Satu Atap

724 141 11
                                    

Tamu undangan yang dihadiri keluarga dan kerabat inti mulai berkurang satu per satu. Usai melakukan pemberkatan di rumah ibadah terdekat, kedua mempelai menjamu para tamu di restoran yang menyatu dengan hotel bintang tiga. Sesuai dengan permintaan mempelai laki-laki, tidak ada pesta mewah. Hanya acara makan bersama untuk menghormati keluarga dan kerabat yang telah hadir.

Alih-alih menginap, Lukas malah memilih untuk langsung menuju tempat tinggalnya meskipun kamar hotelnya telah disiapkan untuk pengantin baru. Dengan beralasan jarak lokasi rumahnya juga tidak jauh dari tempat acara pesta. Dan, Lukas juga merasa tidak nyaman jika harus berduaan dalam ruangan yang tentunya di antara mereka masih sangat asing untuk saling berinteraksi satu sama lain.

Sebagai orang yang ditetuakan, syukurnya Juan tidak mempermasalahkan hal tersebut. Sesuatu yang wajar jika mempelai laki-laki ingin langsung memboyong wanita yang dinikahinya berada dalam hunian pribadinya, apalagi ketika mengetahui bahwa segala keperluan Ester sudah tersedia di sana. Paling ada beberapa item barang pribadi Ester yang sudah lebih dulu diangkut ke sana. Jadi, bukan masalah yang besar untuk diperdebatkan. Lagi pula, Juan juga tidak mau keponakan yang sedang berbadan dua terlalu lelah oleh acara ramah tamah yang cukup menguras tenaga.

Sementara keluarga dari pihak mempelai laki-laki sudah undur diri sejak pemberkatan usai. Alasan bisnis yang tidak bisa ditinggalkan menjadi pemicu kuat untuk segera meninggalkan acara yang sesungguhnya tidak ada kontribusi menguntungkan buat wanita berkelas seorang Carlin Cancer. Dan, tentu saja tanpa kehadiran Si Pembuat Onar. Namun, Lukas sama sekali tidak mempermasalahkannya, karena yang terpenting proses inti acara berjalan lancar.

"Kamu jaga keponakan saya dengan baik. Suka nggak suka, kamu sudah menikahinya dan berjanji di hadapan Tuhan akan bertanggung jawab atas hidupnya. Dalam suasana suka maupun duka." Juan mengingatkan kembali petuah Pendeta saat mengesahkan hubungan pasutri baru.

"Ya. Semoga saya bisa mengemban tanggung jawab ini dengan semestinya," balas Lukas seraya mengangguk pelan.

"Ester, kamu jaga diri baik-baik ya. Sekarang laki-laki ini sudah jadi suami kamu. Layani dia dengan tulus layaknya seorang istri yang patuh," lanjut Juan menasihati keponakannya.

Ester tersenyum tipis, "Sebisa mungkin aku akan berbakti sama Tuan Lukas."

"Loh, kok, Tuan!" Juan memprotes dan diikuti kekehan pelan dari wanita usia baya yang sejak tadi menggandeng lengannya. Siapa lagi kalau bukan adik kandungnya sekaligus bibi dari Ester Evelyn.

"Ester, dulu waktu mendiang istri Bang Juan baru nikah, beliau memanggilnya dengan sebutan Abang. Pas anak-anaknya lahir baru deh pakai julukan baru yaitu Bapak," celoteh Lena mengerling jenaka.

"Benar apa yang dibilang Bibi kamu, dulu Tante Fani manggil Paman dengan sebutan Abang. Yang pastinya atas saran dia juga." Juan menunjuk adik perempuan satu-satunya yang masih betah melajang sampai usia kepala empat.

"Den Lukas juga nggak keberatan kan perkara masalah panggilannya?" tanya Lena sembari menatap lekat ke arah pemuda yang sedang menjadi pembahasan.

"Nggak masalah, Bi," jawab Lukas singkat menyetujui.

"Ya, sudah kalo gitu, Paman dan Bibi pamit pulang ya!" Lena memberikan pelukan hangat pada keponakan asuhannya.

"Jaga selalu kesehatan ya, Nak. Kalo ada hal mendesak yang membutuhkan bantuan, Paman Juan akan selalu siap sedia bantu kamu." Juan menepuk lembut puncak kepala Ester, kemudian mendekap erat sebelum berpisah.

Ester masih tak bisa mengalihkan pandangannya dari kendaraan yang dinaiki paman dan bibinya. Senyum tipis masih bergelayut di ujung bibirnya melihat mobil yang ditumpangi paman dan bibinya menjauh pergi beriringan dengan mobil sanak saudaranya yang tentunya termasuk dari ketiga anak-anak Juan. Jujur saja, sebenarnya Ester cukup malu pada saudaranya atas pernikahan yang terjadi di luar rencana. Namun, semua sudah takdir yang tidak bisa diulang.

Redeeming LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang