulus.

"Makanya Tante mohon dengan sangat, kamu mau menyetujui saran yang mungkin memang terdengar konyol buat kamu." Tangan Carlin terangkat menuju kening, lalu memijatnya dengan menampilkan gurat keresahan. "Karena kesalahan anak Tante, mau nggak mau kamu jadi ikut terbawa. Tante juga bingung harus gimana lagi mengatasinya supaya Pak Juan nggak bikin onar di keluarga kita, apalagi di sini taruhannya perusahaan induk Om kamu, Lukas. Kamu nggak tau gimana susah payahnya Tante bersaing untuk mempertahankan proyek-proyek besar selepas kepergian beliau," tuturnya sedih, bahkan sampai menitikkan air mata. Namun, sepasang matanya tak lepas mengamati reaksi pemuda oriental berkulit eksotis yang tampak berpikir keras.

Lukas terdiam. Isi kepalanya semakin bekecamuk. Dahinya berkerut dalam sebagai tanda kegundahan hatinya.

"Lukas, Sayang, kamu mau kan nolongin Tante? Tante benar-benar udah buntu banget! Please, tolong Tante kali ini aja ..."

Lukas tersentak ketika wanita elegan yang dihormatinya menjatuhkan lututnya di lantai dengan kedua tangan saling mengatup di depan dada meminta permohonan. "Saya mohon jangan bersikap kayak gini, Tante! Ini terlalu berlebihan!" pinta Lukas tak enak hati.

"Tante nggak akan bangun kalo kamu masih bimbang dengan keputusan yang harus diambil," sergah Carlin bersikukuh pada pendiriannya.

"Saya bingung, Tante. Kalo saya jadi tameng perbuatan Gary, gimana dengan hubungan saya dan Sally? Ada perasaan perempuan yang harus saya jaga sampai kami bertemu kembali," cekat Lukas frustrasi seraya mengusap kasar wajahnya. Pikiran rasional masih mengajaknya mempertimbangkan masak-masak terhadap tatanan masa depannya dengan gadis pujaan hatinya.

"Tenang, kalian tetap masih bisa berhubungan. Kan, Sally juga saat ini lagi sibuk mengejar impiannya menjadi model internasional. Ingat, dia baru tiga bulan berangkat ke UK, masih sangat panjang proses pijakan kariernya." Carlin tersenyum tipis menatap Lukas yang gelisah, kemudian mengusap bahunya. "Pada saat kontrak kerja Sally habis, dia pasti kembali ke sini sehingga kamu bisa menemuinya, bahkan menjalin hubungan lebih dekat lagi karena nggak ada lagi bentangan jarak yang memisahkan kalian."

Lukas berdecak kecewa, "Tapi sama aja saya berkhianat di belakangnya karena mendua."

"Hanya sementara, Lukas. Kamu bisa langsung menceraikannya kalo bayinya sudah lahir." Carlin memberi usul tanpa pikir panjang.

"Tante, pernikahan bukan untuk dipermainkan. Dan, itu terlalu keji buat perempuan itu," kata Lukas merasa prihatin pada kelangsungan nasib gadis yang telah dirusak saudaranya.

Carlin mengernyitkan kening. Sejenak melirik laki-laki muda yang terlihat melamun. Perlahan, satu sudut bibir tipisnya terangkat. Rasa senang mulai merajai hatinya melihat respons Lukas mulai melunak dan mau mengalah.

"Berapa lama Sally terikat kontrak?" tanya Carlin kemudian.

"3 tahun. Kenapa, Tan?" Kedua alis Lukas menyatu.

Carlin terdiam sesaat sebelum mengutarakan ide yang mungkin saja bisa membuat Lukas tak ragu lagi menolongnya. "Kalo gitu kamu cukup bertahan selama 3 tahun. Tante rasa, perempuan itu dan anaknya nggak akan menuntut macam-macam kalo kamu meninggalkannya. Dan, Tante pastikan Sally nggak akan pernah tau tentang pernikahan semu ini."

Otak cerdas Lukas benar-benar penuh benang kusut—tak bisa lagi berpirkir jernih. Momen ini menjadi beban terberat lantaran melibatkan balas budi di dalamnya. Lukas pikir, mungkin memang ini saatnya mengorbankan diri, apalagi menyangkut dengan kemakmuran perusahaan yang dirintis dari nol oleh Robby Eleazer. Tentu saja Lukas tidak akan berpangku tangan jika kehadirannya bisa turut membantu.

"Tante sadar kalo udah jahat sama kamu. Sengaja menjadikan kamu tumbal atas ulah anak Tante yang berengsek. Tante juga picik banget seenaknya mengatur masa depan kamu sampai harus menikahi perempuan asing yang sudah dinodai. Maafin Tante, Lukas, sudah egois sama kamu." Suara Carlin bergetar demi mengurai rasa sesak di dada. Tak memungkiri situasinya cukup menguras energi. Isak tangis Carlin kian membuat Lukas makin serba salah.

"Rasanya terlalu egois kalo saya hanya berdiam diri, padahal Tante sudah memohon bantuan." Lukas menarik kedua bahu Carlin agar berdiri saling berhadapan. "Tante nggak perlu sedih lagi, saya bersedia menggantikan Gary menikahi perempuan itu."

Rasa senang Carlin cepat meroket mendengar pernyataan menakjubkan. Namun, ia tetap harus mengontrol diri, karena bagaimanapun juga Lukas merasa terpaksa dan tersakiti. Carlin gegas memeluk raga Lukas dengan penuh kasih. Tangannya membelai sayang punggung lebar keponakan yang telah merelakan kehidupannya hanya untuk memperbaiki kesalahan fatal putra mahkota kesayangannya.

"Makasih, Nak, Tante terharu dengan kelapangan hati kamu," lanjutnya mengungkap rasa bahagia tak terkira. Diskusi yang menyita waktu akhirnya berbuah manis.

Di sela suasana yang mengharu biru, tiba-tiba saja sosok biang onar datang menghampiri—memasang wajah tengilnya. "Udah selesai belum negosiasinya?"

"Sudah. Ayo, kita kembali ke depan!" Carlin menyeka bekas air mata di pipinya, kemudian berjalan lebih dulu menemui tamu yang sudah sangat jenuh menunggunya.

"Nggak salah Papa jadiin lo anak pungut kesayangan, padahal masih ada sepupu yang hubungan darahnya jauh lebih kental dibandingkan lo." Gary mencebikkan bibir, lantas mengulurkan tangan kanannya. Bagaimanapun ia perlu mengucapkan terima kasih. Namun, lawan bicaranya malah mendiamkan dan hanya menatap datar, sehingga Gary mengalihkan dengan menepuk-nepuk pelan sebelah pundak laki-laki yang menyelamatkan impiannya. "Thanks, Brother, udah mau ngurangin beban mental gue."

Sepasang manik pekat Lukas hanya menatap nanar. Rahang pipinya mengetat, lantas tersenyum kesal. Hubungan keduanya memang tidak terlalu baik sejak kecil. Mungkin terselubungi rasa iri, karena merasa kasih sayang sang ayah terbagi. Jika tidak mengingat kebaikan Robby Eleazer, Lukas tidak akan sudi berada di posisi terjepit.

.
.

Bisa baca duluan di KARYAKARSA

*Booklovers harap sabar menanti sampai proses cetak 📚

Aliceweetsz || Kamis, 28 September 2023

Redeeming LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang